26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Tripoli Jatuh, Kadhafi Sembunyi

TRIPOLI – Revolusi Arab yang berkobar sejak akhir tahun lalu memakan korban satu diktator lagi. Setelah Zine El Abidin Ben Ali di Tunisia dan Hosni Mubarak di Mesir, kini giliran Muammar Kadhafi di Libya harus kehilangan takhta.
Memang, pemimpin 69 tahun itu secara de jure belum menyerah. Tapi, secara de facto, dia sudah habis menyusul jatuhnya ibu kota Tripoli kemarin (22/8) ke tangan pemberontak yang melawan kekuasaannya sejak enam bulan silam.
Tripoli adalah benteng terakhir pertahanan Kadhafi yang menguasai Libya sejak berhasil mengudeta Raja Idris pada 1969 . Sembilan puluh lima persen wilayah Tripoli berada dalam kontrol pemberontak, termasuk Green Square, lapangan di jantung Kota Libya selama ini menjadi simbol kekuasaan Kadhafi.

Sebanyak 1.300 orang dilaporkan meninggal di Tripoli dalam pertempuran sengit antara dua kubu yang berlangsung sejak Sabtu malam lalu (20/8) waktu setempat. Kubu anti-Kadhafi telah menahan dua anak Kadhafi, yaitu Saif al-Islam dan Al-Saadi. Seorang anak Kadhafi lainnya, Muhammad, menyerahkan diri.

Kadhafi dan sisa pasukannya yang setia di bawah pimpinan putra termudanya, Khamis, hanya bertahan di seperlima wilayah kota yang terletak di tepi Laut Mediterania tersebut.

Pertempuran sengit masih terjadi hingga tadi malam WIB. Gerak pasukan pemberontak dihadang sniper dan tank yang dikerahkan dari kompleks Bab al-Aziziya. Tapi, perlawanan itu diperkirakan tak bertahan lama.  “Setelah empat jam dalam kondisi tenang menyusul selebrasi jalanan, tiba-tiba muncul tank dan truk mulai melepaskan tembakan ke arah Assarin Street serta wilayah al-Khalifa. Mereka menembak secara acak ke segala penjuru,” ujar Nouri Echtiwi, juru bicara pemberontak.

Tapi, di ujung kekuasaannya itu, hingga berita ini ditulis, belum diketahui pasti keberadaan Kadhafi yang absen dari muka publik sejak 12 Juni lalu. Sehari sebelumnya, beredar kabar bahwa dia telah melarikan diri ke Tunisia bersama dua putranya, Mu’tasm dan Hannibal.

Seiiring jatuhnya Tripoli, Kadhafi diyakini bersembunyi di bungker di bawah Bab al-Aziziya. Kompleks kediaman Kadhafi seluas 6 kilometer persegi itu memang misterius. Banyak yang percaya di bawahnya ada semacam bungker yang terhubung dengan terowongan ke berbagai penjuru Tripoli. Termasuk, pintu keluar di sebelah selatan Libya.
Dari tempat persembunyian yang masih misterius itulah Kadhafi kembali mengirimkan pesan audio yang isinya mengecam keterlibatan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis kemarin. Dia juga mengingatkan warga Libya bahwa negara mereka bakal semakin kacau-balau kalau pemberontak berkuasa. “Pasukan saya akan terus melawan sampai titik darah penghabisan,” tegas Kadhafi dalam pesannya seperti dikutip Associated Press.

Beredar pula kabar perwakilan Kadhafi telah menemui perwakilan Uni Afrika di Afrika Selatan. Uni Afrika diperkirakan menawarkan pengasingan bagi Kadhafi ke Angola atau Zimbabwe.

Sementara itu, Dewan Transisi Nasional (NTC), organisasi yang memayungi kalangan pemberontak Libya, menjamin keselamatan anak-anak Kadhafi yang ditahan. Terutama Saif yang selama ini dianggap calon kuat penerus sang bapak.
“Dia (Saif) ditahan di tempat yang aman di bawah pengawalan ketat sampai kelak diserahkan ke proses hukum,” jelas Mustafa Abdel Jalil, ketua NTC, kepada majalah Prancis Le Monde.

Saif al-Islam (39), semula memiliki hubungan yang sangat erat dengan Barat. Penyandang gelar MBA dari IMADEC University di Wina, Austria, itu sempat diprediksi bakal memimpin Libya secara lebih moderat dibandingkan sang bapak.

