26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Empat Malam di Hutan, Tidur Berpelukan, Selalu Sempatkan Salat

Merekam Ulang Pengalaman Tim Evakuasi Jalur Darat dari Yonif 100 Rider dan Paskhas Kompi A

Di tengah tudingan lambannya tim evakuasi korban pesawat Cassa 212-200 bekerja, Tim SAR dari Rider 100 dan Paskhas Kompi A punya cerita tersendiri. Berikut pengalaman mereka menyusuri hutan di kawasan Bukit Barisan.

Hamdani-Jhonson : Binjai

Lettu Naibaho adalah satu dari personel Yonif Raider 100 yang ikut dalam tim evakuasi dari jalur darat. Saat ditemui di Markas Raider 100, Namu Ukur, Langkat, Naibaho masih tampak kelelahan. Berpakaian seragam lengkap, Lettu Naibaho baru saja membersihkan diri setelah dijemput dari titik jatuhnya pesawat Cassa 212-200 milik PT PT Nusantara Buana Air (NBA).

Kepada Sumut Pos, Lettu Naibaho menceritakan perjalanannya bersama 33 anggota Yonif Raider 100 lain menuju lokasi jatuhnya pesawat Cassa. Dengan perbekalan mendadak, tim mulai masuk dari Desa Batu Katak di wilayah hutan karet milik warga setempat, Jumat (30/9).

Setapak demi setapak, pasukan Raider 100 mendaki bukit terjal yang belum terjamah manusia. Setelah berjalanan beberapa kilometer, hari mulai gelap dan mereka memutuskan untuk bersitirahat. Perbekalan yang dibawa seadanya, seperti tenda tanpa penerangan, mie instan.

Dinginnya udara malam yang menusuk hingga ke tulang, membuat tim evakuasi jalur darat  ini tak dapat tidur nyenyak. Berpelukan menjadi solusi untuk membantu menghangatkan badan.

Menjelang pagi, tim melanjutkan perjalanan, nyaris tanpa istirahat. Pencarian hari kedua, tim evakuasi ini memilih jalan di pinggir sungai Sengkelam. Hal itu dilakukan, agar jalan yang dilalaui tidak terlalu terjal. Meskipun begitu, tim evakuasi tetap saja kesulitan melintasi jalan yang penuh bebatuan licin.

Tim evakuasi sempat dikejutkan dengan kehadiran ular piton yang melintas di Sungai Sengkelam dengan panjang sekitar 8 meter. Bahkan, tapak kaki babi hutan masih banyak terlihat di hutan perawan tersebut. Selain itu, tim juga dipersulit dengan tanah gambut, dimana kaki dari para tim sesekali terperosok ke dalamnya.
Malampun kembali tiba, perjalanan ke dua terpaksa dihentikan dan tim kembali beristirahat di hutan dengan pakaian basah.

Fajar kembali bersinar, tim pun terus maju demi melakukan evakuasi korban. Hanya saja, sebahagian tim terpaksa kembali. Karena perjalanan di hari ketiga ini, tim evakuasi disulitkan dengan persediaan makanan yang menipis. Sehingga, hanya 11 orang yang melanjutkan perjalanan dengan melintasi bukit berbatu yang terjal serta licin. 11 tim evakuasi jalur darat yang tersisa terus berjalan. Perjalanan panjang dan melelahkan dari tim evakuasi ini, kembali semangat setelah mendengar suara mesin sinso dari tim evakuasi lain yang diturunkan melalui jalur udara tepat di titik lokasi jatuhnya pesawat.

Langkah kaki yang tak sabar menuju lokasi kembali terasa ringan, rasa penasaran yang muncul membuat rasa lelah hilang seketika. Namun, karena hutan yang dijalani masih perawan, menyulitkan tim 100 Rider berjalan cepat. Dari balik bukit, mereka sudah melihat sayap pesawat Cassa naas tersebut.

Tapi apakan daya, hari mulai gelap tim evakuasi kembali beristirahat. Sementara, perbekalan makanan mulai habis. Tim evakuasi menyatukan mie instan dengan beras agar menjadi lebih banyak. Meski rasa yang tidak enak, terpaksa dimakan demi menjaga kondisi fisik.

