35 Wartawan Tersandera, 8 Bulan Lagi Pemilu
TRIPOLI- Kurang dari 24 jam setelah Saif Al Islam muncul di Hotel Rixos, Tripoli, untuk memperlihatkan bahwa sang bapak, Muammar Kadhafi, masih berkuasa di Libya, pemberontak berhasil menduduki Bab Al Aziziya. Kompleks kediaman seluas enam kilometer persegi yang selama ini menjadi simbol kekuasaan sang kolonel itu direbut dalam pertempuran tak sampai dua jam.
Memang, lewat Al Orouba TV, kanal televisi milik pendukungnya yang berbasis di Syria, Kadhafi yang hingga kini berada di persembuyiannya belum diketahui mengirimkan pesan audio yang menyatakan dirinya sengaja meninggalkan Bab Al Aziziya untuk kepentingan taktis. Tapi, bagaimanapun, lepasnya kompleks dengan rangkaian bungker di bawahnya itu jelas merupakan pukulan telak bagi rezim yang telah berkuasa selama 42 tahun itu.
Direbutnya Bab Al Aziziya juga mengakibatkan para loyalis Kadhafi kocar-kacir tersebar ke berbagai wilayah pinggiran Tripoli. Di sana mereka melakukan perlawanan-perlawanan sporadis yang tidak terlalu berarti.
Sebaliknya, kubu pemberontak kian percaya diri. Mustafa Abdel Jalil, ketua Dewan Transisi Nasional (NTC) dengan lantang kemarin menyatakan Libya bakal menghelat pemilu presiden dan legislatif delapan bulan mulai sekarang atau April tahun depan.
“Kami menginginkan pemerintahan yang demokratis dan konstitusi yang adil. Yang lebih penting daripada itu, kami tak mau lagi terisolasi dari komunitas internasional seperti yang kami alami hingga kini,” kata Jalil kepada koran Italia La Repubblica, sebagaimana dikutip Washington Post.
Dari persembunyiannya, Kadhafi terus mengobarkan semangat perlawanan hingga titik darah penghabisan. “Mengapa kalian membiarkan mereka (pemberontak) menghadirkan malapetaka” Teruslah berjuang sampai merebut kemenangan atau mati sebagai martir,” katanya dalam pesan yang disiarkan Al Orouba ditujukan ke rakyat Libya sebagaimana dikutip AP.
Pemberontak harus mencamkan betul pesan itu. Sebab, sebagaimana diingatkan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague, Kadhafi masih punya banyak artileri pemungkas yang mematikan: mulai senjata kimia, rudal Scud, hingga bom mortar.
“Anda tidak bisa menduga sepenuhnya apa yang akan dilakukan rezim Kadhafi. Mereka rezim yang bengis,” kata Hague kepada BBC. “Nyawa mereka terancam. Mereka masih punya pasukan. Jadi, jangan anggap sepi ancaman mereka.”
Diperkirakan, rezim Kadhafi masih memiliki 240 rudal Scud B dan sejumlah besar senjata kimia serta bom mortar. Rudal Scud tipe B itu memiliki jarak jangkau hingga 180 mil (288 kilometer) dan berhulu ledak yang mampu meluluhlantakkan jalanan kota.
Beberapa waktu lalu pasukan Kadhafi menembakkan satu Scud dari Sirte, kota kelahiran diktator berusia 69 tahun itu, ke arah Misrata, kota di bagian timur Libya yang dikuasai pemberontak.
Sementara itu, 35 warga asing, mayoritas di antara mereka adalah wartawan, hingga kemarin masih terjebak di Hotel Rixos, Tripoli, yang letaknya tak jauh dari Bab Al Aziziya. Seorang di antara mereka adalah anggota Kongres Amerika Serikat Walter Fauntroy.
Mereka tidak bisa ke mana-mana karena hotel bintang lima itu diduduki loyalis Kadhafi bersenjatakan AK-47. Sedangkan di luar sana, pemberontak yang berkuasa.
Sebanyak 35 orang tersebut sudah lima hari tersandera di hotel tempat Saif Al Islam muncul pada Selasa lalu (23/8). Stok makanan di hotel bertarif 500 poundsterling itu memang masih ada, tapi menipis. Yang paling mengkhawatirkan adalah suplai air bersih dan listrik.
Seorang kamerawan ITN Selasa lalu berusaha meninggalkan hotel. Tapi, dia diancam dengan todongan AK-47 oleh seorang loyalis Kadhafi yang berjaga di sana dan harus membatalkan rencananya. Mereka semua kini berkumpul di ruang konferensi di lantai dasar hotel.
“Kami sebenarnya ingin bernegosiasi agar bisa dipindahkan ke lokasi yang lebih aman, tapi tak diperbolehkan,” kata Dario Lopez-Mills, reporter AP, yang terjebak di hotel itu.
Konon, para pemberontak sudah bergerak mendekati hotel tersebut. “Saya kira semua ini segera berakhir. Tapi, mudah-mudahan semua berakhir dengan mulus, bukan dengan kekerasan. Para penjaga mau menyerahkan senjata dan para pemberontak memperlakukan mereka dengan baik,” ujar Tadek Markowski, produser Fox News, yang juga tersandera di hotel tersebut, sebagaimana dikutip Daily Mail.
Hotel Rixos merupakan hotel yang dipilih Saif Al Islam untuk menampung semua wartawan asing yang dia undang datang ke Tripoli di awal konflik. Dalam setiap perang yang terjadi pada era modern, memang ada hotel yang dijadikan markas bagi media.
Di konflik Lebanon pada 1980-an, ada Hotel Commodore di Beirut. Satu dekade kemudian, saat Perang Balkan meletus, Hotel Holiday Inn di Sarajevo menjadi semacam media center. Sedangkan ketika AS menginvasi Iraq pada awal 2000-an, Hotel Palestine menjadi pos para pemburu berita.
Hotel-hotel tersebut rata-rata dilengkapi atap yang aman digunakan para wartawan untuk memantau peperangan sekaligus mengirimkan berita. Selain itu, biasanya hotel dilengkapi tanda agar kubu-kubu yang berperang tak menyerang lokasi tersebut. (c4/ttg/jpnn)