26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dunia Desak Kadhafi Menyerah

Warga Libya di Seluruh Dunia Lakukan Selebrasi

ROMA- Keberhasilan pasukan oposisi Libya memasuki dan menduduki sebagian Kota Tripoli kemarin (22/8) menuai reaksi positif dari berbagai belahan dunia. Para pemimpin dunia pun menyatakan keyakinan mereka bahwa rezim Muammar Kadhafi (69)  kalah. Itu berarti berakhir sudah kepemimpinan Kadhafi selama 42 tahun.

Selebrasi kekalahan Kadhafi bahkan sudah dirayakan oleh warga Libya yang tinggal di seluruh dunia. Mereka ramai-ramai turun ke jalan dan membakar ataupun menghancurkan gambar serta potret sang diktator tersebut. Pemandangan tersebut, antara lain, terlihat di Kuwait dan beberapa negara-negara Arab lain dan di Eropa.
Meskipun Tripoli belum berada di bawah kendali penuh kelompok oposisi, ribuan warga Libya meluapkan suka cita di kota asal masing-masing. Di Kota Benghazi, markas kubu oposisi yang ada di barat Libya, puluhan ribu warga membanjiri jalan-jalan hingga malam untuk menyaksikan detik-detik terakhir kejatuhan rezim Kadhafi.

Sejumlah orang dengan suka cita meneriakkan takbir. “Allahu Akbar,” seru mereka sebagai pernyataan syukur atas jatuhnya rezim Kadhafi. Sebagian warga yang lainnya mencemooh dan menistakan potret pemimpin yang senang memperlihatkan potongan rambut ala Afrika itu. “Tak ada lagi rambut keriting,” ujar warga.

Sejumlah pemimpin Eropa pun mengimbau Kadhafi agar segera menyerahkan diri guna menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Para pemimpin Eropa mulai berani menggambarkan masa depan hubungannya dengan Libya.
“Waktunya sudah habis. Tidak ada alternatif lain (bagi Kadhafi) kecuali menyerah dan dengan rela menjalani proses hukum yang berlaku,” tegas Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini mengomentari posisi Kadhafi saat ini. Bersamaan dengan itu, Italia juga mengirimkan tim khusus ke Kota Benghazi. Tim itu bertugas membantu oposisi memperbaiki kota dan memulihkan produksi minyak.

Pesan senada disampaikan Presiden Barack Obama pada Minggu lalu (21/8) waktu AS. Obama mengimbau Kadhafi menerima kenyataan dan menyerah tanpa perlawanan. “Cara paling sederhana untuk mengakhiri pertumpahan darah adalah Kadhafi dan seluruh rezimnya mengakui bahwa masa kekuasaan mereka telah berakhir,” tuturnya.
Prancis pun langsung menjadwalkan pertemuan khusus tentang Libya pekan depan. Pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy berharap bisa merancang masa depan yang lebih baik dengan Libya pasca tergulingnya Kadhafi. Sikap yang sama disampaikan oleh Inggris dan AS. Saat kali pertama revolusi sipil bergulir di Libya, tiga negara sekutu itu paling gencar mendesak PBB merestui aksi militer terhadap negara tersebut.

“Rezimnya sudah cerai berai. Kadhafi harus menyudahi pertempuran tanpa syarat,” kata Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron di London. Dia juga berjanji akan membantu pemerintahan Dewan Transisi Nasional (NTC) untuk membenahi Libya. Sebagai langkah awal, Cameron memerintahkan seluruh diplomatnya yang ada di Benghazi untuk kembali ke Tripoli.

Dari Brussels, Belgia, Uni Eropa (UE) mendeklarasikan janjinya untuk membantu NTC mendirikan pemerintahan baru yang lebih demokratis di Libya. “Kami akan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi di Libya berdasar keadilan sosial, keterbukaan, dan integritas wilayah,” kata jubir UE saat membacakan pernyataan bersama kemarin.
Meski begitu, risiko buruk jika Kadhafi ngotot bertahan tetap menjadi salah satu bahan pertimbangan negara-negara sekutu AS. Salah satunya adalah Swedia. Lewat pidato yang disiarkan oleh stasiun televisi nasional, PM Fredrik Reinfeldt mengimbau masyarakat dunia tetap waspada. Menurut dia, menyeret Kadhafi ke Pengadilan Kriminal Internasional bukanlah perkara mudah.

