MEDAN, SUMUTPOS.CO -Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp855 Miliar untuk melaksanakan agenda Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018.
Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumut mendapatkan kucuran anggaran sebesar Rp273 miliar untuk mengawasi kinerja KPU.
Untuk kedua instansi itu saja, APBD Provinsi Sumut sudah terkuras sekitar Rp1,1 triliun lebih. Itu belum termasuk anggaran Dukungan Elemen Satuan Kerja (DESK) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).
Akibat besarnya alokasi anggaran pada agenda pesta demokrasi lima tahunan itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) terpaksa mengencangkan ikat pinggang, karena terpaksa menunda sejumlah agenda kegiatan pembangunan.
KPU Sumut sebagai pelaksana tentu mendapatkan sorotan besar dari masyarakat. Selain itu, apakah anggaran Rp855 miliar berbanding lurus dengan tingkat partisipasi masyarakat (Parmas).
Komisioner KPU Sumut Divisi SDM dan Parmas, Yulhasni mengakui bahwa partisipasi masyarakat akan dijadikan sebuah tolak ukur dalam sebuah keberhasilan pada agenda pilkada.
Secara nasional, Yulhasni mengatakan bahwa partisipasi masyarakat di Pilkada 2018 ditargetkan 77,5 persen. Yulhasni juga tidak mau KPU selalu dijadikan kambing hitam terkait minimnya partisipasi masyarkat.
“Berdasarkan hasil riset dan penelitian KPU Sumut ada dua faktor yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat rendah yakni faktor eksternal dan internal,” kata Yulhasni saat rapat kerja bersama Komisi A DPRD Sumut di gedung dewan jalan Imam Bonjol, Selasa (17/10).
Pria berkacamata itu pun lebih merinci kedua faktor yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat rendah. Faktor internal, kata dia, terkait dengan daftar pemilih tetap (DPT). Sedangkan faktor eksternal, dimana masyarakat kecewa dengan hasil pilkada.
“Okelah dari internal terkait DPT, itu tanggung jawab KPU. Kalau faktor eksternal, itu tanggung jawab partai politik yang memilih calon yang akan diusung,”sindirnya.
Dalam forum resmi itu, Yulhasni juga menyampaikan permohonan maaf apabila seragam biru yang dikenakan saat peluncuran Pilgubsu 2018 lalu menuai polemik di tengah-tengah masyarakat.
“Sempat ada anggapan miring kalau integritas KPU diragukan, karena berpihak dengan calon tertentu. Tapi, percayalah KPU sampai saat ini masih netral dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran,” tegasnya.
Komisioner Divisi Teknis, Benget Manahan Silitonga mencoba merincikan anggaran Pilgubsu 2018 yang berjumlah Rp855 Miliar.
Benget menyebut anggaran Pilgubsu banyak dihabiskan untuk membayar honor panitia adhock. “Pantai adhock ada PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara) PPDP (Panitia Pemutahiran Data Pemilih) KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara),” urainya.
Untuk KPPS, kata dia, akan berjumlah sekitar 991 orang. “Jumlah TPS di Sumut sekitar 27 ribu. Setiap TPS ada 7 orang, honor untuk Ketua Rp500 ribu/kegiatan. Sedangkan anggota Rp400/ribu,” paparnya.
PPK dan PPS, lanjut dia, memiliki masa kerja selama 9 bulan. Di mana PPK tersebar di 2.980 kecamatan dan PPS jumlahnya sesuai dengan jumlah kelurahan dan desa yang mencapai 8.015.
“Ketua PPK honornya Rp1,5 juta dan anggota Rp1.250.000, ada lagi PPDP yang kerjanya 2 bulan,” bilangnya.
Secara jumlah, bilang Benget, memang honor PPK, PPS, KPPS tidaklah besar. Namun, jumlah banyaknya personel yang akan direkrut membuat anggaran yang dibutuhkan semakin besar.
“Itu belum termasuk biaya iklan oleh setiap paslon. Di mana, KPU memproyeksikan jumlah paslon yang akan muncul sekitar 5 pasang, nanti KPU yang akan membiayai iklannya,” sebutnya.(dik/azw)