26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ganti Rugi Diberikan Setelah Perkara di PN Tuntas, Tol Medan-Binjai Bakal Tak Selesai Tahun Ini

SUTAN SIREGAR/SUMUT POSTIANG BETON: Seorang pekerja duduk di atas tiang beton yang bakal digunakan untuk membangun ruas jalan tol Medan-Binjai Seksi I di kawasan Tanjungmulia, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Sumatera Utara akhirnya buka suara perihal ganti rugi lahan bagi warga yang terkena dampak pembangunan jalan tol Medan-Binjai seksi I, Tanjungmulia-Helvetia.

Melihat ‘benang kusut’ soal ganti rugi yang masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN), BPN memprediksi, ruas tol tersebut tak akan siap tahun ini.

“Permasalahan ganti rugi ini belum dapat dituntaskan karena munculnya 11 gugatan perdata di PN Medan,” kata Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut, Bambang Priono kepada wartawan di Medan, Selasa (30/10).

Dijelaskan Bambang, munculnya 11 gugatan disebabkan adanya sembilan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan tersebut. “Di lahan ini muncul delapan sertifikat dengan sembilan nama pemilik yang kini sedang berproses gugatan di pengadilan.

Totalnya ada 11 gugatan perdata. Sepuluh di PN Medan dan satu di PTUN Jakarta. Satu gugatan sedang tahap banding dan satu lagi gugatannya kalah dan terindikasi perbuatan pidana. Ini juga sudah dilaporkan ke Poldasu dalam rangka mafia tanah,” katanya.

Selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Medan-Binjai, ia menegaskan, sudah menjalankan amanah Menteri ATR/BPN No 4405/50/XII/2017 tertanggal 7 Desember 2017, perihal penyelesaian Permasalahan Pengadaan Tanah Jalan Tol Medan-Binjai.

Dimana pihaknya, Pemko Medan dan Pemprovsu diminta menggunakan kewenangan sesuai UU No 23/2014 tentang Pemda, dalam menyelesaikan ganti rugi dengan porsi 70 persen kepada masyarakat kampung tua yang menguasai tanah dan 30 persen kepada pemegang sertifikat dan ahli waris pemegang Grant Sultan.

“Kalau hal ini sudah clear. Baik pemegang sertifikat, pemilik bangunan dan penggarap diberi porsi masing-masing 70 persen dan 30 persen. Namun selaku ketua pengadaan tanah, saya tidak mau membayar begitu saja sementara masih banyak perkara gugatan di PN Medan yang belum selesai. Kami tak mau blunder akan hal ini,” paparnya.

Tak hanya gugatan di PN Medan, permasalahan ini juga bergulir di PTUN Jakarta. Yakni adanya gugatan oleh ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli X) pada 3 Desember 2017, terhadap pihak Kementerian PUPR dan BPN untuk dilakukan penitipan uang ganti kerugian ke PN.

“Putusan PN Medan pada 18 Juli 2018 menerima atas gugatan tersebut (dimenangkan ahli waris) yang mengakibatkan penyelesaian pengadaan tanah untuk jalan tol Medan-Binjai seksi I menjadi stagnan. Saat ini, Kementerian PUPR dan BPN telah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sumut (masih dalam proses banding),” ungkapnya.

Melihat peliknya permasalahan dan alokasi waktu yang tersedia, Bambang meyakini pembangunan jalan tol Medan-Binjai takkan selesai tahun ini. “Sepertinya begitu (akan molor). Jika pengadaan tanah tuntas tahun ini, artinya pengerjaan fisik baru bisa dilakukan 2019. Sekali lagi saya tekankan, bahwa jika masih terdapat gugatan di pengadilan masalah ganti rugi belum bisa kami berikan,” imbuhnya.

Dirinya bahkan sedang merancang konsep untuk percepatan ganti rugi lahan ini. Mengingat pembayaran uang ganti kerugian menggunakan dana APBN sehingga dalam proses penggantian tersebut tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. “Ya, memang dibutuhkan penyelesaian secara konkrit dengan adanya permasalahan hukum ini, sehingga pembayaran uang ganti kerugian tetap dapat dibayarkan kelada yang berhak dengan membuat keputusan bersama dalam bentuk berita acara,” katanya.

BPN mencatat, progres proyek jalan tol Medan-Binjai sudah dikerjakan sepanjang 22.825 kilometer, dan sisanya 2.616 kilometer atau hanya 7,36 persen saja. Sementara pada seksi II dan seksi III, yakni Helvetia-Sei Semayang dan Sei Semayang-Binjai. Praktis hanya tersangkut di seksi I yaitu Tanjung Mulia-Helvetia dengan panjang 6,071 kilometer atau sudah dikerjakan dengan progres 74,66 persen. “Yang menggugat, ya itu-itu saja orangnya.