Tapi, saat pemberontakan di Libya mulai meletus, anak pertama Kadhafi dari pernikahan kedua itu berubah menjadi sangat radikal dalam membela kepentingan sang ayah. Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dia dan menunggu pria berkacamata itu ditransfer ke Den Haag, Belanda. (c5/ttg/jpnn)
Saadi lebih dikenal sebagai penggila sepak bola. Kapten timnas Libya sekaligus ketua Federasi Sepak Bola Libya tersebut pernah merumput sekali di Serie A Italia bersama Perugia. Pria 37 tahun itu juga memimpin pasukan khusus Libya. Selanjutnya, Muhammad merupakan anak tertua Kadhafi dari istri pertama yang selama ini memimpin perusahaan yang bergerak di bidang komunikasi dan satelit.

Sementara itu, keberhasilan kubu pemberontak menguasai Tripoli tak lepas dari kerja sama apik antara pemberontak, warga Tripoli yang anti-Kadhafi yang diam-diam selama ini telah dipersenjatai (disebut sleeper cell atau sel tidur), dan bantuan NATO. Dimulai serangan udara NATO yang diulang hingga 16 kali sejak Jumat malam (19/8) untuk membuka jalan, pasukan pemberontak mengepung Tripoli dari berbagai sudut pada Sabtu tengah malam.

Mereka dengan cepat menaklukkan Jaddayim dan Mayah, dua wilayah pinggiran Tripoli. Di Mayah itulah brigade pimpinan Khamis Kadhafi yang terkenal bengis bermarkas.

Boleh dibilang, pasukan pemberontak tak menemui perlawanan berarti sepanjang perjalanan menguasai Tripoli. Green Square diduduki dan pada pukul 02.30 waktu setempat selebrasi jalanan besar-besaran merayakan jatuhnya Kadhafi sudah berlangsung di Tripoli.

Pasukan pro-Kadhafi ditarik dengan cepat. Diduga kuat, mereka sengaja dikonsentrasikan di Bab al-Aziziya. “Mereka (pasukan pro-Kadhafi) pergi dengan terburu-buru. Pasukan pemberontak pun masuk Tripoli dengan mulus,” kata Majid el-Haif, seorang warga Siyahiya, wilayah pinggiran Tripoli, kepada New York Times. (c5/ttg/jpnn)

TRIPOLI – Revolusi Arab yang berkobar sejak akhir tahun lalu memakan korban satu diktator lagi. Setelah Zine El Abidin Ben Ali di Tunisia dan Hosni Mubarak di Mesir, kini giliran Muammar Kadhafi di Libya harus kehilangan takhta.
Memang, pemimpin 69 tahun itu secara de jure belum menyerah. Tapi, secara de facto, dia sudah habis menyusul jatuhnya ibu kota Tripoli kemarin (22/8) ke tangan pemberontak yang melawan kekuasaannya sejak enam bulan silam.
Tripoli adalah benteng terakhir pertahanan Kadhafi yang menguasai Libya sejak berhasil mengudeta Raja Idris pada 1969 . Sembilan puluh lima persen wilayah Tripoli berada dalam kontrol pemberontak, termasuk Green Square, lapangan di jantung Kota Libya selama ini menjadi simbol kekuasaan Kadhafi.

Sebanyak 1.300 orang dilaporkan meninggal di Tripoli dalam pertempuran sengit antara dua kubu yang berlangsung sejak Sabtu malam lalu (20/8) waktu setempat. Kubu anti-Kadhafi telah menahan dua anak Kadhafi, yaitu Saif al-Islam dan Al-Saadi. Seorang anak Kadhafi lainnya, Muhammad, menyerahkan diri.

Kadhafi dan sisa pasukannya yang setia di bawah pimpinan putra termudanya, Khamis, hanya bertahan di seperlima wilayah kota yang terletak di tepi Laut Mediterania tersebut.

Pertempuran sengit masih terjadi hingga tadi malam WIB. Gerak pasukan pemberontak dihadang sniper dan tank yang dikerahkan dari kompleks Bab al-Aziziya. Tapi, perlawanan itu diperkirakan tak bertahan lama.  “Setelah empat jam dalam kondisi tenang menyusul selebrasi jalanan, tiba-tiba muncul tank dan truk mulai melepaskan tembakan ke arah Assarin Street serta wilayah al-Khalifa. Mereka menembak secara acak ke segala penjuru,” ujar Nouri Echtiwi, juru bicara pemberontak.

