26.7 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Syamsul tak Bisa Balik Lagi Jadi Gubsu

JAKARTA-Saat ini mulai muncul persepsi bahwa Syamsul Arifin bisa balik lagi menduduki jabatan sebagai gubernur Sumut, jika dia bisa menyelesaikan masa hukumannya sebelum Juni 2013. Alasannya, Syamsul dilantik jadi gubernur pada Juni 2008, sehingga masa kerjanya baru berakhir Juni 2013.

Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek menyatakan anggapan seperti itu jelas salah. Sesuai ketentuan pasal 127 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah, jika sudah ada putusan yang bersifat incrach yang menyatakan kepala daerah/wakil kepala daerah terbukti korupsi, maka akan diberhentikan secara permanen.

“Hanya saja, untuk kasus Syamsul Arifin, kan kita belum tahu apakah dia akan banding atau tidak, karena masih pikir-pikir, karena memang masih ada waktu,” ujar Reydonnyzar kepada koran ini, kemarin (19/8).

Pasal 127 ayat (1) berbunyi, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Ditegaskan pula bahwa presiden mengeluarkan surat keputusan pemberhentian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal 127 ayat 2).

Bagaimana jika vonis bersalah Syamsul sudah incrach dan dia menyelesaikan masa hukumannya sebelum Juni 2013? Lagi-lagi Donny- panggilan Reyddonyzar- menyatakan bahwa tetap saja Syamsul tidak bisa kembali duduk di kursi gubernur untuk menghabiskan masa jabatannya. “Jika sudah berkekuatan hukum tetap, Syamsul diberhentikan, maka Gatot menjadi gubernur hingga habisnya masa jabatan (Juni 2003,red),” kata Donny.

Dikatakan birokrat karir asal Sumbar itu, hal itu juga sudah diatur di pasal 131 PP Nomor 5 Tahun 2006. Pasal 131 ayat (1) PP tersebut menyatakan, “Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pasal 25 ayat (2), pasal 127 ayat (2), dan pasal 128 ayat (7), jabatan kepala daerah diganti wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh presiden”.

Jika Gatot sudah menjadi gubernur definitif, lantas bagaimana dengan jabatan wagub yang kosong? Mekanisme pengisiannya diatur di pasal 131 ayat (2) PP tersebut. Jika sisa masa jabatannya masih tersisa lebih dari 18 bulan atau 1,5 tahun, maka dilakukan pemilihan, yang dilakukan oleh DPRD. Gatot yang mengajukan dua calon wagub, berdasarkan usulan partai pengusung saat pemilukada 2008.

“Sisa masa jabatannya dihitung sejak Gatot dilantik sebagai gubernur definitif,” ujar Donny. Misal Gatot dilantik Nopember 2011, maka masih ada sisa masa jabatan lebih 1,5 tahun dan karenanya harus ada pemilihan wagub.

Seperti diketahui, Syamsul mulai ditahan KPK sejak 22 Oktober 2010. Lantas, sejak 27 Mei 2011, masa penahanannya dibantarkan lantaran hari itu masuk RS Jantung Harapan Kita, yang disambung di RS Abdi Waluyo hingga saat ini.

Dengan demikian, Syamsul baru 8 bulan menjalani masa penahanan, yang nantinya akan menjadi pengurang terhadap vonis 2,5 tahun itu. Sedang 2,5 bulan masa perawatan di RS, tidak dihitung sebagai masa tahanan, karena masuk masa pembantaran.

Jika Syamsul atau pun JPU tidak banding, maka vonis itu bersifat incrach dan selanjutnya Presiden akan mengeluarkan Kepres pemberhentian tetap Syamsul sebagai gubernur Sumut. Diperkirakan, Syamsul sudah selesai menjalani masa hukuman sebelum Juni 2013, lantaran sudah pasti mendapatkan remisi-remisi dan pembebasan bersyarat.

