29 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

PM Thailand Menyerah

BANGKOK – Perdana Menteri (PM) Thailand, Yingluck Shinawarta mengaku kesulitan menghalau banjir yang melanda negaranya. Kini, pemerintahannya meminta bantuan kepada lawan politiknya untuk mengatasi banjir karena negara gajah utih sedang dilanda krisis nasional.

“Hari ini, saya mengatakan yang sebenarnya. Saya sudah berjuang mengatasi krisis ini sekuat tenaga tapi saya tidak bisa mengatasinya sendirian. Saya perlu kerjasama semua pihak,” kata Yingluck dikutip stasiun berita Channel News Asia, Kamis (20/10).

Dia mengajak seluruh pihak untuk menyikirkan perbedan politik, karena sekarang ini rakyat membutuhkan seluruh pihak bekerja dalam mengatasi banjir ini. “Mari singkirkan semua perbedaan politik. Kita harus bekerja memulihkan moral rakyat,” ujarnya sambil menitiskan air mata dan suara yang bergetar.

Perdana menteri perempuan pertama Thailand ini menambahkan, pemerintahannya terpaksa memilih beberapa bagian kota yang nantinya dipenuhi oleh air. Ini dilakukan untuk meminimalisir desakan terhadap tembok penahan banjir.

“Kami tak bisa halau datangnya air selamanya. Kami membutuhkan wilayah di mana air dapat mengalir dan langsung dialihkan ke laut,” ujarnya.

Upaya untuk melindungi pusat ekonomi dan politik Thailand ini, sebelumnya menunjukan keberhasilan. Tetapi dengan adanya ancaman gelombang tinggi yang memang datang tahunan, membuat Bangkok dalam kondisi berhati-hati.
“Air datang dari berbagai arah dan kami tidak dapat mengendalikannya, karena jumlahnya sangat banyak. Pemerintah akan terus memperingatkan warga,” lanjutnya.

Kini, pemerintah telah memperkuat tanggul banjir di kota dalam upaya untuk mencegah banjir mengalir ke kota yang padat dari dataran tengah, yang beberapa meter berada di bawah air.

Upaya-upaya untuk menjadi jantung ekonomi dan politik negara tetap kering telah disulitkan oleh air pasang musiman, yang juga mengambil korban di daerah-daerah di luar ibukota.

Banjir di Thailand merupakan imbas dari hujan muson. Banjir yang melanda telah menyebabkan 327 warga tewas dan merusak rumah dan menyebabkan sekira sembilan juta warga mengungsi ke tempat yang amat.
Kerugian akibat bencana ini juga terus bertambah. Total kerugian yang dicatat hingga saat ini dikabarkan mencapai 3 miliar dolar US atau sekira Rp26,5 triliun.

Lawan tangguh Yingluck yang menjadi pemimpin oposisi di parlemen, mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, sudah terlebih menyatakan kesediaan membantu pemerintah mengatasi banjir.

Sementara itu, berbagai bantuan kemanusian dari belahan dunia berdatangan. Seperti Tim Penanggulangan Bencana Asean (ERAT) dikabarkan sudah tiba di wilayah Thailand yang dilanda banjir. Tim akan melakukan proses penyelamatan di wilayah banjir. ERAT langsung diturunkan setelah Thailand dilanda bencana banjir yang paling parah
Tim ERAT yang diturunkan ke Thailand ini, berjumlah lima yang berasal dari Brunei Darussalam, Indoneesia, Malaysia dan Singapura.  Mereka akan melakukan supervisi dari Pusat Penanggulangan Bencana Thailand. Selain itu, mereka akan melakukan koordinasi mengatasi bencana dengan Departemen Penanggulangan Bencana dan Mitigasi Thailand.
Tim Erat-Asean ini diisi oleh individu berpengalaman serta terlatih dalam menangani bencana. Mereka pada umumnya sudah memiliki pengalaman menghadapi bencana di wilayah Asean dan negara lain.

