26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Alat Berat Rp2 Miliar Gindo Kecewa Jadi Tersangka

Dugaan Korupsi

MEDAN- Mantan Kadis Bina Marga Medan Gindo Maraganti Hasibuan akhirnya angkat bicara atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat berat. Dia mengaku kecewa atas penetapan tersangka tersebut, karena dirinya tak dipanggil dalam gelar perkara tersebut.

“Seharusnya saya dipanggil dan mengetahui gelar perkara itu. Kenapa saya tidak dipanggil? Sementara saya yang dituding-tuding korupsi. Dan lagi, tiba-tiba saya sudah ditetapkan tersangka,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos melalui telepon selulernya, Senin (12/9).Dijelaskannya, dalam persoalan pengadaan alat berat tersebut, tidak ada uang negara yang dikorupsi. Semuanya berjalan sesuai aturan yang ada.

“Dalam pengadaan-pengadaan alat berat, ketika itu dibeli kan harus satu paketn
Tapi, kenapa Tipikor Poldasu melakukan analisis dengan cara dipisah-pisah. Saya ketahui pula, dalam audit BPKP awal tidak ada ditemukan kerugian negara. Namun, tiba-tiba tim auditor BPKP menyatakan ada kerugian negara. Namun ketika saya minta hasil auditnya, auditor BPKP mengatakan belum siap. Kenapa kok belum siap, bisa dinyatakan ada kerugian negara,” tandasnya.

Dibeberkannya, dalam mekanisme pencairan dana barang dan jasa Dinas Bina Marga Kota Medan APBD/PAPBD 2009, segala sesuatunya telah berjalan sesuai ketentuan yang ada.

Dijabarkannya, ada tujuh tahapan yang dilakukan dalam pengadaan alat berat tersebut yakni, pertama, surat pengajuan dari kontraktor. Kedua, berita acara penerimaan barang. Berita acara pekerjaan selesai 100 persen, jika konstruksi, gambar kosntruksi 0 persen, 50 persen, 100 persen. Surat pernyataan pengawas lapangan, PPTK, KPA, Konsultan (jika ada) bahwa pekerjaan sudah selesai 100 persen. Ketiga, berita acara setuju pembayaran oleh KPA dan kontraktor. Keempat, surat pengantar SPP-LS dari bendahara dinas ke PPK SKPD Dinas Bina Marga Medan. Kelima, surat permintaan pembayaran (SPP) oleh PPTK, bendahara dinas, diketahui oleh KPA. Keenam, SPM harus oleh Pengguna Anggaran (PA)/kepala SKPD sesuai Permendagri No 13/2006 Pasal 10 Huruf h. Ketujuh, Surat Perintah Pencairann Dana (SP2D) oleh Kabag Keuangan Pemko Medan.

“Nah, saya di posisi keenam, karena semua pejabat terkait telah menyetujui. Sementara saya, saat itu selaku pimpinan ketika semua sudah setuju, maka mesti saya tandatangani. Karena sudah sesuai proses yang ada,” terangnya lagi.
Terkait berbagai kasus tersebut, Gindo juga sempat membeberkan, pada Senin (12/9) sekira pukul 13.20 WIB, dirinya ditelepon seseorang melalui nomor ponsel 081264747xxx. Orang tersebut mengaku bernama Verdy Kalele yang merupakan Kasat Tipikor Polda Sumut dan meminta Gindo untuk ke kantor Dit Reskrimsus Polda Sumut guna menemui Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Sadono Budi Nugroho.

Bukan sekali itu saja, sebelum dirinya diperiksa Tipikor Polda Sumut pada Selasa (23/8) lalu, dan beberapa hari sebelum dirinya kembali dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pengadaan alat berat tersebut, Kamis (25/9) lalu, juga dengan nomor yang sama dan nama yang sama meminta dirinya untuk datang ke Tipikor Polda Sumut.
“Ada beberapa kali ditelepon untuk ke Polda. Tapi saya tidak datang, karena tidak pakai surat resmi. Saya akan hadir jika dipanggil berdasarkan surat resmi,” tukasnya.

Menyangkut oknum yang mencatut nama Kasat Tipikor Polda Sumut AKBP Verdy Kalele, wartawan koran ini mencoba menghubungi nomor ponsel tersebut, tapi tidak diangkat. Namun, beberapa saat kemudian, nomor tersebut mengirimkan pesan singkat ke ponsel wartawan koran ini dengan bunyi, “Maaf ini siapa?,”.

Mendapat pesan itu, wartawan Sumut Pos langsung menguhubungi nomor tersebut. Saat diangkat, terdengar suara seorang lelaki dan langsung menanyakan identitas wartawan koran ini.

Sebelum memberitahu identitas, wartawan koran ini kembali menanyakan identitas orang tersebut. Mendapat pertanyaan itu, ponsel tersebut langsung dimatikannya.