Di hari yang ke empat, Senin (3/10), tim melanjutkan perjalanan. Sehingga, perjalanan panjang itu berakhir sudah. Mereka bertemu 27 tim evakuasi lainnya yang berada di titik lokasi jatuhnya pesawat. Untuk selanjutnya, mereka membantu tim yang melakukan evakuasi jenazah korban dengan membersihkan helipad, tempat halikopter yang melakukan evakuasi. Meski jenazah korban pesawat sudah diangkut oleh helikopter Bell 206 L sejak Minggu (2/10).
Setelah seluruh jenazah dievakuasi, tim 100 Rider terpaksa menginap satu malam lagi di lokasi jatuhnya pesawat. Karena, heli jenis Puma yang diterbangkan dari Polonia Medan sempat rusak. Selasa (4/10), tim akhirnya tiba di Posko Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Langkat.

Di Pekan Bahorok ini, Fahmi, seorang wartawan elektronik yang ikut tim evakuasi jalur darat hingga lokasi jatuhnya pesawat. Langsung pingsan, dan dilarikan ke RSU dr Djoelham Binjai. Fahmi, yang sudah berkostum Paskhas AU, tampak lemah dan jarum infuse di tangan kanannya.

Lain lagi kisah Serda Dian I (36) dan Serda Welri John Pasaribu (35) dari Paskhas Kompi A, F Sihombing/BS TNI-AU Medan. Sebagai anggota Tim SAR yang diturunkan dari udara ke lokasi jatuhnya pesawat beserta 13 orang lainnya sejak Sabtu ( 1/10) pagi, Serda Welri mengisahkan pengalamannya.

Serda Welri tidak ada tanda-tanda kehidupan di pesawat naas. Yang terdengar hanya suara GPS serta tetesan avtur dari samping kanan pesawat. Kaca maupun pintu pesawat juga tertutup rapat dan bau jenazah yang terasa begitu menyengat.

Diceritakannya, posisi pesawat sendiri condong ke belakang dengan bagian depan hancur diduga akibat menabrak tebing. Sementara untuk sayap pesawat ditopang pepohonan, dan bagian bawah badan pesawat ditembus batang pohon. Hal inilah yang diduga menyebabkan pesawat tidak sampai ke tanah.

Kondisi awak pesawat bertumpuk di bagian depan, tepat di belakang kabin pilot. Menurut analisa Serda Welri, hal ini disebabkan benturan keras yang menyebabkan penumpang terhempas ke bagian depan hingga menumpuk bersama bangkunya masing-masing yang terlepas dari badan pesawat.

“Mereka bertumpuk di belakang kabin pilot dan semuanya masih duduk di bangku masing-masing. Bangku yang mereka duduki itu lepas dari posisinya tapi mereka terikat dengan safeti belt pada bangku, akibat pesawat menghantam tebing,” katanya di Hanggar Lanud Polonia Medan.

Serda Dian juga mengungkapkan hal yang sama. Kondisi jenazah juga sudah mengenaskan diduga akibat benturan. Kondisi paling parah dialami penumpang di bangku VIP, di belakang kabin pilot. “Bangku itu diduduki dr Suhelman dan istrinya, dr Juli Daliana,” ucap Serda Dian.

Untuk mengevakusi korban, Serda Welri dan Serda Dian bersama tim, terpaksa memotong badan pesawat dan mengikat sayap ke pepohonan agar badan pesawat tidak terperosok jatuh. “Pertama kita evakuasi itu pilot beserta co-pilot karena bagian depan hancur, sehingga ada celah untuk mengeluarkan jenazah. Kalau mengeluarkan penumpang, kita pun memotong badan pesawat sebab pintunya tidak terbuka,” ujarnya.