Selanjutnya, Amerika juga menyalurkan bantuannya untuk mengantisipasi banjir di Thailand. Bukan itu saja, Jepang juga bantun untuk penyelamatan industri. (bbs/jpnn)

BANGKOK – Perdana Menteri (PM) Thailand, Yingluck Shinawarta mengaku kesulitan menghalau banjir yang melanda negaranya. Kini, pemerintahannya meminta bantuan kepada lawan politiknya untuk mengatasi banjir karena negara gajah utih sedang dilanda krisis nasional.

“Hari ini, saya mengatakan yang sebenarnya. Saya sudah berjuang mengatasi krisis ini sekuat tenaga tapi saya tidak bisa mengatasinya sendirian. Saya perlu kerjasama semua pihak,” kata Yingluck dikutip stasiun berita Channel News Asia, Kamis (20/10).

Dia mengajak seluruh pihak untuk menyikirkan perbedan politik, karena sekarang ini rakyat membutuhkan seluruh pihak bekerja dalam mengatasi banjir ini. “Mari singkirkan semua perbedaan politik. Kita harus bekerja memulihkan moral rakyat,” ujarnya sambil menitiskan air mata dan suara yang bergetar.

Perdana menteri perempuan pertama Thailand ini menambahkan, pemerintahannya terpaksa memilih beberapa bagian kota yang nantinya dipenuhi oleh air. Ini dilakukan untuk meminimalisir desakan terhadap tembok penahan banjir.

“Kami tak bisa halau datangnya air selamanya. Kami membutuhkan wilayah di mana air dapat mengalir dan langsung dialihkan ke laut,” ujarnya.

Upaya untuk melindungi pusat ekonomi dan politik Thailand ini, sebelumnya menunjukan keberhasilan. Tetapi dengan adanya ancaman gelombang tinggi yang memang datang tahunan, membuat Bangkok dalam kondisi berhati-hati.
“Air datang dari berbagai arah dan kami tidak dapat mengendalikannya, karena jumlahnya sangat banyak. Pemerintah akan terus memperingatkan warga,” lanjutnya.

Kini, pemerintah telah memperkuat tanggul banjir di kota dalam upaya untuk mencegah banjir mengalir ke kota yang padat dari dataran tengah, yang beberapa meter berada di bawah air.

Upaya-upaya untuk menjadi jantung ekonomi dan politik negara tetap kering telah disulitkan oleh air pasang musiman, yang juga mengambil korban di daerah-daerah di luar ibukota.

Banjir di Thailand merupakan imbas dari hujan muson. Banjir yang melanda telah menyebabkan 327 warga tewas dan merusak rumah dan menyebabkan sekira sembilan juta warga mengungsi ke tempat yang amat.
Kerugian akibat bencana ini juga terus bertambah. Total kerugian yang dicatat hingga saat ini dikabarkan mencapai 3 miliar dolar US atau sekira Rp26,5 triliun.

Lawan tangguh Yingluck yang menjadi pemimpin oposisi di parlemen, mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, sudah terlebih menyatakan kesediaan membantu pemerintah mengatasi banjir.

Sementara itu, berbagai bantuan kemanusian dari belahan dunia berdatangan. Seperti Tim Penanggulangan Bencana Asean (ERAT) dikabarkan sudah tiba di wilayah Thailand yang dilanda banjir. Tim akan melakukan proses penyelamatan di wilayah banjir. ERAT langsung diturunkan setelah Thailand dilanda bencana banjir yang paling parah
Tim ERAT yang diturunkan ke Thailand ini, berjumlah lima yang berasal dari Brunei Darussalam, Indoneesia, Malaysia dan Singapura.  Mereka akan melakukan supervisi dari Pusat Penanggulangan Bencana Thailand. Selain itu, mereka akan melakukan koordinasi mengatasi bencana dengan Departemen Penanggulangan Bencana dan Mitigasi Thailand.
Tim Erat-Asean ini diisi oleh individu berpengalaman serta terlatih dalam menangani bencana. Mereka pada umumnya sudah memiliki pengalaman menghadapi bencana di wilayah Asean dan negara lain.

Selanjutnya, Amerika juga menyalurkan bantuannya untuk mengantisipasi banjir di Thailand. Bukan itu saja, Jepang juga bantun untuk penyelamatan industri. (bbs/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/