Tak puas dengan itu, wartawan Sumut Pos kembali menghubungi nomor ponsel tersebut. Kali ini, orang tersebut mau menyebutkan identitasnya. “Ya, saya Verdy Kalele,” kata orang tersebut, dan langsung mematikan handphonenya.
Saat hal ini dikonfirmasi ke Kasat Tipikor Polda Sumut AKBP Verdy Kalele, dia membantahnya. “Tidak ada nomor HP saya itu. Nomor saya cuma ini. Saya maklum, pasti ada saja orang yang memanfaatkan keadaan ini untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.

Lebih lanjut Verdy mengatakan, dalam upaya pemeriksaan dan pemanggilan terhadap kasus-kasus yang ditangani Tipikor Poldasu, pihaknya tidak pernah menghubungi yang bersangkutan atau yang akan diperiksa dengan cara yang tidak formal.

“Kita tidak mungkin menguhubungi orang yang kita periksa dengan cara seperti itu. Kita selalu mempersiapkan surat pemanggilan. Dan untuk kasus ini, yang bersangkutan juga akan kita panggil dan kita periksa pada pekan-pekan depan,” cetusnya.

Terkait penetapan tersangka terhadap Gindo dalam kasus pengadaan alat berat, dimana dalam gelar perkara yang dilakukan tidak melibatkan atau memanggil Gindo, Verdy menyatakan, dalam gelar perkara yang dilakukan merupakan gelar perkara internal Tipikor Polda Sumut. “Ya, tidak mungkin diberitahukan kepada yang bersangkutan. Karena itu kan internal,” katanya.

Hal tersebut dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Kombes Pol Sadono Budi Nugroho. “Itu kan intern, jadi tidak masalah kalau tidak memanggil yang bersangkutan,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Nuriyono SH yang dimintai pendapatnya mengenai hal itu menyatakan, terlapor dalam hal ini Gindo, baru bisa dipanggil atau dilibatkan dalam gelar perkara tersebut bila, pihak yang menangani atau pihak pelapor tidak bisa menambah barang bukti.

“Kehadiran pelapor dalam gelar perkara, bila dianggap kurang bukti. Dalam kondisi tertentu, pelapor tidak bisa membuktikan atau menambah bukti tambahan, maka bisa memanggil terlapor,” katanya.(ari)

Dugaan Korupsi

MEDAN- Mantan Kadis Bina Marga Medan Gindo Maraganti Hasibuan akhirnya angkat bicara atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat berat. Dia mengaku kecewa atas penetapan tersangka tersebut, karena dirinya tak dipanggil dalam gelar perkara tersebut.

“Seharusnya saya dipanggil dan mengetahui gelar perkara itu. Kenapa saya tidak dipanggil? Sementara saya yang dituding-tuding korupsi. Dan lagi, tiba-tiba saya sudah ditetapkan tersangka,” katanya saat dikonfirmasi Sumut Pos melalui telepon selulernya, Senin (12/9).Dijelaskannya, dalam persoalan pengadaan alat berat tersebut, tidak ada uang negara yang dikorupsi. Semuanya berjalan sesuai aturan yang ada.

“Dalam pengadaan-pengadaan alat berat, ketika itu dibeli kan harus satu paketn
Tapi, kenapa Tipikor Poldasu melakukan analisis dengan cara dipisah-pisah. Saya ketahui pula, dalam audit BPKP awal tidak ada ditemukan kerugian negara. Namun, tiba-tiba tim auditor BPKP menyatakan ada kerugian negara. Namun ketika saya minta hasil auditnya, auditor BPKP mengatakan belum siap. Kenapa kok belum siap, bisa dinyatakan ada kerugian negara,” tandasnya.

Dibeberkannya, dalam mekanisme pencairan dana barang dan jasa Dinas Bina Marga Kota Medan APBD/PAPBD 2009, segala sesuatunya telah berjalan sesuai ketentuan yang ada.

Dijabarkannya, ada tujuh tahapan yang dilakukan dalam pengadaan alat berat tersebut yakni, pertama, surat pengajuan dari kontraktor. Kedua, berita acara penerimaan barang. Berita acara pekerjaan selesai 100 persen, jika konstruksi, gambar kosntruksi 0 persen, 50 persen, 100 persen. Surat pernyataan pengawas lapangan, PPTK, KPA, Konsultan (jika ada) bahwa pekerjaan sudah selesai 100 persen. Ketiga, berita acara setuju pembayaran oleh KPA dan kontraktor. Keempat, surat pengantar SPP-LS dari bendahara dinas ke PPK SKPD Dinas Bina Marga Medan. Kelima, surat permintaan pembayaran (SPP) oleh PPTK, bendahara dinas, diketahui oleh KPA. Keenam, SPM harus oleh Pengguna Anggaran (PA)/kepala SKPD sesuai Permendagri No 13/2006 Pasal 10 Huruf h. Ketujuh, Surat Perintah Pencairann Dana (SP2D) oleh Kabag Keuangan Pemko Medan.

