MEDAN, SUMUTPOS.CO – Usulan pembangunan jalan tol atau jalan layang di jalur lintas Medan-Berastagi terus diseriusi. Rencananya hari ini, Rabu (5/12), Komisi D DPRD Sumut bersama enam kepala daerah akan mendatangi Komisi V DPR RI untuk menyampaikan usulan pembangunan jalan tol/layang tersebut. Mereka ingin mendorong percepatan proyek infrastruktur tersebut agar segera terealisasi dalam waktu dekat.
SEKRETARIS Komisi D DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan menyebutkan, perlu ada dorongan langsung dari legislatif tingkat provinsi maupun kepala-kepala daerah ke tingkat pusat. Sebab, kondsi jalur Medan-Karo memiliki medan yang cukup rawan, khususnya pada tikungan di Sibolangit dan Bandar Baru. Sebab selain curam, seringkali menyebabkan macet panjang saat arus kendaraan padat.
“Karena ini kan proses penyusunan anggarannya bertingkat. Jadi harus berasal dari bawah dulu. Sehingga mungkin Kementerian Pekerjaan Umum (PU) belum melihat ini sebagai sesuatu yang mendesak,” ujar Sutrisno usai rapat kerja bersama Bappeda Provsu, Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provsu, Balai Besar Pelaksanaan Nasional Wilayah I Medan, Bupati Karo, Bupati Dairi, Bupati Samosir, Bupati Humbang Hasundutan, dan Pemkab Pakpak Bharat, Selasa (4/12).
Sutrisno sendiri mengaku sudah mendengar komitmen dari para kepala daerah yang hadir. “Bupati Karo Terkelin Brahmana sangat mendukung pembangunan tol Medan – Berastagi. Jika butuh dukungan administrasi, Pemkab Karo bersedia melengkapinya, jika diminta,” kata Sutrisno membacakan komitmen Bupati Karo.
Hal senada juga disampaikan para kepala daerah lainnya. Wakil Bupati Dairi Jimmy Andrea Lukita Sihombing menegaskan, pada prinsipnya Pemkab Dairi sangat mendukung pembangunan tol Medan-Berastagi, karena selama ini banyak masyarakat Dairi mengeluh jika terjadi kemacetan berjam-jam. Dimana hasil pertanian yang mau dijual ke Medan seperti jeruk dan durian sering terlambat, hingga pengusaha dan petani mnegakami kerugian.
Hal yang sama juga dikatakan Pemkab Pakpak Bharat yang diwakili pejabat di Dinas PUPR. Dengan begitu, sebut Sutrisno Pangaribuan, para kepala daerah mendukung penuh gagasan Ikatan Cendikiawan Karo (ICK) untuk melobi pemerintah pusat terkait jalan tol Medan-Berastagi ini. “Kalau ini sudah bisa diusulkan dan masuk di anggaran APBN, tentu kita akan mendesak segera diproses. Seperti lelang, sudah bisa dilakukan lelang konsultan. Karena seperti di Sibolangit itu tikungan patah. Jadi perlu dibangun agar medannya jadi lebih mudah,” ungkapnya.
Usulan pembangunan tersebut, lanjut Sutrisno, seperti yang dibuat di Sumatera Barat tepatnya di Kelok Sembilan. Dimana jalur yang lama, dibangun jalan layang memutar dengan badan jalan yang lebih lebar dan memutar. Sehingga kondisinya tidak lagi membahayakan dan rentan terjadi macet. “Jadi nanti usulannya seperti di Sumatera Barat, dibuat jalan memutar lebih jauh. Kita akan bawa ini ke Komisi 5 DPR RI. Anggaranya sekitar Rp500 Miliar. Ini yang sudah digagas para cendikiawan Karo,” sebutnya.
Selain itu, Sutrisno juga mengatakan, rencananya hari ini, mereka membawa sejumlah kepala daerah seperti Wali Kota Medan, Bupati Deli Serdang, Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Humbang Hasundutan ke Jakarta. Sebab, keenam daerah ini yang akan terdampak rencana pembangunan jalan tol/layang tersebut. Ditambah lagi, banyak objek wisata yang berada di lima kabupaten tersebut.
Sebelumnya Ikatan Cendikiawan Karo (ICK) mengatakan, jalan Medan-Berastagi saat ini sangat tidak layak sebagai akses utama penghubung dua daerah ini. Pasalnya, selain volume kendaraan yang terus meningkat, beberapa titik di kawasan perbukitan dan pegunungan, rawan longsor. Kedua kondisi itu, bisa membuat antrean kendaraan hingga kemacetan sampai enam jam lebih.
