31.7 C
Medan
Sunday, May 26, 2024

Oknum Polisi Divonis Jauh Dari Tuntutan Jaksa, Pengamat: Prihatin Dengan Putusan Hakim

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Terkait putusan 1 tahun kepada oknum polisi berinisial SH yang dijatuhi majelis hakim Pengadilan Negeri Binjai, hal tersebut disesalkan Praktisi Hukum, Redyanto Sidi. Dia pun prihatin melihat putusan yang dijatuhi Ledis Meriana Bakkara selaku Ketua Majelis Hakim, yang diketahui sudah dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Stabat sekaligus mantan Wakil Ketua PN Binjai.

“Yang pertama kita prihatin dengan putusan ini, karena idealnya orang yang jadi penegak hukum, harusnya dikenakan pemberatan pidana. Karena selain melanggar sumpah jabatan dan Undang-Undang, juga permalukan institusi atas perilakunya secara personal,” kata Redyanto saat diminta tanggapannya, Selasa (26/7/2022).

Dia menjelaskan, sejatinya hakim memiliki wewenang berdasarkan 2 alat bukti yang sah. Setelahnya, hakim memutuskan seorang terdakwa bersalah atau tidak.

“Ketika ada fakta yang terungkap dalam persidangan, seharusnya hakim perintahkan kepada jaksa mencatat dalam Berita Acara Persidangan, sehingga fakta tersebut dikembangkan. Dan hakim perintahkan untuk melakukan kajian lanjutan, kalau perlu mengeluarkan penetapan atas fakta tersebut,” ujar dia.

Ini dilakukan, sambung Redyanto, agar peristiwa tersebut dapat terungkap sampai dengan siapa yang jadi pengedar hingga narkotika jenis sabu tersebut milik siapa. Bagi dia, narkoba adalah musuh bersama.

Karenanya, jika hakim membuat penilaian dan kesimpulan yang sangat sederhana dan menjauhi putusan yang jauh dari tuntutan jaksa, dia menilai, hal tersebut memprihatinkan. Dia pun menyarankan agar jaksa banding atas putusan majelis hakim.

Alasannya, dia bilang, demi kebenaran dan keadilan dalam perkara ini sekaligus membuktikan fakta narkotika jenis sabu tersebut diduga milik SH. “Saya kira perlu juga kajian atau eksaminasi putusan terhadap putusan yang dibuat oleh majelis hakim ini. Saya kira juga perlu Pengadilan Tinggi melakukan pemeriksaan terhadap hakim tersebut,” kata dia.

Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim). Eksaminasi sering disebut dengan legal annotation, yaitu pemberian catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa.

“Hal ini perlu dilakukan untuk menjelaskan agar apa yang diduga karena aneh (putusan) bertolak dengan fakta, supaya terjawab. Perlu dilakukan eksaminasi putusan dan pemeriksaan terhadap hakim tersebut,” tukasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum, Meirita Pakpahan menuntut terdakwa SH dengan hukuman 8 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan. Dalam tuntutan JPU, oknum polisi yang berdinas di Polres Langkat ini dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan percobaan atau pemufakatan jahat menawarkan diri untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar agar menyerahkan narkotika golongan I sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan pertama primair pasal 114 ayat 1 Jo pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Namun, majelis hakim menepis tuntutan jaksa.

Majelis berpandangan barang bukti berupa 4 paket narkotika jenis sabu dengan berat kotor 2,86 gram dan berat bersih 1,73 gram ini bukan milik SH. Melainkan milik RM yang ditangkap bersama dengan oknum polisi tersebut.

Karenanya, ketetapan majelis hakim dalam amar putusannya menetapkan sabu dan barang bukti lainnya berupa 8 plastik klip kosong, 1 skop sabu, 1 timba dan uang tunai senilai Rp90 ribu diserahkan kepada JPU untuk dijadikan barang bukti dalam perkara RM. “SH dengan RM ini beda berkas,” kata Humas PN Binjai, Wira Indra Bangsa, Senin (25/7/2022).

Dia menjelaskan, saksi-saksi dalam persidangan tidak ada memberatkan terdakwa SH. Artinya, barang bukti tersebut tidak ada menyebutkan milik SH.

“Hanya RM yang bilang narkotika jenis sabu ini milik oknum polisi tersebut. Bagaimana mau dibuktikan barang bukti itu milik SH, sementara saat penangkapan, sabu tersebut dipegang oleh RM,” bebernya.

Dalam tuntutan JPU, hal yang memberatkan terdakwa adalah seorang penegak hukum. Sementara, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Binjai, Fatah Chotib menyatakan, pihaknya banding atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim. “Sikap kami banding karena dari pasal dan hukuman berbeda jauh,” tukasnya.

Diketahui, RM dan SH diamankan Satresnarkoba Polres Binjai di Jalan Kuini, Lingkungan V, Kelurahan Limau Sundai, Binjai Barat, pertengahan Februari 2022. Penangkapan yang dilakukan polisi diketahui oleh SH yang ketepatan tengah di kediaman RM.

Dalam proses penangkapannya, polisi yang menyamar sebagai pembeli sabu memanggil nama RM untuk melakukan transaksi. Saat panggil nama RM, SH mendengar suara yang memanggil adalah anggota polisi.