Sekadar diketahui, dalam kasus Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan, yang hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, juga pernah muncul persepsi bahwa dia bisa bisa balik lagi menduduki jabatan bupati ketika sudah keluar penjara. Namun, begitu sudah selesai masa hukumannya, Vonie tetap tidak bisa lagi menjadi bupati untuk menghabiskan sisa masa jabatannya. Padahal, DPRD Minut yang meminta agar Vonie menjabat lagi.

Ogah Kembalikan
Permintaan penasehat hokum mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin, agar penikmat uang hasil korupsi APBD mengembalikannya, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Penikmat uang menganggap pengembalian uang rakyat dikamsud hanya mimpi belaka. Di pihak lain, masyarakat menilai penikmat uang rakyat Langkat tersebut cuma mau enaknya saja.

Anggota DPRD Langkat periode 1999-2004 dan 2004-2009, Syafril, menganggap pendapat pihak Syamsul Arifin agar orang yang turut menikmati uang korupsi APBD Langkat sebagai permintaan yang tidak gentlemen. Syamsul dinilai tipe pimpinan yang tidak bertanggungjawab atas perbuatannya.

“Sebagai pemimpin, semestinya dia (pihak Syamsul) tidak boleh demikian. Pasalnya, apa-apa yang sudah diberlakukan atau mengambil kebijakan harus disikapi dengan tanggung jawab. Jadi, anggap sajalah pemberian kepada penikmat uang Langkat itu sebagai amal ibadah dan harus tegar menjalani cobaan yang dihadapi sekarang,” kata Syafril, Jumat (19/8).

Ketua PDI-P Langkat itu mengisyaratkan, harapan kubu Syamsul menunggu pengembalian dari para penikmat uang hasil korupsi uang rakyat Langkat, tidak akan terjadi. “Wah kalau begitu ceritanya sama dengan mimpi artinya. Sebab, pemberian itu juga mungkin tidak diketahui penikmat secara langsung saat menerima dari Syamsul. Kalau mereka-mereka tahu, uang pemberian bersumber dari tidak legal maka otomatis ditolak karena takut kesandung persoalan hukum seperti sekarang ini,” tegas Syafril.

M Nuh mantan anggota dewan lainnya, ketika menduduki kursi legislatif tidak di era Syamsul juga merasa aneh dengan permintaan dimaksud. Sebab, diperkirakan dia penikmat tidak pernah berfikir atau tahu jika pemberian Syamsul bersumber dari saku panas.

“Hebat kalila orangnya itu, kalau mau menerima uang yang tidak jelas dari sumbernya. Karena mungkin para penikmat saat itu menganggap Syamsul sebagai dermawan ulung, jadi menerima saja apa yang diberikan,” ungkap Nuh.

Masih menurut eksekutif yang menjadi anggota Fraksi Karya Pembagunan (Golkar-sekarang), uang pemberian Syamsul kepada pihak-pihak sebagaimana diterakan disyaki merupakan kepintaran mantan bupati itu mensiasati sehingga memudarkan akal sehat penerima tanpa memperdulikan atau mengetahui dari mana asal uang dimaksud.

“Entahla kalau -pihak- yang lain ya, kalau secara pribadi saya berpendapat tak mungkin akan diperolehnya lagi sejumlah uang yang mungkin pernah dia bagikan kepada para penikmat itu. Mungkin-mungkin saja, diantara penikmat itu sudah tiada lagi -meninggal-, atau masih hidup tapi ya maaf dengan kondisi yang mungkin sudah kurang beruntung,” sela Nuh.

Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat, Misno Adi, permintaan dimaksud disikapi hal yang mustahil. Pasalnya, sangat dimungkinkan para penikmat tidak datang meminta uang saat itu namun dimanjakan Syamsul dengan saweran-saweran khasnya.

“Yach kalau masih mau juga memintanya kepada para penikmat itu, mungkin susah kita menegaskannya dimana sasarannya. Penikmat juga tidak pernah menyangka, buah saweran itu ternyata menjadi onak buat mereka. Untuk itu, harus jelaslah klasifikasi penikmat sebagaimana diungkapkan bagaimana,” seru Misno.

