26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Istri Upang Lebih Radikal

PENJINAK BOM
Personel dari Tim Gegana bersiap menjinakkan bom yang ada di dalam rumah terduga teroris Husain alias Upang alias Abu Hamzah, Rabu (13/3) siang.

SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – UPAYA negosiasi yang dilakukan Kepolisian terhadap istri Husain alias Abu Hamzah (AH) alias Upang sejak Selasa (12/3) petang hingga Rabu (13/3) dini hari menemui jalan buntu. Istri Upang yang biasa disapa Umak Abu ini memilih untuk meledakkan diri bersama anaknya dengan bom rakitan dari potasium, paku, mur dan baut yang dibungkus dalam pipa (bom lontong) yang dipegangnya. Tubuhnya pun hancur bercerai-berai.

Umak Abu diduga bunuh diri dengan meledakkan 4 atau 5 bom jenis lontong di tangannya. “Yang di pegang istri AH 4 atau 5 jenis bom lontong,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Kampus UMSU, Medan, Rabu (13/3).

Sejauh ini, kata Dedi, sudah dua kali ledakan terjadi di kediaman Uppang. Di mana, ledakan pertama menyebabkan satu personel Polri cedera. “Alhamdulillah kondisi anggota kini telah stabil. Kedua, tadi malam yang menyebabkan istri dan anak AH meninggal dunia. Masih menunggu tim DVI, untuk memastikan jenazah,” paparnya.

Menurut Dedi, paham radikal istri Uppang lebih kental ketimbang suaminya. Hal itu yang membuat dia nekat meledakkan diri mengggunakan bom, usai bertahan 13 jam di dalam rumahnya, di Jalan Cendrawasih, Kelurahan Pancuranbambu, Kecamatan Sibolga Sambas, Kota Sibolga, Sumatera Utara.

Dedi mangatakan, Uppang sendiri yang menyampaikan hal itu kepada kepada penyidik Densus 88 ketika tim sedang melakukan negosiasi. Adapun istri Uppang sejak sore kemarin bersikukuh tidak ingin keluar dari kediamannya. “Istrinya lebih keras pemahamannya dibanding dia sendiri. Lebih militan istrinya,” kata Dedi.

Kuatnya pemahaman radikal itu yang membuat dirinya lebih baik mati bunuh diri ketimbang menyerah kepada tim Densus 88 Antiteror. “Padahal kami sudah meyakinkan, di situ ada anak kecil, kasihan. Terus kami coba imbau. Dengan tokoh masyarakat juga diimbau terus,” sebut Dedi.

Diketahui, istri Uppang bertahan di dalam rumah sejak Selasa (12/3) pukul 14.50 WIB usai Densus 88 Antiteror menangkap suaminya. Segala upaya sudah dilakukan tim dibantu Kepolisian dan tokoh masyarakat setempat untuk membujuk istri Uppang keluar dengan membawa anaknya.

Namun dia memilih meledakkan diri Rabu dini hari (13/3) sekitar pukul 02.00 WIB. “Ada potongan tubuh terlempar dari lokasi sekitar 70 meter,” ujar Kapolda Irjen Agus Andrianto.

Jasadnya dan anak balita berusia 2 tahun sudah berhasil dievakuasi kemarin siang. Sejauh ini tim masih melakukan sterilisasi di kediaman Uppang. Diduga masih banyak bom dan bahan peledak yang sewaktu-waktu meledak atau melukai petugas.

Menurut informasi yang didapat di lapangan, warga sekitar tak banyak menyimpan informasi soal kehidupan keluarga terduga teroris yang satu ini. Bahkan, siapa nama istri dan anak-anaknya, lurah setempat tak tahu-menahu.

Wahyu Aulia Siregar, Lurah Pancuran Bambu yang dikonfirmasi wartawan mengatakan, sejak ia menjadi lurah di sana, terduga teroris itu tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar. Menurutnya, Uppang belum pernah berkomunikasi dengannya selaku lurah.

“Sepengetahuan saya, dia ini pekerjaan sehari-harinya ahli membenarkan listrik di rumah warga. Cuma itu informasi yang saya dapat. Kalau menurut keterangan warga sekitar, orangnya cukup tertutup,” ujarnya.

Ditanyai soal pekerjaan istri Uppang, Wahyu juga mengaku tak mengetahuinya. Sepertinya hanya ibu rumah tangga. Karena anak-anak terduga pelaku masih kecil.

Mengungsi, Anak Tak Sekolah

Sejak Selasa (12/3), warga sekitar disuruh mengungsi oleh pihak Kepolisian, untuk menjaga keselamatan. Seperti yang dialami Dewi, seorang warga yang terpaksa membawa keempat anaknya mengungsi ke rumah saudaranya. “Kami tinggal di Gang Serumpun. Disuruh untuk mengosongkan rumah. Terpaksa kami pindah ke Jalan Mahoni,” kata Dewi.

Ironisnya, anaknya yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) terpaksa tidak masuk sekolah. Lantaran, seluruh pakaian mereka masih berada di dalam rumah. “Kami gak bisa ke rumah. Semua pakaian sekolah di rumah. Makanya, gak masuk sekolah hari ini. Kami pun mulai semalam belum berganti baju,” ungkapnya.