Singkat cerita, SH berupaya kabur saat polisi mengamankan RM. Sayang, langkah SH berakhir kandas dan kini keduanya sudah meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai. (ted/tri)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Terkait putusan 1 tahun kepada oknum polisi berinisial SH yang dijatuhi majelis hakim Pengadilan Negeri Binjai, hal tersebut disesalkan Praktisi Hukum, Redyanto Sidi. Dia pun prihatin melihat putusan yang dijatuhi Ledis Meriana Bakkara selaku Ketua Majelis Hakim, yang diketahui sudah dipromosikan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Stabat sekaligus mantan Wakil Ketua PN Binjai.

“Yang pertama kita prihatin dengan putusan ini, karena idealnya orang yang jadi penegak hukum, harusnya dikenakan pemberatan pidana. Karena selain melanggar sumpah jabatan dan Undang-Undang, juga permalukan institusi atas perilakunya secara personal,” kata Redyanto saat diminta tanggapannya, Selasa (26/7/2022).

Dia menjelaskan, sejatinya hakim memiliki wewenang berdasarkan 2 alat bukti yang sah. Setelahnya, hakim memutuskan seorang terdakwa bersalah atau tidak.

“Ketika ada fakta yang terungkap dalam persidangan, seharusnya hakim perintahkan kepada jaksa mencatat dalam Berita Acara Persidangan, sehingga fakta tersebut dikembangkan. Dan hakim perintahkan untuk melakukan kajian lanjutan, kalau perlu mengeluarkan penetapan atas fakta tersebut,” ujar dia.

Ini dilakukan, sambung Redyanto, agar peristiwa tersebut dapat terungkap sampai dengan siapa yang jadi pengedar hingga narkotika jenis sabu tersebut milik siapa. Bagi dia, narkoba adalah musuh bersama.

Karenanya, jika hakim membuat penilaian dan kesimpulan yang sangat sederhana dan menjauhi putusan yang jauh dari tuntutan jaksa, dia menilai, hal tersebut memprihatinkan. Dia pun menyarankan agar jaksa banding atas putusan majelis hakim.

Alasannya, dia bilang, demi kebenaran dan keadilan dalam perkara ini sekaligus membuktikan fakta narkotika jenis sabu tersebut diduga milik SH. “Saya kira perlu juga kajian atau eksaminasi putusan terhadap putusan yang dibuat oleh majelis hakim ini. Saya kira juga perlu Pengadilan Tinggi melakukan pemeriksaan terhadap hakim tersebut,” kata dia.

Eksaminasi adalah pengujian atau pemeriksaan terhadap surat dakwaan (jaksa) atau putusan pengadilan (hakim). Eksaminasi sering disebut dengan legal annotation, yaitu pemberian catatan-catatan hukum terhadap putusan pengadilan maupun dakwaan jaksa.

“Hal ini perlu dilakukan untuk menjelaskan agar apa yang diduga karena aneh (putusan) bertolak dengan fakta, supaya terjawab. Perlu dilakukan eksaminasi putusan dan pemeriksaan terhadap hakim tersebut,” tukasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum, Meirita Pakpahan menuntut terdakwa SH dengan hukuman 8 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan. Dalam tuntutan JPU, oknum polisi yang berdinas di Polres Langkat ini dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan percobaan atau pemufakatan jahat menawarkan diri untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar agar menyerahkan narkotika golongan I sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan pertama primair pasal 114 ayat 1 Jo pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Namun, majelis hakim menepis tuntutan jaksa.

Majelis berpandangan barang bukti berupa 4 paket narkotika jenis sabu dengan berat kotor 2,86 gram dan berat bersih 1,73 gram ini bukan milik SH. Melainkan milik RM yang ditangkap bersama dengan oknum polisi tersebut.

Karenanya, ketetapan majelis hakim dalam amar putusannya menetapkan sabu dan barang bukti lainnya berupa 8 plastik klip kosong, 1 skop sabu, 1 timba dan uang tunai senilai Rp90 ribu diserahkan kepada JPU untuk dijadikan barang bukti dalam perkara RM. “SH dengan RM ini beda berkas,” kata Humas PN Binjai, Wira Indra Bangsa, Senin (25/7/2022).

Dia menjelaskan, saksi-saksi dalam persidangan tidak ada memberatkan terdakwa SH. Artinya, barang bukti tersebut tidak ada menyebutkan milik SH.

“Hanya RM yang bilang narkotika jenis sabu ini milik oknum polisi tersebut. Bagaimana mau dibuktikan barang bukti itu milik SH, sementara saat penangkapan, sabu tersebut dipegang oleh RM,” bebernya.

Dalam tuntutan JPU, hal yang memberatkan terdakwa adalah seorang penegak hukum. Sementara, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Binjai, Fatah Chotib menyatakan, pihaknya banding atas putusan yang dijatuhkan majelis hakim. “Sikap kami banding karena dari pasal dan hukuman berbeda jauh,” tukasnya.

Diketahui, RM dan SH diamankan Satresnarkoba Polres Binjai di Jalan Kuini, Lingkungan V, Kelurahan Limau Sundai, Binjai Barat, pertengahan Februari 2022. Penangkapan yang dilakukan polisi diketahui oleh SH yang ketepatan tengah di kediaman RM.

Dalam proses penangkapannya, polisi yang menyamar sebagai pembeli sabu memanggil nama RM untuk melakukan transaksi. Saat panggil nama RM, SH mendengar suara yang memanggil adalah anggota polisi.

Singkat cerita, SH berupaya kabur saat polisi mengamankan RM. Sayang, langkah SH berakhir kandas dan kini keduanya sudah meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Binjai. (ted/tri)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/