Sthefana (69), isteri mekanik pesawat Casa Nico Matulessy terlihat menangis histeris saat tiba di ruang instalasi jenazah RSUPM H Adam Malik Medan, Minggu (2/10) sekitar pukul 13.30 WIB. Wanita yang tinggal di Jalan Sei Padang Medan itu merasa terpukul dengan kepergian sang suami.
“Sebagai istri memang sedih, tapi sebagaimana kita manusia harus ikhlas menerimanya karena Tuhan sudah berkehendak,”ujar Sthefana.
Sthefana mengaku sebelum keberangkatan sang suami tepatnya Rabu (28/9), suaminya Nico yang merupakan penatua majelis di Gereja GPIB Imanuel sempat memimpin ibadah di salah satu rumah jamaah, sekitar pukul 19.00 WIB. Dalam khutbahnya sang suami sempat mengatakan jika keberangkatannya sehari sebelum kejadian dari Kutacane ke Medan sudah mengalami cuaca buruk.
Kala itu suami saya mengaku tak pernah berhenti berdoa. Dalam doanya dia mengatakan, Tuhan beri aku kekuatan untuk terus melayanimu,” ujar Sthefana menirukan omongan sang suami.
Bahkan Sthefana juga bilang jika suaminya sempat menyuruhnya untuk menyiapkan pakaian sebelum keberangkatannya. Namun, siapa sangka pengalaman yang cukup lama dibidang teknisi pesawat terbang itu harus berakhir tragis. Dari penuturan sang isteri, Nico Matulessy baru tiga tahun di NBA, sebelum memutuskan untuk berhenti dari instansi penerbagan Garuda yang pernah dijalaninya selama 18 tahun, dan penerbangan Smeck lebih dari 20 tahun lamanya.
Victor (36), anak kedua korban mengaku sangat terpukul atas kepergian sang ayah tercinta. Victor mengaku tidak merasakan firasat apapun atas kepergian ayahnya. Tapi dia mengaku kecewa dengan penangan pemerintah atas evakuasi yang terkesan lambat. “Kami berkeyakinan papi masih hidup saat jatuh, namun karena penanganan lambat, kami rasa papi kelaparan atau kedinginan sehabis jatuh dan bukan meninggal karena kecelakaan,”sebutnya.
Orangtua dr Suhelman juga menjerit sejadi-jadinyan saat jenazah anaknya tiba di RSUP HAM. “Anakku, anakku, anakku,” katanya.
Beberapa saat kemudian, seorang perempuan yang mengenakan jeans abu-abu, kemeja dan jilbab putih, juga meraung-raung. “Jangan tinggalkan kami, jangan tinggalkan kami,” raungnya.
Junanda, suami Syamsidar Yusni juga terus menangis. Pria yang kehilangan istri dan kedua buah hatinya Hamimatul Jannah dan Hanif Abdilah terlihat syok berat. Sementara, Rosmawati ibunda Junanda terlihat tegar. Meskipun matanya berkaca-kaca, namun air matanya tidak menetes di pipinya. “Saya tadi sudah lihat. Itu menantu saya dan satu cucu saya. Tapi yang kecil (Hanif Abdilah, Red) belum sampai. Tadi sudah telepon ke kampung, liang lahatnya harus segera dibuat. Harus segera dimakamkan. Soalnya, sudah empat hari,” katanya.
Tuti, adik kandung Jefridin salah satu penumpang yang menjadi korban juga tak henti-hentinya menitikkan air mata setelah melihat langsung kondisi abang kandungnya itu. Tak terucap satu kalimat pun dari mulutnya, hanya kesedihan yang tersirat dari wajahnya. Bahkan tak sanggup menahan pilu, Tuti sempat menjadi perhatian orang banyak akibat pingsan. (ari/dan)