Serda Dian mengaku, dia bersama dengan seorang personel Brimob, Briptu Masrul, yang pertama sekali turun sekitar 300 meter dari lokasi dari atas helikopter. “Saya dan Briptu Masrul yang pertama sekali tiba. Sabtu paginya kami mulai melakukan pencarian dan kami melihat ada beberapa korban yg terjepit. Pemutusan tali dari heli itu sudah sesuai prosedur karena talinya membelit dan cuaca tidak mendukung. Ditakutkan korban bertambah, maka dilakukan prosedur seperti itu. Kalau total barang bawaan saya semuanya 65 Kg dimana sudah termasuk peralatan seperti radio GPS,” ujar bapak beranak dua ini.

Serda Dian mengatakan, mereka tiba tepatnya Jumat siang 14.00 WIB dan pencarian dilakukan hingga Minggu siang 10.00 WIB. “Tim yang pertama sekali berada dilokasi yaitu Serda Welrijhon Pasaribu, Pratu Danar, Serda Doni dengan Kopda Dedi yang membuat helipad (tempat pendaratan helikopter). Selanjutnya personel Raiders 100, personel Brimob, Basarnas dan Tim Medis,” pungkasnya.

Mengenai rasa takut, Serda Dian mengaku, rasa takut tetap ada tetapi hilang dengan sendirinya karena sering latihan. “Saya dan rekan-rekan tidak ada merasa takut. Selama disana, saya rajin salat dan tidak tinggal meninggalkan sholat sedikit pun,” akunya.Rintangan terberat, tegasnya, itu merupakan hal yang wajar dalam tugas. “Rintangan yang terberat itu Medan yang akan ditempuh dan cuaca yang buruk. Tapi ini tugas terberat kedua saya dimana yang pertama itu tugas terberat di Aceh Selatan saat Darurat Militer dan melakukan pendaratan seperti ini,” tutupnya.

Para personel TNI-AU lain pun menyalami mereka dan mereka pun berjalan menuju mobil Dinas TNI-AU. Selanjutnya mobil yang dipimpin Komandan Tim, Kapten Abdul Fajar ini pun menaiki mobil milik Dinas TNI-AU Medan. Mobil pun melaju ke tempat peristirahatan mereka di Mess milik TNI-AU.(*)

Merekam Ulang Pengalaman Tim Evakuasi Jalur Darat dari Yonif 100 Rider dan Paskhas Kompi A

Di tengah tudingan lambannya tim evakuasi korban pesawat Cassa 212-200 bekerja, Tim SAR dari Rider 100 dan Paskhas Kompi A punya cerita tersendiri. Berikut pengalaman mereka menyusuri hutan di kawasan Bukit Barisan.

Hamdani-Jhonson : Binjai

Lettu Naibaho adalah satu dari personel Yonif Raider 100 yang ikut dalam tim evakuasi dari jalur darat. Saat ditemui di Markas Raider 100, Namu Ukur, Langkat, Naibaho masih tampak kelelahan. Berpakaian seragam lengkap, Lettu Naibaho baru saja membersihkan diri setelah dijemput dari titik jatuhnya pesawat Cassa 212-200 milik PT PT Nusantara Buana Air (NBA).

Kepada Sumut Pos, Lettu Naibaho menceritakan perjalanannya bersama 33 anggota Yonif Raider 100 lain menuju lokasi jatuhnya pesawat Cassa. Dengan perbekalan mendadak, tim mulai masuk dari Desa Batu Katak di wilayah hutan karet milik warga setempat, Jumat (30/9).

Setapak demi setapak, pasukan Raider 100 mendaki bukit terjal yang belum terjamah manusia. Setelah berjalanan beberapa kilometer, hari mulai gelap dan mereka memutuskan untuk bersitirahat. Perbekalan yang dibawa seadanya, seperti tenda tanpa penerangan, mie instan.

Dinginnya udara malam yang menusuk hingga ke tulang, membuat tim evakuasi jalur darat  ini tak dapat tidur nyenyak. Berpelukan menjadi solusi untuk membantu menghangatkan badan.