“Nah, saya di posisi keenam, karena semua pejabat terkait telah menyetujui. Sementara saya, saat itu selaku pimpinan ketika semua sudah setuju, maka mesti saya tandatangani. Karena sudah sesuai proses yang ada,” terangnya lagi.
Terkait berbagai kasus tersebut, Gindo juga sempat membeberkan, pada Senin (12/9) sekira pukul 13.20 WIB, dirinya ditelepon seseorang melalui nomor ponsel 081264747xxx. Orang tersebut mengaku bernama Verdy Kalele yang merupakan Kasat Tipikor Polda Sumut dan meminta Gindo untuk ke kantor Dit Reskrimsus Polda Sumut guna menemui Direktur Reskrimsus Polda Sumut Kombes Pol Sadono Budi Nugroho.

Bukan sekali itu saja, sebelum dirinya diperiksa Tipikor Polda Sumut pada Selasa (23/8) lalu, dan beberapa hari sebelum dirinya kembali dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pengadaan alat berat tersebut, Kamis (25/9) lalu, juga dengan nomor yang sama dan nama yang sama meminta dirinya untuk datang ke Tipikor Polda Sumut.
“Ada beberapa kali ditelepon untuk ke Polda. Tapi saya tidak datang, karena tidak pakai surat resmi. Saya akan hadir jika dipanggil berdasarkan surat resmi,” tukasnya.

Menyangkut oknum yang mencatut nama Kasat Tipikor Polda Sumut AKBP Verdy Kalele, wartawan koran ini mencoba menghubungi nomor ponsel tersebut, tapi tidak diangkat. Namun, beberapa saat kemudian, nomor tersebut mengirimkan pesan singkat ke ponsel wartawan koran ini dengan bunyi, “Maaf ini siapa?,”.

Mendapat pesan itu, wartawan Sumut Pos langsung menguhubungi nomor tersebut. Saat diangkat, terdengar suara seorang lelaki dan langsung menanyakan identitas wartawan koran ini.

Sebelum memberitahu identitas, wartawan koran ini kembali menanyakan identitas orang tersebut. Mendapat pertanyaan itu, ponsel tersebut langsung dimatikannya.

Tak puas dengan itu, wartawan Sumut Pos kembali menghubungi nomor ponsel tersebut. Kali ini, orang tersebut mau menyebutkan identitasnya. “Ya, saya Verdy Kalele,” kata orang tersebut, dan langsung mematikan handphonenya.
Saat hal ini dikonfirmasi ke Kasat Tipikor Polda Sumut AKBP Verdy Kalele, dia membantahnya. “Tidak ada nomor HP saya itu. Nomor saya cuma ini. Saya maklum, pasti ada saja orang yang memanfaatkan keadaan ini untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.

Lebih lanjut Verdy mengatakan, dalam upaya pemeriksaan dan pemanggilan terhadap kasus-kasus yang ditangani Tipikor Poldasu, pihaknya tidak pernah menghubungi yang bersangkutan atau yang akan diperiksa dengan cara yang tidak formal.

“Kita tidak mungkin menguhubungi orang yang kita periksa dengan cara seperti itu. Kita selalu mempersiapkan surat pemanggilan. Dan untuk kasus ini, yang bersangkutan juga akan kita panggil dan kita periksa pada pekan-pekan depan,” cetusnya.

Terkait penetapan tersangka terhadap Gindo dalam kasus pengadaan alat berat, dimana dalam gelar perkara yang dilakukan tidak melibatkan atau memanggil Gindo, Verdy menyatakan, dalam gelar perkara yang dilakukan merupakan gelar perkara internal Tipikor Polda Sumut. “Ya, tidak mungkin diberitahukan kepada yang bersangkutan. Karena itu kan internal,” katanya.

Hal tersebut dibenarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Kombes Pol Sadono Budi Nugroho. “Itu kan intern, jadi tidak masalah kalau tidak memanggil yang bersangkutan,” paparnya.

Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Nuriyono SH yang dimintai pendapatnya mengenai hal itu menyatakan, terlapor dalam hal ini Gindo, baru bisa dipanggil atau dilibatkan dalam gelar perkara tersebut bila, pihak yang menangani atau pihak pelapor tidak bisa menambah barang bukti.

“Kehadiran pelapor dalam gelar perkara, bila dianggap kurang bukti. Dalam kondisi tertentu, pelapor tidak bisa membuktikan atau menambah bukti tambahan, maka bisa memanggil terlapor,” katanya.(ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/