Masih kata dia, jika diantara para penikmat dimaksud dahulu mendatangi Syamsul berjanji muluk-muluk dengan program atau apa saja sifatnya apakah kesepakatan tertentu sehingga menerima imbalan dan tercatat, mungkin antara mereka (Syamsul-Penikmat) saja yang tahu.

Namun herannya lagi, sambung dia, ternyata Muspida serta organisasi-organisasi lainnya dicantumkan menikmati uang Langkat. Diperkirakan, pihak disebutkan tadi tidak sadar menerima bantuan uang rakyat bukan uang pribadi Syamsul.

“Apakah dia muspida atau organisasi apapun, mungkin tidak akan semudah diharapkan kubu Syamsul mengembalikan uang rakyat itu. Kalau mau dibilang mustahil mungkin bisa juga ya, tetapi yach kita lihat saja,” tukas Misno.

Sedangkan Riadi, warga Langkat, malah menganggap wakil rakyat yang menolak mengembalikan uang hasil korupsi sebagai orang yang tak bertanggung jawab. “Mau enaknya saja,” ketusnya.
Menurutnya, wakil rakyat penikmat unag korupsi itu yang harus bersikap gentelemen. Setidaknya, mereka mau mengembalikan mobil Isuzu Panther yang mereka pakai dan jelas-jelas bersumber dari korupsi APBD.

Pendapat ini dikuatkan oleh Siti Aminah, ibu rumah tangga yang tinggal di Pangkalan Berandan. “Saya tidak kenal mereka dan tidak terlalu paham bagaimana kinerja para DPRD, Muspida dan orang-orang lain yang dulu sangat dekat Syamsul. Tapi janganlah bertindak seperti pengecut waktu dimintai tangging jawab. Baiknya korupsi mereka ditangani KPK juga, biar tahu rasa,” ujar ibu dua anak ini. (sam/mag-4)

JAKARTA-Saat ini mulai muncul persepsi bahwa Syamsul Arifin bisa balik lagi menduduki jabatan sebagai gubernur Sumut, jika dia bisa menyelesaikan masa hukumannya sebelum Juni 2013. Alasannya, Syamsul dilantik jadi gubernur pada Juni 2008, sehingga masa kerjanya baru berakhir Juni 2013.

Kapuspen Kemendagri Reydonnyzar Moenek menyatakan anggapan seperti itu jelas salah. Sesuai ketentuan pasal 127 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan, dan pemberhentian kepada daerah, jika sudah ada putusan yang bersifat incrach yang menyatakan kepala daerah/wakil kepala daerah terbukti korupsi, maka akan diberhentikan secara permanen.

“Hanya saja, untuk kasus Syamsul Arifin, kan kita belum tahu apakah dia akan banding atau tidak, karena masih pikir-pikir, karena memang masih ada waktu,” ujar Reydonnyzar kepada koran ini, kemarin (19/8).

Pasal 127 ayat (1) berbunyi, “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD, karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi, terorisme, makar dan atau tindak pidana terhadap keamanan negara yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

Ditegaskan pula bahwa presiden mengeluarkan surat keputusan pemberhentian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (pasal 127 ayat 2).

Bagaimana jika vonis bersalah Syamsul sudah incrach dan dia menyelesaikan masa hukumannya sebelum Juni 2013? Lagi-lagi Donny- panggilan Reyddonyzar- menyatakan bahwa tetap saja Syamsul tidak bisa kembali duduk di kursi gubernur untuk menghabiskan masa jabatannya. “Jika sudah berkekuatan hukum tetap, Syamsul diberhentikan, maka Gatot menjadi gubernur hingga habisnya masa jabatan (Juni 2003,red),” kata Donny.

Dikatakan birokrat karir asal Sumbar itu, hal itu juga sudah diatur di pasal 131 PP Nomor 5 Tahun 2006. Pasal 131 ayat (1) PP tersebut menyatakan, “Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pasal 25 ayat (2), pasal 127 ayat (2), dan pasal 128 ayat (7), jabatan kepala daerah diganti wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh presiden”.