Menjelang pagi, tim melanjutkan perjalanan, nyaris tanpa istirahat. Pencarian hari kedua, tim evakuasi ini memilih jalan di pinggir sungai Sengkelam. Hal itu dilakukan, agar jalan yang dilalaui tidak terlalu terjal. Meskipun begitu, tim evakuasi tetap saja kesulitan melintasi jalan yang penuh bebatuan licin.

Tim evakuasi sempat dikejutkan dengan kehadiran ular piton yang melintas di Sungai Sengkelam dengan panjang sekitar 8 meter. Bahkan, tapak kaki babi hutan masih banyak terlihat di hutan perawan tersebut. Selain itu, tim juga dipersulit dengan tanah gambut, dimana kaki dari para tim sesekali terperosok ke dalamnya.
Malampun kembali tiba, perjalanan ke dua terpaksa dihentikan dan tim kembali beristirahat di hutan dengan pakaian basah.

Fajar kembali bersinar, tim pun terus maju demi melakukan evakuasi korban. Hanya saja, sebahagian tim terpaksa kembali. Karena perjalanan di hari ketiga ini, tim evakuasi disulitkan dengan persediaan makanan yang menipis. Sehingga, hanya 11 orang yang melanjutkan perjalanan dengan melintasi bukit berbatu yang terjal serta licin. 11 tim evakuasi jalur darat yang tersisa terus berjalan. Perjalanan panjang dan melelahkan dari tim evakuasi ini, kembali semangat setelah mendengar suara mesin sinso dari tim evakuasi lain yang diturunkan melalui jalur udara tepat di titik lokasi jatuhnya pesawat.

Langkah kaki yang tak sabar menuju lokasi kembali terasa ringan, rasa penasaran yang muncul membuat rasa lelah hilang seketika. Namun, karena hutan yang dijalani masih perawan, menyulitkan tim 100 Rider berjalan cepat. Dari balik bukit, mereka sudah melihat sayap pesawat Cassa naas tersebut.

Tapi apakan daya, hari mulai gelap tim evakuasi kembali beristirahat. Sementara, perbekalan makanan mulai habis. Tim evakuasi menyatukan mie instan dengan beras agar menjadi lebih banyak. Meski rasa yang tidak enak, terpaksa dimakan demi menjaga kondisi fisik.

Di hari yang ke empat, Senin (3/10), tim melanjutkan perjalanan. Sehingga, perjalanan panjang itu berakhir sudah. Mereka bertemu 27 tim evakuasi lainnya yang berada di titik lokasi jatuhnya pesawat. Untuk selanjutnya, mereka membantu tim yang melakukan evakuasi jenazah korban dengan membersihkan helipad, tempat halikopter yang melakukan evakuasi. Meski jenazah korban pesawat sudah diangkut oleh helikopter Bell 206 L sejak Minggu (2/10).
Setelah seluruh jenazah dievakuasi, tim 100 Rider terpaksa menginap satu malam lagi di lokasi jatuhnya pesawat. Karena, heli jenis Puma yang diterbangkan dari Polonia Medan sempat rusak. Selasa (4/10), tim akhirnya tiba di Posko Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Langkat.

Di Pekan Bahorok ini, Fahmi, seorang wartawan elektronik yang ikut tim evakuasi jalur darat hingga lokasi jatuhnya pesawat. Langsung pingsan, dan dilarikan ke RSU dr Djoelham Binjai. Fahmi, yang sudah berkostum Paskhas AU, tampak lemah dan jarum infuse di tangan kanannya.

Lain lagi kisah Serda Dian I (36) dan Serda Welri John Pasaribu (35) dari Paskhas Kompi A, F Sihombing/BS TNI-AU Medan. Sebagai anggota Tim SAR yang diturunkan dari udara ke lokasi jatuhnya pesawat beserta 13 orang lainnya sejak Sabtu ( 1/10) pagi, Serda Welri mengisahkan pengalamannya.

Serda Welri tidak ada tanda-tanda kehidupan di pesawat naas. Yang terdengar hanya suara GPS serta tetesan avtur dari samping kanan pesawat. Kaca maupun pintu pesawat juga tertutup rapat dan bau jenazah yang terasa begitu menyengat.

