BELAWAN-Sejumlah nelayan tradisional Belawan mengeluhkan minimnya hasil tangkapan akibat penurunan populasi ikan dan hasil laut lainnya. Pasalnya, penurunan populasi ikan disinyalir akibat limbah pabrik yang langsung dibuang ke sungai menuju ke laut.
Hal tersebut membuat para nelayan harus melaut keluar dari perairan Belawan.
“Diduga akibat limbah pabrik yang langsung mengalir ke laut, maka populasi ikan di perairan Belawan turun,” ujar Herman (32), nelayan dari Bagan Deli.
Menurutnya, hasil tangkapan nelayan berkurang akibat faktor kondisi perairan Belawan saat ini sudah tidak kondusif lagi sebagai tempat berkembangnya ikan dan biota laut lainnya.
Kondisi itu diperburuk dengan rusaknya terumbu karang akibat beroperasinya pukat harimau yang mengeruk ikan hingga dasar laut.
Dia menjelaskan,dirinya merupakan nelayan tradisonal yang memiliki sebuah perahu jenis jaring kepiting. Tiap harinya, rata-rata pendapatan bersih yang diperolehnya saat ini hanya Rp5.000. “Untuk menambah pendapatan biasanya saya memancing dan memperoleh uang sekitar Rp40.000 hingga Rp50.000,”jelasnya.
Herman menambahkan bahwa untuk memperoleh hasil tangkapan hingga bisa menutupi biaya produksi, para nelayan sendiri terpaksa berlayar hingga keluar dari perairan Belawan seperti Langkat, Pantai Labu, Percut dan sekitarnya. “Perjalanan lebih jauh, otomatis waktu yang diperlukan jadi makin panjang dan biaya produksi juga semakin bertambah,” tambahnya.
Herman mengatakan para nelayan terkadang harus berhutang untuk menutupi biaya produksi. “Kalau sudah begini, kita tidak bisa lagi mengandalkan hasil tangkapan. Makanya untuk mengisi kekosongan waktu, saat melaut kami memancing dan ini bisa menambah pendapatan,” tandasnya.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua HNSI Medan, Zulfahri Siagian meminta kepada perusahaan yang memiliki limbah, harus memiliki AMDAL. ”Kita meminta perusahaan yang memiliki limbah dan tidak ada penampung limbahnya harus menjaga ekosistem di perairan Belawan,” ujarnya. (mag-11)