Yang herannya, dulu waktu belum ada kegiatan pembangunan jalan tol tidak ada gugatan. Sekarang kok ada. Ya, mungkin saja tergiur akan ganti ruginya. Negara gak boleh kalah sama orang yang menganggu kegiatan pembangunan strategis nasional. Kalau pembiayaan tanah sudah selesai, masyarakat yang masuk Jalan Megawati menuju Kualanamu dan Tebingtinggi tidak akan lama jarak tempuhnya,” ucap Bambang.

Diberitakan sebelumnya, salah satu tim Forum Masyarakat Kawat Tanjung Mulia Bersatu, Edy, Minggu (28/10) mengatakan, masyarakat tetap menuntut hak ganti rugi pembebasan lahan yang telah ditetapkan menteri ATR/BPN dengan persentase untuk masyarakat 70 persen dan pemilik SHM 30 persen.

Anehnya, setelah ada penetapan itu, Sultan Deli melakukan gugatan di PN Medan. Hasil keputusan itu, PN Medan memenangkan Sultan Deli dengan 12 hasil. Di antaranya ganti rugi pembayaran diberikan sepenuhnya kepada Sultan Deli. “Kami masyarakat sangat dirugikan dengan adanya gugatan itu, pembayaran kami jadi tertunda. Ini ada permainan dari mafia tanah. Kalau memang mau gugat, kenapa tidak dari dulu, kenapa harus sekarang saat adanya pembebasan lahan,” kesalnya.

Dijelaskan warga Kawat 3, Tanjung Mulia Hilir ini, setelah adanya keputusan gugatan di PN Medan, tim pembebasan dari BPN akan melakukan gugatan banding di PT Sumut. Namun hingga kini proses gugatan belum juga berjalan. Harapannya, keputusan yang akan ditetapkan tidak menghilangkan hak dari masyarakat.

Dengan diperlamanya pembayaran karena ada gugatan, lanjut Edy, mereka telah meminta penjelasan kepada tim pembebasan melalui BPN Sumut. Rencananya, ganti rugi akan dibayarkan setelah ada kesepakatan bersama dengan gubernur, Kejaksaan, kepolisian dan stakeholder terkait.

“Kemarin kami terus mempertanyakan pembayaran ganti rugi. Kata tim pembebasan akan dibuat kesepakatan bersama. Artinya, ganti rugi kepada masyarakat akan dibayarkan segera, walaupun adanya gugatan. Tapi, kami minta penjelasan kapan kesepakatan itu dilaksanakan dan kami terus diberikan janji-janji,” ungkapnya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POSTIANG BETON: Seorang pekerja duduk di atas tiang beton yang bakal digunakan untuk membangun ruas jalan tol Medan-Binjai Seksi I di kawasan Tanjungmulia, Medan, belum lama ini.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Sumatera Utara akhirnya buka suara perihal ganti rugi lahan bagi warga yang terkena dampak pembangunan jalan tol Medan-Binjai seksi I, Tanjungmulia-Helvetia.

Melihat ‘benang kusut’ soal ganti rugi yang masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN), BPN memprediksi, ruas tol tersebut tak akan siap tahun ini.

“Permasalahan ganti rugi ini belum dapat dituntaskan karena munculnya 11 gugatan perdata di PN Medan,” kata Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut, Bambang Priono kepada wartawan di Medan, Selasa (30/10).

Dijelaskan Bambang, munculnya 11 gugatan disebabkan adanya sembilan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas lahan tersebut. “Di lahan ini muncul delapan sertifikat dengan sembilan nama pemilik yang kini sedang berproses gugatan di pengadilan.

Totalnya ada 11 gugatan perdata. Sepuluh di PN Medan dan satu di PTUN Jakarta. Satu gugatan sedang tahap banding dan satu lagi gugatannya kalah dan terindikasi perbuatan pidana. Ini juga sudah dilaporkan ke Poldasu dalam rangka mafia tanah,” katanya.

Selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Medan-Binjai, ia menegaskan, sudah menjalankan amanah Menteri ATR/BPN No 4405/50/XII/2017 tertanggal 7 Desember 2017, perihal penyelesaian Permasalahan Pengadaan Tanah Jalan Tol Medan-Binjai.

Dimana pihaknya, Pemko Medan dan Pemprovsu diminta menggunakan kewenangan sesuai UU No 23/2014 tentang Pemda, dalam menyelesaikan ganti rugi dengan porsi 70 persen kepada masyarakat kampung tua yang menguasai tanah dan 30 persen kepada pemegang sertifikat dan ahli waris pemegang Grant Sultan.

“Kalau hal ini sudah clear. Baik pemegang sertifikat, pemilik bangunan dan penggarap diberi porsi masing-masing 70 persen dan 30 persen. Namun selaku ketua pengadaan tanah, saya tidak mau membayar begitu saja sementara masih banyak perkara gugatan di PN Medan yang belum selesai. Kami tak mau blunder akan hal ini,” paparnya.

