BANGKOK – Lembaga pengawas pers internasional, Reporters Without Borders mengecam otoritas keamanan Myanmar yang menahan seorang jurnalis lebih dari 10 tahun. Sithu Zeya bekerja di media asal Norwegia, Democratic Voice of Burma pada 2010 lalu selama delapan tahun karena memotret serangan granat di Kota Yangon.
Rabu kemarin, pengadilan di Kota Yangon memvonis Zeya penjara 10 tahun dalam tuduhan baru yakni merilis artikel yang dapat merusak persatuan di Myanmar secara online. Demikian seperti dilansir Associated Press, Kamis (15/9).
Lewat tuduhan baru ini, Zeya akhirnya harus menjalani hukuman penjara selama 18 tahun. Dirinya juga dianggap melanggar Undang Undang Elektronik di Myanmar.
Myanmar dikuasai oleh junta militer sejak 1962, namun pada Maret 2011, junta memberikan kekuasaannya kepada sipil. Penyerahan kekuasaan ke sipil ini dinyatakan sebagai “jalan menuju demokrasi”. Meski demikian, para purnawirawan di Myanmar tetap menguasai pemerintahan.
Media Democratic Voice of Burma memang sering menyorot masalah-masalah kemanusiaan di Myanmar, seperti halnya tentara anak, warga etnis minoritas Kachin dan pelanggaran HAM. Media ini juga menyatakan, sekira 25 jurnalis saat ini ditahan di Myanmar. Aktivis HAM juga melaporkan, Pemerintah Myanmar saat ini masih menahan lebih dari 2.000 tahanan politik. (net/jpnn)