MEDAN, SUMUTPOS.CO -Setiap Presiden memiliki gaya kepemimpinan berbeda, dan menjadi kewajiban protokol untuk memahami dan menyesuaikan diri. Tujuannya agar protokol bisa memberi pelayanan yang baik, sehingga tugas kenegaraan bisa berjalan baik dan lancar.
“Gaya kepemimpinan Pak Jokowi tentu berbeda dengan Pak SBY, berbeda dengan Bu Mega, dan Presiden lainnya,” ungkap Kabiro Protokol Sekertariat Presiden RI Ari Setiawan, saat berbagi pengalaman dan tips kepada para protokol se-Sumatera Utara (Sumut), Selasa (12/9) malam.
Hal itu disampaikanya dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pelayanan Keprotokolan Lingkup Kabupaten/Kota se Provinsi Sumut di Fave Hotel Jalan S Parman Medan, 12-14 September 2017. Pada acara itu, hadir Plt Sekda Sumut Ibnu S Hutomo, Kabiro Humas dan Keprotokolan Ilyas S Sitorus, serta Kabag Keprotokolan Setda Sumut Moetaqien Hasrimy.
Pak Harto misalnya, lanjut Ari, seorang militer memiliki wibawa dan pendiam. Pak Habibie seorang teknokrat, yang lama di luar negeri dan tidak terlalu kaku dalam hal Keprotokolan. “Sementara pada era Gus Dur, istana begitu terbuka, siapapun boleh ke istana, bahkan dengan memakai sendal,” beber pria yang telah berpengalaman puluhan tahun sebagai protokol di Istana Negara itu.
Lebih lanjut Ari mengatakan, setiap pemimpin memang punya gaya dan cara mengambil keputusan. “Namun bukan Presiden yang menyesuaikan dengan budaya istana, justru kami yang harus bisa merubah gaya, menyesuaikan dengan Presiden. Tujuannya agar beliau tidak perlu habis waktu beradaptasi dan bisa fokus bertugas memimpin negara,” katanya.
Ari kemudian banyak bercerita tentang kebiasaan keprotokolan pada masa kepemimipinan Presiden Jokowi, yang banyak dipengaruhi latar belakang sang Presiden. Misalnya setiap kunjungan ke daerah, Jokowi melarang banyak pejabat menjemputnya di bandara, maksimal hanya 5 pejabat, didampingi istri masing-masing. Beliau dulunya pengusaha, kata Ari, suka yang praktis dan efisien. Jokowi menurutnya, tidak mau banyak pejabat yang hadir justru mengganggu tugas-tugas pelayanannya di daerah.
Lebih jauh Ari mengatakan, dalam setiap acara yang digelar, protokol diibaratkan sebagai seorang dirijen orkestra. Perencanaan merupakan hal yang sangat penting. “Demikian juga kesiapan diri sebagai protokol, harus siap mental, rapi berpakaian, kebersihan, sol sepatu bahkan sangat menentukan. Protokol harus wangi dan menguasai medan, tau di mana tempat makan, kamar kecil, dan lainnya,” jelas Ari.
Selain berbagi pengalaman selama puluhan tahun sebagai protokol di Istana Negara, Ari juga memberi motivasi kepada para protokol di daerah untuk tidak bosan belajar dan bekerja dengan ikhlas. Bekerja sebagai protokol menurutnya merupakan pengalaman yang sangat berharga. “Biasanya kalau sudah pernah menjadi protokol, orangnya sudah teruji, dan bisa jadi modal untuk berkarir dan bertugas di mana pun,” jelasnya.
Acara sosialisasi dibuka Plt Sekda Sumut Ibnu S Hutomo, yang berharap, melalui sosialisasi bisa meningkatkan kemampuan dan wawasan para protokol. “Protokol identik dengan wajah atau performa suatu institusi, bahkan menjadi figur sentral pada setiap acara formal maupun semi formal. Karenanya upaya peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga protokoler di lingkup kabupaten/kota se Sumut merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian bersama,” katanya.
Sementara Kabiro Humas dan Keprotokolan Pemprov Sumut, Ilyas S Sitorus menjelaskan, acara sosialisasi yang melibatkan seluruh protokol se-Sumut ini merupakan yang pertama kali digelar sejak 10 tahun terakhir. Sebagai biro yang baru hadir pada 2017, pihaknya kembali menggelar acara sosialisasi atau pelatihan bagi protokol se-Sumut, yang sudah lama tidak digelar. “Acara seperti ini sangat penting dan strategis bagi peningkatan kualitas SDM protokol, sekaligus penguatan koordinasi dan jejaring sesama protokol di Sumut,” pungkasnya. (bal/saz)