KARO, SUMUTPOS.CO – Dugaan penyimpangan penggunaan dana ADD Karo untuk studi banding senilai Rp2 miliar, resmi dilaporkan kepada Kapolres Tanah Karo, AKBP Rio Nababan melalui Kasium, Aiptu Yoyon pada Kamis (10/8).
“Sesuai perintah UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No 31/1999 jo UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kegiatan studi banding para Pelaksana Jabatan (Pj) Kepala Desa Kab. Karo ke Kota Bandung pada Agustus-November tahun lalu, harus diusut sampai tuntas. Sebelumnya juga kegiatan studi banding itu mendapat sorotan tajam dan kritikan pedas dari sejumlah kalangan masyarakat sangat beralasan,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Cabang Komite Eksekutif Badan Penelitian Aset Negara (BPAN) Lembaga Aliansi Indonesia Kabupaten Karo, Sarjana Ginting kepada wartawan usai menyerahkan bukti laporan.
Sesuai nawa cita dan instruksi Presiden Jokowi memajukan Indonesia dari desa, tidak boleh anggaran dana desa dipotong dengan dalih ataupun modus pelatihan atau studi banding,” kecamnya.
Banyak kejanggalan penggunaan dana ADD untuk studi banding. Diantaranya, saat pembahasan anggaran, dana pelatihan Pj kepala desa ke Bogor, Lembang dan Bandung tidak muncul. Namun saat evaluasi APBDes tiba-tiba dana pelatihan Pj kepala desa dimasukkan.
“Yang menjadi pertanyaan, apa payung hukumnya, siapa yang mengkoordinir. Nah ini artinya perencanaannya tidak matang, patut diduga ada maksud oknum tertentu untuk meraup keuntungan diri sendiri maupun kelompoknya,” imbuh Sarjana.
Sungguh sangat disesalkan, study banding yang menyedot angaran Rp 2 miliar yang bersumber dari APBDes masing–masing desa dilaksanakan saat Kab. Karo sangat membutuhkan suntikan dana untuk percepatan pembangunan, khususnya di tengah bencana erupsi Sinabung yang berkepanjangan. Sudah jelas, satu bentuk pemborosan APBDes, tidak memberikan hasil atau manfaat yang positif dan berarti, baik bagi Pemerintah Desa (Pemdes) maupun untuk masyarakat di desa, lontarnya.
“Seharusnya keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparansi, akuntabel, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran,” tandasnya.
Keanehan lainnya, tanggal 20 Desember 2016 lalu, atau dua minggu setelah studi banding, calon kepala desa terpilih dilantik Bupati Karo. Nah, kenapa ngotot membawa 200-an Pj kepala desa studi banding yang dua minggu setelahnya kembali ke habitatnya.
Untuk itu, sambung Sarjana, Kejaksaan Negeri (Kejari) Karo maupun Inpektorat Kabupaten Karo harusnya dari awal tidak boleh tinggal diam. Mereka harus bergerak cepat, menginvestigasi dugaan penyalahgunaan alokasi dana desa.
Keberangkatan 200-an Pj Kepala Desa se Kabupaten Karo terdiri dari tiga gelombang, yakni gelombang pertama sekitar 41 orang, gelombang kedua, 90 orang dan gelombang ketiga 71 orang. Anggaran kegiatan itu dibiayai APBDes masing-masing, yang bersumber dari ADD dan dana bagi hasil pajak.
“Biaya, Rp 10 juta per orang dengan rincian Rp 5 juta untuk tiket pulang pergi dan Rp 5 juta biaya pelatihan selama empat malam lima hari di Subang, Bogor dan Lembang,” paparnya. (nit/ras)