Jika Gatot sudah menjadi gubernur definitif, lantas bagaimana dengan jabatan wagub yang kosong? Mekanisme pengisiannya diatur di pasal 131 ayat (2) PP tersebut. Jika sisa masa jabatannya masih tersisa lebih dari 18 bulan atau 1,5 tahun, maka dilakukan pemilihan, yang dilakukan oleh DPRD. Gatot yang mengajukan dua calon wagub, berdasarkan usulan partai pengusung saat pemilukada 2008.

“Sisa masa jabatannya dihitung sejak Gatot dilantik sebagai gubernur definitif,” ujar Donny. Misal Gatot dilantik Nopember 2011, maka masih ada sisa masa jabatan lebih 1,5 tahun dan karenanya harus ada pemilihan wagub.

Seperti diketahui, Syamsul mulai ditahan KPK sejak 22 Oktober 2010. Lantas, sejak 27 Mei 2011, masa penahanannya dibantarkan lantaran hari itu masuk RS Jantung Harapan Kita, yang disambung di RS Abdi Waluyo hingga saat ini.

Dengan demikian, Syamsul baru 8 bulan menjalani masa penahanan, yang nantinya akan menjadi pengurang terhadap vonis 2,5 tahun itu. Sedang 2,5 bulan masa perawatan di RS, tidak dihitung sebagai masa tahanan, karena masuk masa pembantaran.

Jika Syamsul atau pun JPU tidak banding, maka vonis itu bersifat incrach dan selanjutnya Presiden akan mengeluarkan Kepres pemberhentian tetap Syamsul sebagai gubernur Sumut. Diperkirakan, Syamsul sudah selesai menjalani masa hukuman sebelum Juni 2013, lantaran sudah pasti mendapatkan remisi-remisi dan pembebasan bersyarat.

Sekadar diketahui, dalam kasus Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan, yang hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, juga pernah muncul persepsi bahwa dia bisa bisa balik lagi menduduki jabatan bupati ketika sudah keluar penjara. Namun, begitu sudah selesai masa hukumannya, Vonie tetap tidak bisa lagi menjadi bupati untuk menghabiskan sisa masa jabatannya. Padahal, DPRD Minut yang meminta agar Vonie menjabat lagi.

Ogah Kembalikan
Permintaan penasehat hokum mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin, agar penikmat uang hasil korupsi APBD mengembalikannya, menimbulkan pro kontra di masyarakat. Penikmat uang menganggap pengembalian uang rakyat dikamsud hanya mimpi belaka. Di pihak lain, masyarakat menilai penikmat uang rakyat Langkat tersebut cuma mau enaknya saja.

Anggota DPRD Langkat periode 1999-2004 dan 2004-2009, Syafril, menganggap pendapat pihak Syamsul Arifin agar orang yang turut menikmati uang korupsi APBD Langkat sebagai permintaan yang tidak gentlemen. Syamsul dinilai tipe pimpinan yang tidak bertanggungjawab atas perbuatannya.

“Sebagai pemimpin, semestinya dia (pihak Syamsul) tidak boleh demikian. Pasalnya, apa-apa yang sudah diberlakukan atau mengambil kebijakan harus disikapi dengan tanggung jawab. Jadi, anggap sajalah pemberian kepada penikmat uang Langkat itu sebagai amal ibadah dan harus tegar menjalani cobaan yang dihadapi sekarang,” kata Syafril, Jumat (19/8).

Ketua PDI-P Langkat itu mengisyaratkan, harapan kubu Syamsul menunggu pengembalian dari para penikmat uang hasil korupsi uang rakyat Langkat, tidak akan terjadi. “Wah kalau begitu ceritanya sama dengan mimpi artinya. Sebab, pemberian itu juga mungkin tidak diketahui penikmat secara langsung saat menerima dari Syamsul. Kalau mereka-mereka tahu, uang pemberian bersumber dari tidak legal maka otomatis ditolak karena takut kesandung persoalan hukum seperti sekarang ini,” tegas Syafril.