“Masih tersisa kemungkinan bahwa kekerasan di Libya akan semakin meningkat. Saat ini, kita justru berada pada masa-masa yang paling genting. Sebab, ada sangat banyak kelompok militan yang menyandang senjata di luar sana, dan semuanya siap menghabisi siapapun yang menghalangi kemenangan mereka,” pesannya seperti dikutip Kantor Berita TT. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Warga Libya di Seluruh Dunia Lakukan Selebrasi

ROMA- Keberhasilan pasukan oposisi Libya memasuki dan menduduki sebagian Kota Tripoli kemarin (22/8) menuai reaksi positif dari berbagai belahan dunia. Para pemimpin dunia pun menyatakan keyakinan mereka bahwa rezim Muammar Kadhafi (69)  kalah. Itu berarti berakhir sudah kepemimpinan Kadhafi selama 42 tahun.

Selebrasi kekalahan Kadhafi bahkan sudah dirayakan oleh warga Libya yang tinggal di seluruh dunia. Mereka ramai-ramai turun ke jalan dan membakar ataupun menghancurkan gambar serta potret sang diktator tersebut. Pemandangan tersebut, antara lain, terlihat di Kuwait dan beberapa negara-negara Arab lain dan di Eropa.
Meskipun Tripoli belum berada di bawah kendali penuh kelompok oposisi, ribuan warga Libya meluapkan suka cita di kota asal masing-masing. Di Kota Benghazi, markas kubu oposisi yang ada di barat Libya, puluhan ribu warga membanjiri jalan-jalan hingga malam untuk menyaksikan detik-detik terakhir kejatuhan rezim Kadhafi.

Sejumlah orang dengan suka cita meneriakkan takbir. “Allahu Akbar,” seru mereka sebagai pernyataan syukur atas jatuhnya rezim Kadhafi. Sebagian warga yang lainnya mencemooh dan menistakan potret pemimpin yang senang memperlihatkan potongan rambut ala Afrika itu. “Tak ada lagi rambut keriting,” ujar warga.

Sejumlah pemimpin Eropa pun mengimbau Kadhafi agar segera menyerahkan diri guna menghindari pertumpahan darah lebih lanjut. Para pemimpin Eropa mulai berani menggambarkan masa depan hubungannya dengan Libya.
“Waktunya sudah habis. Tidak ada alternatif lain (bagi Kadhafi) kecuali menyerah dan dengan rela menjalani proses hukum yang berlaku,” tegas Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini mengomentari posisi Kadhafi saat ini. Bersamaan dengan itu, Italia juga mengirimkan tim khusus ke Kota Benghazi. Tim itu bertugas membantu oposisi memperbaiki kota dan memulihkan produksi minyak.

Pesan senada disampaikan Presiden Barack Obama pada Minggu lalu (21/8) waktu AS. Obama mengimbau Kadhafi menerima kenyataan dan menyerah tanpa perlawanan. “Cara paling sederhana untuk mengakhiri pertumpahan darah adalah Kadhafi dan seluruh rezimnya mengakui bahwa masa kekuasaan mereka telah berakhir,” tuturnya.
Prancis pun langsung menjadwalkan pertemuan khusus tentang Libya pekan depan. Pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy berharap bisa merancang masa depan yang lebih baik dengan Libya pasca tergulingnya Kadhafi. Sikap yang sama disampaikan oleh Inggris dan AS. Saat kali pertama revolusi sipil bergulir di Libya, tiga negara sekutu itu paling gencar mendesak PBB merestui aksi militer terhadap negara tersebut.

“Rezimnya sudah cerai berai. Kadhafi harus menyudahi pertempuran tanpa syarat,” kata Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron di London. Dia juga berjanji akan membantu pemerintahan Dewan Transisi Nasional (NTC) untuk membenahi Libya. Sebagai langkah awal, Cameron memerintahkan seluruh diplomatnya yang ada di Benghazi untuk kembali ke Tripoli.

Dari Brussels, Belgia, Uni Eropa (UE) mendeklarasikan janjinya untuk membantu NTC mendirikan pemerintahan baru yang lebih demokratis di Libya. “Kami akan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi di Libya berdasar keadilan sosial, keterbukaan, dan integritas wilayah,” kata jubir UE saat membacakan pernyataan bersama kemarin.
Meski begitu, risiko buruk jika Kadhafi ngotot bertahan tetap menjadi salah satu bahan pertimbangan negara-negara sekutu AS. Salah satunya adalah Swedia. Lewat pidato yang disiarkan oleh stasiun televisi nasional, PM Fredrik Reinfeldt mengimbau masyarakat dunia tetap waspada. Menurut dia, menyeret Kadhafi ke Pengadilan Kriminal Internasional bukanlah perkara mudah.

“Masih tersisa kemungkinan bahwa kekerasan di Libya akan semakin meningkat. Saat ini, kita justru berada pada masa-masa yang paling genting. Sebab, ada sangat banyak kelompok militan yang menyandang senjata di luar sana, dan semuanya siap menghabisi siapapun yang menghalangi kemenangan mereka,” pesannya seperti dikutip Kantor Berita TT. (ap/afp/hep/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/