MEDAN, SUMUTPOS.CO – Anggota DPRD Medan memprotes pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, terkait anggaran kegiatan reses dan sosialisasi peraturan daerah (perda) Sebab, masih banyak lagi penggunaan anggaran negara dengan jumlah yang lebih besar. Namun kenapa, anggaran yang kecil malah menjadi sorotan.
“Kalau demikian kondisinya, bisa dibilang istilahnya ‘saling mengintip’. Padahal, masih banyak ‘proyek-proyek besar’ tapi kenapa yang anggarannya kecil dan bersentuhan langsung dengan masyarakat menjadi sorotan,” ungkap Anggota DPRD Medan, Beston Sinaga, kemarin.
Beston mengaku pusing setelah menjalani pemeriksaan oleh BPK, Kamis (15/11) kemarin. Untuk itu, dia menyarankan ditiadakan saja kegiatan reses dan sosialisasi perda. “Baru dua kali reses kita lakukan dan yang ketiga belum. Kalau begini kondisinya, terlalu pening dan lebih bagus ditiadakan saja. Sebab, sampai hal yang detail ditanya mereka. Padahal, anggarannya kecil,” kata dia.
Pun begitu, sambung Beston, reses yang dilakukan sangat bagus karena langsung berinteraksi dengan masyarakat mengenai keluhan yang dihadapi. Selanjutnya, anggota dewan menyampaikan kepada wali kota untuk segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
“Kalau sudah seperti ini kondisinya, sampai dipanggil-panggil BPK, maka terlalu repot kita dibuatnya. Bahkan, gak tenang tidur. Misalkan, kita kasih uang ke masyarakat gak seberapa sewaktu reses atau sosialisasi. Ternyata, tidak sesuai dengan BPK. Padahal, uang yang dikeluarkan itu pribadi atau di luar anggaran,” cetusnya.
Anggota DPRD Medan, Dame Duma Sari Hutagalung mengatakan, kalau memang tidak diperbolehkan memberikan sesuatu secara langsung kepada masyarakat, seharusnya dipertegas kepada Sekretariat DPRD Medan tugas dan fungsinya. Apalagi, ada regulasi yang mengatur hal itu.
“Pada dasarnya, kami anggota dewan tidak takut dipanggil BPK. Sebab, memang tidak ada yang dilakukan secara fiktif karena setiap reses ataupun sosialisasi dilakukan terbuka. Jadi, jika tidak diperbolehkan lagi maka untuk ke depannya harus diperjelas tupoksi Sekretariat Dewan,” ujar Dame.
Sementara, Sekretaris DPRD Kota Medan, Abdul Aziz mengatakan, ada sebanyak 28 anggota dewan yang dipanggil, bukan diperiksa. Malahan, sepertinya seluruh anggota dewan akan dipanggil dan mungkin bertahap.
“Ada hal yang ingin BPK klarifikasi, khususnya mengenai pemberian uang transport kepada masyarakat yang hadir saat reses dan sosialisasi tersebut. Apakah betul uangnya diberikan, kepada siapa juga diberikan uang itu,” kata Aziz.
Aziz mengaku, mayoritas yang hadir adalah staf dari anggota dewan. Sebab, kebanyakan yang memberikan uang transport kepada masyarakat ialah staf dari anggota dewan tersebut. “Biasanya staf yang menyalurkan uang itu, makanya yang hadir ke BPK itu stafnya. Kalau ada anggota dewan yang hadir langsung, mungkin karena dia langsung yang memberikan uang transport itu kepada masyarakat,” jelasnya.
Diutarakan Aziz, BPK melakukan klarifikasi biasanya dua kali dalam satu tahun. Termasuk, kegiatan di tahun anggaran yang sedang berjalan.
Terpisah, Anggota DPRD Medan, Ilhamsyah menilai pemeriksaan yang dilakukan BPK merupakan hal yang wajar. Sebab, hal tersebut merupakan kewenangan dan tugas dari instansi tersebut. “Saya dipanggil ke BPK Rabu (14/11). Saat itu, saya mengutus staf. Memang di surat undangan begitu, BPK ingin mengklarifikasi terkait penggunaan anggaran reses dan sosialisasi,” ujar Ilhamsyah.
Ketua Pansus R-APBD 2019 ini menilai, klarifikasi itu hal yang baik karena sebagai yang menggunakan anggaran. Dengan begitu, tahu dimana yang harus diperbaiki ke depan. (ris/ila)