Diceritakannya, posisi pesawat sendiri condong ke belakang dengan bagian depan hancur diduga akibat menabrak tebing. Sementara untuk sayap pesawat ditopang pepohonan, dan bagian bawah badan pesawat ditembus batang pohon. Hal inilah yang diduga menyebabkan pesawat tidak sampai ke tanah.

Kondisi awak pesawat bertumpuk di bagian depan, tepat di belakang kabin pilot. Menurut analisa Serda Welri, hal ini disebabkan benturan keras yang menyebabkan penumpang terhempas ke bagian depan hingga menumpuk bersama bangkunya masing-masing yang terlepas dari badan pesawat.

“Mereka bertumpuk di belakang kabin pilot dan semuanya masih duduk di bangku masing-masing. Bangku yang mereka duduki itu lepas dari posisinya tapi mereka terikat dengan safeti belt pada bangku, akibat pesawat menghantam tebing,” katanya di Hanggar Lanud Polonia Medan.

Serda Dian juga mengungkapkan hal yang sama. Kondisi jenazah juga sudah mengenaskan diduga akibat benturan. Kondisi paling parah dialami penumpang di bangku VIP, di belakang kabin pilot. “Bangku itu diduduki dr Suhelman dan istrinya, dr Juli Daliana,” ucap Serda Dian.

Untuk mengevakusi korban, Serda Welri dan Serda Dian bersama tim, terpaksa memotong badan pesawat dan mengikat sayap ke pepohonan agar badan pesawat tidak terperosok jatuh. “Pertama kita evakuasi itu pilot beserta co-pilot karena bagian depan hancur, sehingga ada celah untuk mengeluarkan jenazah. Kalau mengeluarkan penumpang, kita pun memotong badan pesawat sebab pintunya tidak terbuka,” ujarnya.

Serda Dian mengaku, dia bersama dengan seorang personel Brimob, Briptu Masrul, yang pertama sekali turun sekitar 300 meter dari lokasi dari atas helikopter. “Saya dan Briptu Masrul yang pertama sekali tiba. Sabtu paginya kami mulai melakukan pencarian dan kami melihat ada beberapa korban yg terjepit. Pemutusan tali dari heli itu sudah sesuai prosedur karena talinya membelit dan cuaca tidak mendukung. Ditakutkan korban bertambah, maka dilakukan prosedur seperti itu. Kalau total barang bawaan saya semuanya 65 Kg dimana sudah termasuk peralatan seperti radio GPS,” ujar bapak beranak dua ini.

Serda Dian mengatakan, mereka tiba tepatnya Jumat siang 14.00 WIB dan pencarian dilakukan hingga Minggu siang 10.00 WIB. “Tim yang pertama sekali berada dilokasi yaitu Serda Welrijhon Pasaribu, Pratu Danar, Serda Doni dengan Kopda Dedi yang membuat helipad (tempat pendaratan helikopter). Selanjutnya personel Raiders 100, personel Brimob, Basarnas dan Tim Medis,” pungkasnya.

Mengenai rasa takut, Serda Dian mengaku, rasa takut tetap ada tetapi hilang dengan sendirinya karena sering latihan. “Saya dan rekan-rekan tidak ada merasa takut. Selama disana, saya rajin salat dan tidak tinggal meninggalkan sholat sedikit pun,” akunya.Rintangan terberat, tegasnya, itu merupakan hal yang wajar dalam tugas. “Rintangan yang terberat itu Medan yang akan ditempuh dan cuaca yang buruk. Tapi ini tugas terberat kedua saya dimana yang pertama itu tugas terberat di Aceh Selatan saat Darurat Militer dan melakukan pendaratan seperti ini,” tutupnya.

Para personel TNI-AU lain pun menyalami mereka dan mereka pun berjalan menuju mobil Dinas TNI-AU. Selanjutnya mobil yang dipimpin Komandan Tim, Kapten Abdul Fajar ini pun menaiki mobil milik Dinas TNI-AU Medan. Mobil pun melaju ke tempat peristirahatan mereka di Mess milik TNI-AU.(*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/