Senada juga dikatakan Kamsani, warga lainnya yang sudah mengungsi sejak Selasa (12/3) siang. “Kami sejak kemarin siang sudah mengungsi, belum pulang ke rumah,” kata Kamsani.

Sama dengan warga lainnya, wanita berjilbab yang mengaku bertetangga dengan Abu Hamzah ini mengaku tidak mengenal istri dari Upang. Bahkan, namanya pun mereka tidak pernah tahu. “Sangat tertutup orang ini,” pungkasnya.(dvs/ts/dc/int/smg)

PENJINAK BOM
Personel dari Tim Gegana bersiap menjinakkan bom yang ada di dalam rumah terduga teroris Husain alias Upang alias Abu Hamzah, Rabu (13/3) siang.

SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – UPAYA negosiasi yang dilakukan Kepolisian terhadap istri Husain alias Abu Hamzah (AH) alias Upang sejak Selasa (12/3) petang hingga Rabu (13/3) dini hari menemui jalan buntu. Istri Upang yang biasa disapa Umak Abu ini memilih untuk meledakkan diri bersama anaknya dengan bom rakitan dari potasium, paku, mur dan baut yang dibungkus dalam pipa (bom lontong) yang dipegangnya. Tubuhnya pun hancur bercerai-berai.

Umak Abu diduga bunuh diri dengan meledakkan 4 atau 5 bom jenis lontong di tangannya. “Yang di pegang istri AH 4 atau 5 jenis bom lontong,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Kampus UMSU, Medan, Rabu (13/3).

Sejauh ini, kata Dedi, sudah dua kali ledakan terjadi di kediaman Uppang. Di mana, ledakan pertama menyebabkan satu personel Polri cedera. “Alhamdulillah kondisi anggota kini telah stabil. Kedua, tadi malam yang menyebabkan istri dan anak AH meninggal dunia. Masih menunggu tim DVI, untuk memastikan jenazah,” paparnya.

Menurut Dedi, paham radikal istri Uppang lebih kental ketimbang suaminya. Hal itu yang membuat dia nekat meledakkan diri mengggunakan bom, usai bertahan 13 jam di dalam rumahnya, di Jalan Cendrawasih, Kelurahan Pancuranbambu, Kecamatan Sibolga Sambas, Kota Sibolga, Sumatera Utara.

Dedi mangatakan, Uppang sendiri yang menyampaikan hal itu kepada kepada penyidik Densus 88 ketika tim sedang melakukan negosiasi. Adapun istri Uppang sejak sore kemarin bersikukuh tidak ingin keluar dari kediamannya. “Istrinya lebih keras pemahamannya dibanding dia sendiri. Lebih militan istrinya,” kata Dedi.

Kuatnya pemahaman radikal itu yang membuat dirinya lebih baik mati bunuh diri ketimbang menyerah kepada tim Densus 88 Antiteror. “Padahal kami sudah meyakinkan, di situ ada anak kecil, kasihan. Terus kami coba imbau. Dengan tokoh masyarakat juga diimbau terus,” sebut Dedi.

Diketahui, istri Uppang bertahan di dalam rumah sejak Selasa (12/3) pukul 14.50 WIB usai Densus 88 Antiteror menangkap suaminya. Segala upaya sudah dilakukan tim dibantu Kepolisian dan tokoh masyarakat setempat untuk membujuk istri Uppang keluar dengan membawa anaknya.

Namun dia memilih meledakkan diri Rabu dini hari (13/3) sekitar pukul 02.00 WIB. “Ada potongan tubuh terlempar dari lokasi sekitar 70 meter,” ujar Kapolda Irjen Agus Andrianto.

Jasadnya dan anak balita berusia 2 tahun sudah berhasil dievakuasi kemarin siang. Sejauh ini tim masih melakukan sterilisasi di kediaman Uppang. Diduga masih banyak bom dan bahan peledak yang sewaktu-waktu meledak atau melukai petugas.

Menurut informasi yang didapat di lapangan, warga sekitar tak banyak menyimpan informasi soal kehidupan keluarga terduga teroris yang satu ini. Bahkan, siapa nama istri dan anak-anaknya, lurah setempat tak tahu-menahu.

Wahyu Aulia Siregar, Lurah Pancuran Bambu yang dikonfirmasi wartawan mengatakan, sejak ia menjadi lurah di sana, terduga teroris itu tidak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar. Menurutnya, Uppang belum pernah berkomunikasi dengannya selaku lurah.

“Sepengetahuan saya, dia ini pekerjaan sehari-harinya ahli membenarkan listrik di rumah warga. Cuma itu informasi yang saya dapat. Kalau menurut keterangan warga sekitar, orangnya cukup tertutup,” ujarnya.

Ditanyai soal pekerjaan istri Uppang, Wahyu juga mengaku tak mengetahuinya. Sepertinya hanya ibu rumah tangga. Karena anak-anak terduga pelaku masih kecil.

Mengungsi, Anak Tak Sekolah

Sejak Selasa (12/3), warga sekitar disuruh mengungsi oleh pihak Kepolisian, untuk menjaga keselamatan. Seperti yang dialami Dewi, seorang warga yang terpaksa membawa keempat anaknya mengungsi ke rumah saudaranya. “Kami tinggal di Gang Serumpun. Disuruh untuk mengosongkan rumah. