25 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Kenapa Anak Kami Juga Seperti Ini?

Pasangan Suami-Istri Tunanetra Berharap Punya Anak Normal

Kenyataan dalam kehidupan tidak jarang bertolak-belakang dari harapan. Seperti halnya yang dialami pasangan suami istri (pasutri) tunanetra M Payan Tambunan dan Sri Harningsih. Berharap anaknya ‘terang’ agar bisa menuntun mereka, yang lahir ternyata ‘gelap’ sama seperti mereka.

Sebagai pasangan tunanetra, Payan Tambunan dan Sri Harningsih memiliki harapan besar kepada si buah hati. Terlebih bayi yang lahir dengan bobot 2,5 Kilogram di RS Sari Mutiara Jalan Kapten Muslim Medan, Sabtu (10/9) pukul 17.05 WIB merupakan anak pertama mereka. Buah cinta dari hubungan yang terjalin sejak setahun lalu.

“Karena kami seperti ini (tuna netra, Red), kami berharap dia lahir normal. Bisa melihat indahnya dunia sehingga bisa menuntun kami. Rupanya Tuhan berkehendak lain harapan itu masih jauh dari jangkauan,” tutur Sri Harningsih (30) yang ditemui Sumut Pos di ruang Delima 1 Lantai IV RS Sari Mutiara Medan, Kamis (15/9).

Sri yang mengenakan baju kurung ungu bermotif bunga serta bersarung ini pun berusaha tegar dan tetap tersenyum sembari menuturkan perasaannya sebagai seorang ibu dengan segala kekurangannya. Bagaimana harapan yang tadi hancur saat mendengar informasi dari salah seorang tenaga medis. Bahwa si buah hati lahir dengan mata yang tidak bisa melihat. Kekecewaan itu terpancar dari raut muka Sri yang sore itu tidak ditemani suami tercinta.

Warga kecamatan Firdaus Sei Rampah ini hanya bisa pasrah. Bagaimana pun anak adalah karunia dari Sang Khalik untuk seorang ibu. Karunia yang disertai tanggungjawab untuk merawatnya. Dengan segala kekurangan yang ada, anak adalah kehidupan kedua dari keduanya. Dimana kenangan akan keduanya tersimpan dalam rasa cinta.

Keduanya bertemu pada sebuah pelatihan yang digelar di Kota Tebingtinggi. Dari pelatihan tadi mereka lalu memiliki keahlian memijat. Sri sendiri sempat bekerja di salah satu panti pijat tunatera seputaran Ayahanda Medan sebelum kemudian ikut suami bekerja di Panti Pijat seputaran Jalan Gajah Mada gang Damai Medan.

Tak ingin terlarut dalam kekecewaan, Sri langsung menunaikan kewajibannya. Dibantu oleh beberapa tenaga medis, wanita berpostur 120 Centimeter dan 80 Kilogram ini menuju Ruang Bayi. Di sebuah incubator terlihat bayi mungil terbalut selimut kuning dengan wajah yang menggemaskan. Dengan bantuan perawat, Sri lalu memeluk sang bayi untuk diberi Air Susu Ibu (ASI). Hal itu bahkan sudah dilakukan sejak tiga hari lalu.

Sentuhan kulit yang terjadi spontan merubah ekspresi Sri. Gambaran kekecewaan saat di ruangan tadi berubah dalam satu kejutan. Dirinya pun berpaling ke arah kepala sang bayi seolah melihat. Lalu mendongak ke atas untuk sesaat, memanjatkan doa seorang ibu. “Biarlah dalam kekurangan yang ada, kelak dia akan menjadi anak yang baik,” ucapnya terhadap bayi yang kelak dinamai Kostar Karnelius Tambunan itu.

Kekecewaan yang sempat dirasakan Sri tidak lah berlebihan. Bagaimana tidak, selama mengandung si buah hati, anak kedua dari empat saudara ini tidak pernah merasakan hal yang luar biasa. Semua berjalan normal. Bahkan dirinya mengaku tidak merasakan capek dan tetap bekerja sekalipun kehamilannya sudah kian membesar. “Tidak ada yang aneh-aneh, biasa saja. Hanya sakit-sakit sedikit kalau dia bergerak. Malah saya masih mijat waktu mengandung dulu,” kenangnya.

Dari garis keturunan pun hal itu terbilang kecil. Pasalnya M Payan Tambunan lahir normal. Kebutaan sendiri terjadi di usia tiga tahun karena terserang campak. Sementara Sri Harningsih juga memiliki seorang saudara yang normal dan sang ayah yang juga normal.

Sri dan Payan tetap masih berharap, kedepannya mereka diberikan Tuhan anak yang sesuai dengan keinginan mereka. “Sudah kami orang tuanya seperti ini kenapa anak kami juga harus seperti ini? Saya mengharapkan kedepannya agar anak saya tidak seperti kami ini,” ucap Sri dengan nada sedikit pelan.

Seperti disampaikan Direktur Utama (Dirut) RS Sari Mutiara Medan, dr Tuahman Fr Purba Mkes Sp.An yang menjenguk sore itu, banyak faktor yang menyebabkan kebutaan pada kelahiran anak. Selain factor keturunan bisa juga disebabkan virus di masa kandungan. Salah satunya pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur. “Itu yang akan kita cari tahu lebih lanjut. Tapi dari hasil USG, bola mata si Kostar kecil dengan kornea yang keruh. Sekalipun resikonya besar, ini masih bisa diimplantasi. Kita akan berusaha agar si Kostar ini bisa melihat normal,” ucap Tuahman.

Untuk itu lanjutnya, RS Sari Mutiara pun membuka donasi melalui nomor rekening perusahaan yang ditujukan untuk pengobatan Kostar Karnelius Tambunan. Dibantu lagi donasi yang sebelumnya sudah disampaikan langsung. Salah satunya Walikota Medan Drs Rahudman Harahap yang menjengun, Rabu (14/9) diikuti Pemprovsu yang diwakili Kadis Kesehatan Sumut dr Candra Syafii.

“Gubernur sudah direncanakan akan dating menjenguk. Melalui Kadis diinstruksikan agar Kostar dirawat dengan baik. Kalau memungkinkan untuk sembuh, Kostar harus disembuhkan,” ucap Tuahman menirukan Kadis Kesehatan Sumut. (*)

Pasangan Suami-Istri Tunanetra Berharap Punya Anak Normal

Kenyataan dalam kehidupan tidak jarang bertolak-belakang dari harapan. Seperti halnya yang dialami pasangan suami istri (pasutri) tunanetra M Payan Tambunan dan Sri Harningsih. Berharap anaknya ‘terang’ agar bisa menuntun mereka, yang lahir ternyata ‘gelap’ sama seperti mereka.

Sebagai pasangan tunanetra, Payan Tambunan dan Sri Harningsih memiliki harapan besar kepada si buah hati. Terlebih bayi yang lahir dengan bobot 2,5 Kilogram di RS Sari Mutiara Jalan Kapten Muslim Medan, Sabtu (10/9) pukul 17.05 WIB merupakan anak pertama mereka. Buah cinta dari hubungan yang terjalin sejak setahun lalu.

“Karena kami seperti ini (tuna netra, Red), kami berharap dia lahir normal. Bisa melihat indahnya dunia sehingga bisa menuntun kami. Rupanya Tuhan berkehendak lain harapan itu masih jauh dari jangkauan,” tutur Sri Harningsih (30) yang ditemui Sumut Pos di ruang Delima 1 Lantai IV RS Sari Mutiara Medan, Kamis (15/9).

Sri yang mengenakan baju kurung ungu bermotif bunga serta bersarung ini pun berusaha tegar dan tetap tersenyum sembari menuturkan perasaannya sebagai seorang ibu dengan segala kekurangannya. Bagaimana harapan yang tadi hancur saat mendengar informasi dari salah seorang tenaga medis. Bahwa si buah hati lahir dengan mata yang tidak bisa melihat. Kekecewaan itu terpancar dari raut muka Sri yang sore itu tidak ditemani suami tercinta.

Warga kecamatan Firdaus Sei Rampah ini hanya bisa pasrah. Bagaimana pun anak adalah karunia dari Sang Khalik untuk seorang ibu. Karunia yang disertai tanggungjawab untuk merawatnya. Dengan segala kekurangan yang ada, anak adalah kehidupan kedua dari keduanya. Dimana kenangan akan keduanya tersimpan dalam rasa cinta.