M Nuh mantan anggota dewan lainnya, ketika menduduki kursi legislatif tidak di era Syamsul juga merasa aneh dengan permintaan dimaksud. Sebab, diperkirakan dia penikmat tidak pernah berfikir atau tahu jika pemberian Syamsul bersumber dari saku panas.

“Hebat kalila orangnya itu, kalau mau menerima uang yang tidak jelas dari sumbernya. Karena mungkin para penikmat saat itu menganggap Syamsul sebagai dermawan ulung, jadi menerima saja apa yang diberikan,” ungkap Nuh.

Masih menurut eksekutif yang menjadi anggota Fraksi Karya Pembagunan (Golkar-sekarang), uang pemberian Syamsul kepada pihak-pihak sebagaimana diterakan disyaki merupakan kepintaran mantan bupati itu mensiasati sehingga memudarkan akal sehat penerima tanpa memperdulikan atau mengetahui dari mana asal uang dimaksud.

“Entahla kalau -pihak- yang lain ya, kalau secara pribadi saya berpendapat tak mungkin akan diperolehnya lagi sejumlah uang yang mungkin pernah dia bagikan kepada para penikmat itu. Mungkin-mungkin saja, diantara penikmat itu sudah tiada lagi -meninggal-, atau masih hidup tapi ya maaf dengan kondisi yang mungkin sudah kurang beruntung,” sela Nuh.

Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat, Misno Adi, permintaan dimaksud disikapi hal yang mustahil. Pasalnya, sangat dimungkinkan para penikmat tidak datang meminta uang saat itu namun dimanjakan Syamsul dengan saweran-saweran khasnya.

“Yach kalau masih mau juga memintanya kepada para penikmat itu, mungkin susah kita menegaskannya dimana sasarannya. Penikmat juga tidak pernah menyangka, buah saweran itu ternyata menjadi onak buat mereka. Untuk itu, harus jelaslah klasifikasi penikmat sebagaimana diungkapkan bagaimana,” seru Misno.

Masih kata dia, jika diantara para penikmat dimaksud dahulu mendatangi Syamsul berjanji muluk-muluk dengan program atau apa saja sifatnya apakah kesepakatan tertentu sehingga menerima imbalan dan tercatat, mungkin antara mereka (Syamsul-Penikmat) saja yang tahu.

Namun herannya lagi, sambung dia, ternyata Muspida serta organisasi-organisasi lainnya dicantumkan menikmati uang Langkat. Diperkirakan, pihak disebutkan tadi tidak sadar menerima bantuan uang rakyat bukan uang pribadi Syamsul.

“Apakah dia muspida atau organisasi apapun, mungkin tidak akan semudah diharapkan kubu Syamsul mengembalikan uang rakyat itu. Kalau mau dibilang mustahil mungkin bisa juga ya, tetapi yach kita lihat saja,” tukas Misno.

Sedangkan Riadi, warga Langkat, malah menganggap wakil rakyat yang menolak mengembalikan uang hasil korupsi sebagai orang yang tak bertanggung jawab. “Mau enaknya saja,” ketusnya.
Menurutnya, wakil rakyat penikmat unag korupsi itu yang harus bersikap gentelemen. Setidaknya, mereka mau mengembalikan mobil Isuzu Panther yang mereka pakai dan jelas-jelas bersumber dari korupsi APBD.

Pendapat ini dikuatkan oleh Siti Aminah, ibu rumah tangga yang tinggal di Pangkalan Berandan. “Saya tidak kenal mereka dan tidak terlalu paham bagaimana kinerja para DPRD, Muspida dan orang-orang lain yang dulu sangat dekat Syamsul. Tapi janganlah bertindak seperti pengecut waktu dimintai tangging jawab. Baiknya korupsi mereka ditangani KPK juga, biar tahu rasa,” ujar ibu dua anak ini. (sam/mag-4)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/