MEDAN, SUMUTPOS.CO – Carut-marut persoalan penataan papan reklame yang ada di Kota Medan belum juga tuntas. Bahkan, persoalannya berdampak pada anjloknya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pajak reklame.
Anggota DPRD Medan Godfried Effendi Lubis mengatakan, sejak tahun 2015 sewaktu menjadi Wakil Ketua Pansus Reklame, seperti ini juga kasusnya. Rekomendasi pun telah dikeluarkan tetapi tak menuai hasil yang maksimal. Untuk itu, moratorium izin reklame menjadi hal penting dilakukan.
“Sebetulnya solusi dari persoalan reklame ini adalah penindakan. Sebab, kalau seperti ini terus tidak akan tuntas masalahnya. Oleh karena itu, disarankan dimoratorium saja izin untuk reklame,” kata Godfried, kemarin.
Menurutnya, moratorium dapat diberlakukan untuk izin reklame yang baru. Sedangkan yang sudah ada didata ulang atau diverifikasi lagi. “Kalau izinnya yang lama mau ‘diputihkan’ silahkan saja. Untuk yang baru, dihentikan sementara dulu. Jadi kedepannya reklame di Kota Medan bisa tertata,” ucapnya.
Kata Godfried, permasalahan ini membutuhkan keseriusan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin untuk menerbitkan peraturan wali kota (perwal) terkait pengurusan izin reklame hanya satu instansi atau dinas saja. Sebab, apabila masih ditangani oleh lebih dari satu dinas pengurusan izinnya, maka tidak akan selesai alias amburadul. “Artinya, Satpol PP selaku penegak aturan tidak akan mau bertindak jika tidak ada pemberitahuan dari dinas tertentu,” sebut dia.
Godfried menyebutkan, potensi PAD dari sektor pajak reklame sangat besar yang diperkirakan mencapai ratusan miliar. Makanya, sangat miris dari realisasi yang dicapai pada tahun 2017 hanya Rp22 miliar lebih. “Padahal, tahun 2015 capaian pendapatannya tinggi tetapi anehnya tahun 2017 anjlok. Sementara, papan reklame ada dimana-mana dan terus tumbuh subur,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Dinas Perkim-PR Medan Samporno Pohan mengatakan, terkait pendapatan reklame diakuinya memang sangat minim. Namun demikian, berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan pendapatan dari sektor tersebut.
Seperti pada tahun 2017 dalam rangka mempermudah secara teknis bagaimana pajaknya bisa didapat, sudah merubah tiga kali perwal. Akan tetapi, hasilnya tetap juga tidak memuaskan atau maksimal.
“Kita rubah perwal yang pertama yaitu boleh dipasang di atas trotoar jalan lewat 2 meter. Namun, setelah dilakukan survei ternyata trotoar yang ada di Medan jarang memiliki trotoar 2 meter. Oleh karenanya, perwal pun direvisi menjadi 1,5 meter. Akan tetapi, kenyataan di lapangan banyak tumbuh reklame dan keberadaannya tidak sesuai perwal atau melanggar sehingga tidak bisa dikutip pajaknya,” kata Samporno.
Maka dari itu, sambung dia, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011 tentang reklame. Dengan begitu, diharapkan bisa memacu ke depan bisa dipungut pajaknya. “Saat ini, perda tersebut sedang digodok bersama anggota dewan. Jadi, tidak lagi perwal yang hanya mengatur melainkan perda. Sebab, menyangkut anggaran atau uang harus dituangkan di dalam perda dan bukan hanya pada perwal. Karena, perwal itu hanya kebijakan secara teknis saja,” ujarnya.
Lebih lanjut Samporno mengatakan, dalam suatu perizinan reklame ada dua jenis retribusi dan satu pajak daerah. Pertama, retribusi IMB terhadap konstruksi reklamenya. Dan, kedua retribusi perletakan sewa kekayaan daerah. Sedangkan pajak adalah pajak reklame.
“Ketika itu, perizinan reklame kami yang tangani semua. Artinya, kami yang mengeluarkan izinnya dan juga menagih sendiri. Sebab, saya tidak mau ‘dibola-bola.’ Misalnya, retribusi atau pajaknya ditetapkan dinas lain lalu baru disetor, dan itulah yang terjadi sekarang ini. Akibatnya, bukan lagi dinas saja yang pening, tetapi ‘berkasnya’ juga pening,” ungkap Samporno.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil pendataan pihaknya terbaru, ada 700 reklame di Kota Medan yang tidak punya izin. Sedangkan yang berizin paling tidak sekitar 10 persennya.
Diketahui, perolehan pajak reklame tahun 2017 sangat miris. Dari target yang ditetapkan Rp94,3 miliar, hanya mampu mendapatkan Rp22,3 miliar. Lebih miris lagi, capaian pajak ini yang terealiasasi jenisnya untuk papan nama toko bukan reklame yang bersifat konstruksi. Padahal, reklame konstruksi banyak berdiri di mana-mana. (ris/azw)