Keduanya bertemu pada sebuah pelatihan yang digelar di Kota Tebingtinggi. Dari pelatihan tadi mereka lalu memiliki keahlian memijat. Sri sendiri sempat bekerja di salah satu panti pijat tunatera seputaran Ayahanda Medan sebelum kemudian ikut suami bekerja di Panti Pijat seputaran Jalan Gajah Mada gang Damai Medan.

Tak ingin terlarut dalam kekecewaan, Sri langsung menunaikan kewajibannya. Dibantu oleh beberapa tenaga medis, wanita berpostur 120 Centimeter dan 80 Kilogram ini menuju Ruang Bayi. Di sebuah incubator terlihat bayi mungil terbalut selimut kuning dengan wajah yang menggemaskan. Dengan bantuan perawat, Sri lalu memeluk sang bayi untuk diberi Air Susu Ibu (ASI). Hal itu bahkan sudah dilakukan sejak tiga hari lalu.

Sentuhan kulit yang terjadi spontan merubah ekspresi Sri. Gambaran kekecewaan saat di ruangan tadi berubah dalam satu kejutan. Dirinya pun berpaling ke arah kepala sang bayi seolah melihat. Lalu mendongak ke atas untuk sesaat, memanjatkan doa seorang ibu. “Biarlah dalam kekurangan yang ada, kelak dia akan menjadi anak yang baik,” ucapnya terhadap bayi yang kelak dinamai Kostar Karnelius Tambunan itu.

Kekecewaan yang sempat dirasakan Sri tidak lah berlebihan. Bagaimana tidak, selama mengandung si buah hati, anak kedua dari empat saudara ini tidak pernah merasakan hal yang luar biasa. Semua berjalan normal. Bahkan dirinya mengaku tidak merasakan capek dan tetap bekerja sekalipun kehamilannya sudah kian membesar. “Tidak ada yang aneh-aneh, biasa saja. Hanya sakit-sakit sedikit kalau dia bergerak. Malah saya masih mijat waktu mengandung dulu,” kenangnya.

Dari garis keturunan pun hal itu terbilang kecil. Pasalnya M Payan Tambunan lahir normal. Kebutaan sendiri terjadi di usia tiga tahun karena terserang campak. Sementara Sri Harningsih juga memiliki seorang saudara yang normal dan sang ayah yang juga normal.

Sri dan Payan tetap masih berharap, kedepannya mereka diberikan Tuhan anak yang sesuai dengan keinginan mereka. “Sudah kami orang tuanya seperti ini kenapa anak kami juga harus seperti ini? Saya mengharapkan kedepannya agar anak saya tidak seperti kami ini,” ucap Sri dengan nada sedikit pelan.

Seperti disampaikan Direktur Utama (Dirut) RS Sari Mutiara Medan, dr Tuahman Fr Purba Mkes Sp.An yang menjenguk sore itu, banyak faktor yang menyebabkan kebutaan pada kelahiran anak. Selain factor keturunan bisa juga disebabkan virus di masa kandungan. Salah satunya pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur. “Itu yang akan kita cari tahu lebih lanjut. Tapi dari hasil USG, bola mata si Kostar kecil dengan kornea yang keruh. Sekalipun resikonya besar, ini masih bisa diimplantasi. Kita akan berusaha agar si Kostar ini bisa melihat normal,” ucap Tuahman.

Untuk itu lanjutnya, RS Sari Mutiara pun membuka donasi melalui nomor rekening perusahaan yang ditujukan untuk pengobatan Kostar Karnelius Tambunan. Dibantu lagi donasi yang sebelumnya sudah disampaikan langsung. Salah satunya Walikota Medan Drs Rahudman Harahap yang menjengun, Rabu (14/9) diikuti Pemprovsu yang diwakili Kadis Kesehatan Sumut dr Candra Syafii.

“Gubernur sudah direncanakan akan dating menjenguk. Melalui Kadis diinstruksikan agar Kostar dirawat dengan baik. Kalau memungkinkan untuk sembuh, Kostar harus disembuhkan,” ucap Tuahman menirukan Kadis Kesehatan Sumut. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/