LANGKAT, SUMUTPOS.CO – Rencana PT Langkat Nusantara Kepong untuk menampung aspirasi warga atas penolakan okupasi atau pendudukan lahan seluas 240 hektare di Dusun III, Desa Nambiki, Selesai, Langkat, Rabu (23/1), gagal.
“Iya, batal karena ada warga yang sakit,”ungkap koordinator akwi warga, Gema Tarigan ketika dikonfirmasi Sumut Pos. “Selain itu, kami juga mau visum,” sambungnya.
Di lain tempat, PT LNK sudah siap menyambut kedatangan warga yang menolak dilaksanakannya okupasi. “Seharusnya hari ini, semalam dapat kabar sebagian warga ingin bertemu dengan pihak PT LNK. Kami menyambutnya jam 9, dan hadir di sini bersama Camat Selesai, Kades dan Kapolsek Selesai telah hadir menunggu. Namun, Kades mendapat telepon bahwa warga yang menolah okupasi tidak dapat hadir karena sesuatu hal,” jelas Kuasa Hukum PT LNK, Sastra di Kantor Kebun Padangbrahrang.
Sastra yang dipercaya menjadi juru bicara anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara II ini menyatakan, PT LNK sudah melakukan upaya secara maksimal untuk merangkul masyarakat demi jalannya pembangunan kebun sawit.
Sebab, okupasi dilakukan untuk melakukan penanaman ulang bibit sawit. Dalam proses pembangunan ini, bukan semata untuk perusahaan saja, melainkan untuk membawa kepentingan masyarakat. “Pajak juga didapat pemerintah dari perusahaan untuk meningkatkan PAD. Selain itu, lapangan kerja terbuka. Bisa menghidupi ribuan orang. Di sisi lain pembangunan juga akan memberi keindahan bagi Kabupaten Langkat khususnya Kecamatan Selesai,” ujar dia.
Soal keberatan okupasi, Sastra menduga, ada oknum yang menungganinya. Dia mengaku, sudah mendengar langsung keresahan yang terjadi. Juga ada konfik di antara masyarakat. Karenanya, dia menilai, okupasi ini harus dilakukan demi konflik yang terjadi tidak meluas.
“Kita mendapat informasi dari masyarakat yang sudah menerima, ada seperti persekusi dari pihak lain. Saya tidak bilang ancaman, sehingga kalau itu dibiarkan terus, bisa menimbulkan disharmonisasi terhadap masyarakat itu sendiri. Di mana ada pembersihan lahan, pasti ada yang keberatan. Contohnya saja Kalijodo Jakarta, Lokalisasi Doli Surabaya,” urai Sastra.
Meski gagal bertemu, lanjut Sastra, PT LNK tetap membuka kesempatan untuk warga yang menolak okupasi. Artinya, PT LNK siap mendapatkan jadwal ulang dari warga untuk dapat bertemu lagi.
Bagi warga yang ingin mendapatkan tali asih, Sastra meminta agar mereka menjajaki koordinasi dengan perangkat dusun, desa maupun kecamatan. Syarat utama adalah dapat menunjukkan identitas. Sekaligus tunjukkan lahannya yang sudah diusahainnya selama beberapa tahun belakangan.
“Nanti dari Kades yang melapor ke PT LNK. Tim verifikasi dari LNK dan juga muspika, Polsek dan Polres. Kita juga harus melihat aspek hukumnya. Agar tidak tumpang tindih, bisa ditangkap jaksa nanti. Baru nanti diverifikasi. Kalau sudah clear, jadwalkan pembayaran lalu buat berita acara. Pembayaran di Kantor Camat Selesai,” beber dia.
“Rp50 juta paling besar tali asih diberikan untuk bangunan, Rp10 juga untuk bangunan gubuk dan Rp5 juta lahan per hektar yang diberikan untuk tali asih,” sambungnya
Dijelaskan Sastra, HGU tersebut berstatus masih tercatat sebagai aset Badan Usaha Milik Negara. HGU-nya berakhir pada 2020 mendatang. Disoal okupasi apakah tetap berjalan, dia membenarkannya. Meski tanpa pengawalan dari polisi berseragam lengkap, okupasi tetap berlanjut. (ted/han)