Tak hanya gugatan di PN Medan, permasalahan ini juga bergulir di PTUN Jakarta. Yakni adanya gugatan oleh ahli waris Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alamsyah (Sultan Deli X) pada 3 Desember 2017, terhadap pihak Kementerian PUPR dan BPN untuk dilakukan penitipan uang ganti kerugian ke PN.

“Putusan PN Medan pada 18 Juli 2018 menerima atas gugatan tersebut (dimenangkan ahli waris) yang mengakibatkan penyelesaian pengadaan tanah untuk jalan tol Medan-Binjai seksi I menjadi stagnan. Saat ini, Kementerian PUPR dan BPN telah mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Sumut (masih dalam proses banding),” ungkapnya.

Melihat peliknya permasalahan dan alokasi waktu yang tersedia, Bambang meyakini pembangunan jalan tol Medan-Binjai takkan selesai tahun ini. “Sepertinya begitu (akan molor). Jika pengadaan tanah tuntas tahun ini, artinya pengerjaan fisik baru bisa dilakukan 2019. Sekali lagi saya tekankan, bahwa jika masih terdapat gugatan di pengadilan masalah ganti rugi belum bisa kami berikan,” imbuhnya.

Dirinya bahkan sedang merancang konsep untuk percepatan ganti rugi lahan ini. Mengingat pembayaran uang ganti kerugian menggunakan dana APBN sehingga dalam proses penggantian tersebut tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. “Ya, memang dibutuhkan penyelesaian secara konkrit dengan adanya permasalahan hukum ini, sehingga pembayaran uang ganti kerugian tetap dapat dibayarkan kelada yang berhak dengan membuat keputusan bersama dalam bentuk berita acara,” katanya.

BPN mencatat, progres proyek jalan tol Medan-Binjai sudah dikerjakan sepanjang 22.825 kilometer, dan sisanya 2.616 kilometer atau hanya 7,36 persen saja. Sementara pada seksi II dan seksi III, yakni Helvetia-Sei Semayang dan Sei Semayang-Binjai. Praktis hanya tersangkut di seksi I yaitu Tanjung Mulia-Helvetia dengan panjang 6,071 kilometer atau sudah dikerjakan dengan progres 74,66 persen. “Yang menggugat, ya itu-itu saja orangnya.

Yang herannya, dulu waktu belum ada kegiatan pembangunan jalan tol tidak ada gugatan. Sekarang kok ada. Ya, mungkin saja tergiur akan ganti ruginya. Negara gak boleh kalah sama orang yang menganggu kegiatan pembangunan strategis nasional. Kalau pembiayaan tanah sudah selesai, masyarakat yang masuk Jalan Megawati menuju Kualanamu dan Tebingtinggi tidak akan lama jarak tempuhnya,” ucap Bambang.

Diberitakan sebelumnya, salah satu tim Forum Masyarakat Kawat Tanjung Mulia Bersatu, Edy, Minggu (28/10) mengatakan, masyarakat tetap menuntut hak ganti rugi pembebasan lahan yang telah ditetapkan menteri ATR/BPN dengan persentase untuk masyarakat 70 persen dan pemilik SHM 30 persen.

Anehnya, setelah ada penetapan itu, Sultan Deli melakukan gugatan di PN Medan. Hasil keputusan itu, PN Medan memenangkan Sultan Deli dengan 12 hasil. Di antaranya ganti rugi pembayaran diberikan sepenuhnya kepada Sultan Deli. “Kami masyarakat sangat dirugikan dengan adanya gugatan itu, pembayaran kami jadi tertunda. Ini ada permainan dari mafia tanah. Kalau memang mau gugat, kenapa tidak dari dulu, kenapa harus sekarang saat adanya pembebasan lahan,” kesalnya.

Dijelaskan warga Kawat 3, Tanjung Mulia Hilir ini, setelah adanya keputusan gugatan di PN Medan, tim pembebasan dari BPN akan melakukan gugatan banding di PT Sumut. Namun hingga kini proses gugatan belum juga berjalan. Harapannya, keputusan yang akan ditetapkan tidak menghilangkan hak dari masyarakat.

Dengan diperlamanya pembayaran karena ada gugatan, lanjut Edy, mereka telah meminta penjelasan kepada tim pembebasan melalui BPN Sumut. Rencananya, ganti rugi akan dibayarkan setelah ada kesepakatan bersama dengan gubernur, Kejaksaan, kepolisian dan stakeholder terkait.

“Kemarin kami terus mempertanyakan pembayaran ganti rugi. Kata tim pembebasan akan dibuat kesepakatan bersama. Artinya, ganti rugi kepada masyarakat akan dibayarkan segera, walaupun adanya gugatan. Tapi, kami minta penjelasan kapan kesepakatan itu dilaksanakan dan kami terus diberikan janji-janji,” ungkapnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/