MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sengketa lahan jalan tol Medan-Binjai seksi 1 Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, bergulir ke ranah hukum. Tiga warga mengaku keturunan Raja Deli ke-10, menggugat tim penyelesaian tanah, BPN serta lurah setempat ke Pengadilan Negeri Medan.
Dari informasi diperoleh Sumut Pos, Selasa (3/10), ketiga penggugat yakni Drs Tengku Azan Khan MSc, Tengku Isywari Binti Tengku Isyamuddin, dan Tengku Awaluddin Taufiq melakukan gugatan, karena saat ganti rugi lahan proyek jalan tol, mereka tidak dilibatkan. Hal ini diungkapkan Afrizon Alwi SH MH, selaku kuasa hukum penggugat.
“Klien saya menyatakan tanah itu miliknya. Tapi, pada saat pembahasan soal ganti rugi lahan, kenapa mereka tidak dilibatkan? Ini ada apa?” ujar Afrizon Alwi kepada Sumut Pos, Selasa (3/10).
Menurut, Afrizon ketiga pengugat adalah keturunan Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah yang merupakan Raja Deli ke-10, dan mempunyai alas hak surat Grand Sultan Nomor 264 tahun 1923. Dan, kala itu atau pada tahun 1983, telah didaftarkan di bagian Konversi Wedana. “Di BPN Pusat pernah digelar perkara ini, surat grand sultan klien saya dinyatakan sebagai alas hak yang benar dan sah. Anehnya, kenapa BPN Medan dan BPN Sumut malah mengabaikan putusan itu?” ungkapnya.
Selain BPN pusat menyatakan sah, lanjutnya, pada sidang perdata di pengadilan beberapa tahun lalu, perkara sengketa tanah dimaksud juga dimenangkan ketiga warga penggugat dengan putusan inkrah. “Putusan itukan sudah inkrah. Dan, diterangkan kalau sertifikat yang dimiliki pihak lain di luar dari grand sultan ini adalah cacat yuridis,” terang Afrizon.
Untuk obyek tanah di Kelurahan Tanjungmulia, Medan Deli, yang telah diputuskan pengadilan serta BPN pusat luasanya mencapai 150 hektar. Namun, yang terdampak proyek pembangunan jalan tol Medan-Binjai sekitar 16 hektar. “Tak semua, cuma 16 hektar saja yang terdampak proyek jalan tol. Besok (Rabu, red), dijadwalkan sidang perkara tanah ini digelar di PN Medan,” cetusnya. (rul)