Ketua ICK Dr Budi D Sinulingga saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi D DPRD Sumut bersama Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Medan beberapa waktu lalu. Menurutnya fokus pembangunan infrastruktur jalan dari Medan menuju Danau Toba sudah sangat banyak. Diantaranya tol Medan-Sei Rampah, Bandara Silangit, Bandara Sibisa, Kereta Api Medan-Pematang Siantar serta jalur umum. Ditambah lagi rencana tol Tebing Tinggi-Parapat. Sedangkan Medan-Berastagi, kondisinya sudah sangat kurang.
“Kami khawatir akan terjadi perpindahan minat turis dari kawasan utara Danau Toba ke selatan dan timur. Kemudian, komoditi kawasan utara akan kurang memiliki daya saing sehingga terjadi disparitas pembangunan serta terjadi gangguan aktivitas sosial budaya misal acara adat perkawinan dan kematian,” sebutnya.
Pihaknya pun mengusulkan peningkatan jalan Medan-Berastagi memakai jembatan beton (cantilver) pada black spot seperti pola jalan Kelok Sembilan di Sumatera Barat. “Atau penembokan pada titik rawan longsor, pelebaran pada titik yang bisa dikabarkan atau pembangunan jalan Rawasering menjadi tol atau non tol 3 jalur dengan panjang 90 km,” tambahnya yang juga mengatakan, estimasi anggaran untuk peningkatan Jalan Medan-Brastagi sekitar Rp4 Triliun.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi, jalan Medan-Berastagi kerap mengalami kemacetan panjang, khususnya pada akhir pekan dan hari libur nasional. Seperti pada libur panjang Hari Raya Idul Fitri, 20 Juni 2018 lalu. Kemacetan berjam-jam terjadi di jalan Medan-Berastagi dan sebaliknya. Dampak kemacetan ini sangat dirasakan pedagang sayur mayur dari Tanah Karo. Distribusi terganjal karena kemacetan yang hingga kini belum ada jalan keluar.
Padahal Kabupaten Karo setiap hari memasok ratusan ton kebutuhan sayur mayur ke Kota Medan dan sekitarnya.
Hingga kini belum ada solusi yang diberikan pemerintah walaupun keluhan masyarakat sudah disampaikan. Memang sudah ada wacana yang digaungkan elemen masyarakat akan dibangunnya jalan tol, jalan layang, dan jalan alternatif. Namun belum mendapat respons positif dari pemerintah.
Prof Johannes Tarigan pemerkarsa jalan tol Medan-Berastagi pernah menyampaikan paparan di depan Gubsu HT Erry Nuradi dan Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba saat rapat koordinasi jalan tol beberapa tahun lalu . Dipaparkan jalan tol Medan-Berastagi sangat penting untuk kemajuan daerah Berastagi dan kawasan seputarnya. Jalan biasa yang saat ini ada, tidak bisa menjadi jaminan untuk kemajuan yang lebih pasti. Karena, jarak tempuh yang seharusnya hanya dua jam, dalam kondisi tertentu seperti adanya kecelakaan lalulintas, jarak tempuh 60 kilometer bisa menjadi 12 jam.
Kondisi ini, sangat tidak efektif dan efisien. Proyek ini diperkirakan pengerjaannya akan menghabiskan dana sekira Rp 4 triliun. Jika dikelola swasta, diperkirakan dalam waktu 12 tahun, investor akan break even point (BEP).
Dalam sket gambar yang sudah dirancang, jalan tol Medan-Berastagi akan terhubung dengan jalan tol Amplas. Dari tol Amplas akan terus ke Barusjahe hingga ke Karo. Di Karo juga perlu dibuat ringroad. Bahkan, jika sudah terbangun jalan tol Medan-Berastagi, maka jarak tempuh yang sebelumnya dua jam semakin berkurang. Cukup 45 menit dari Medan ke Berastagi. Hal ini sangat efektif dan efisien. Nilai ekonomisnya tinggi.
Tidak saja arus lalulintas orang, tapi juga lalulintas barang yang diyakini akan berkembang pesat. Setidaknya, Berastagi sebagai kota wisata akan kebanjiran arus wisatawan lokal. Turis lokal diharapkan dari Medan-Deliserdang, Langkat dan Binjai. Tinggal bagaimana keseriusan pemerintah dalam mewujudukannya. (bal/deo)