Tapi, di ujung kekuasaannya itu, hingga berita ini ditulis, belum diketahui pasti keberadaan Kadhafi yang absen dari muka publik sejak 12 Juni lalu. Sehari sebelumnya, beredar kabar bahwa dia telah melarikan diri ke Tunisia bersama dua putranya, Mu’tasm dan Hannibal.

Seiiring jatuhnya Tripoli, Kadhafi diyakini bersembunyi di bungker di bawah Bab al-Aziziya. Kompleks kediaman Kadhafi seluas 6 kilometer persegi itu memang misterius. Banyak yang percaya di bawahnya ada semacam bungker yang terhubung dengan terowongan ke berbagai penjuru Tripoli. Termasuk, pintu keluar di sebelah selatan Libya.
Dari tempat persembunyian yang masih misterius itulah Kadhafi kembali mengirimkan pesan audio yang isinya mengecam keterlibatan Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis kemarin. Dia juga mengingatkan warga Libya bahwa negara mereka bakal semakin kacau-balau kalau pemberontak berkuasa. “Pasukan saya akan terus melawan sampai titik darah penghabisan,” tegas Kadhafi dalam pesannya seperti dikutip Associated Press.

Beredar pula kabar perwakilan Kadhafi telah menemui perwakilan Uni Afrika di Afrika Selatan. Uni Afrika diperkirakan menawarkan pengasingan bagi Kadhafi ke Angola atau Zimbabwe.

Sementara itu, Dewan Transisi Nasional (NTC), organisasi yang memayungi kalangan pemberontak Libya, menjamin keselamatan anak-anak Kadhafi yang ditahan. Terutama Saif yang selama ini dianggap calon kuat penerus sang bapak.
“Dia (Saif) ditahan di tempat yang aman di bawah pengawalan ketat sampai kelak diserahkan ke proses hukum,” jelas Mustafa Abdel Jalil, ketua NTC, kepada majalah Prancis Le Monde.

Saif al-Islam (39), semula memiliki hubungan yang sangat erat dengan Barat. Penyandang gelar MBA dari IMADEC University di Wina, Austria, itu sempat diprediksi bakal memimpin Libya secara lebih moderat dibandingkan sang bapak.

Tapi, saat pemberontakan di Libya mulai meletus, anak pertama Kadhafi dari pernikahan kedua itu berubah menjadi sangat radikal dalam membela kepentingan sang ayah. Pengadilan Kriminal Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk dia dan menunggu pria berkacamata itu ditransfer ke Den Haag, Belanda. (c5/ttg/jpnn)
Saadi lebih dikenal sebagai penggila sepak bola. Kapten timnas Libya sekaligus ketua Federasi Sepak Bola Libya tersebut pernah merumput sekali di Serie A Italia bersama Perugia. Pria 37 tahun itu juga memimpin pasukan khusus Libya. Selanjutnya, Muhammad merupakan anak tertua Kadhafi dari istri pertama yang selama ini memimpin perusahaan yang bergerak di bidang komunikasi dan satelit.

Sementara itu, keberhasilan kubu pemberontak menguasai Tripoli tak lepas dari kerja sama apik antara pemberontak, warga Tripoli yang anti-Kadhafi yang diam-diam selama ini telah dipersenjatai (disebut sleeper cell atau sel tidur), dan bantuan NATO. Dimulai serangan udara NATO yang diulang hingga 16 kali sejak Jumat malam (19/8) untuk membuka jalan, pasukan pemberontak mengepung Tripoli dari berbagai sudut pada Sabtu tengah malam.

Mereka dengan cepat menaklukkan Jaddayim dan Mayah, dua wilayah pinggiran Tripoli. Di Mayah itulah brigade pimpinan Khamis Kadhafi yang terkenal bengis bermarkas.

Boleh dibilang, pasukan pemberontak tak menemui perlawanan berarti sepanjang perjalanan menguasai Tripoli. Green Square diduduki dan pada pukul 02.30 waktu setempat selebrasi jalanan besar-besaran merayakan jatuhnya Kadhafi sudah berlangsung di Tripoli.

Pasukan pro-Kadhafi ditarik dengan cepat. Diduga kuat, mereka sengaja dikonsentrasikan di Bab al-Aziziya. “Mereka (pasukan pro-Kadhafi) pergi dengan terburu-buru. Pasukan pemberontak pun masuk Tripoli dengan mulus,” kata Majid el-Haif, seorang warga Siyahiya, wilayah pinggiran Tripoli, kepada New York Times. (c5/ttg/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/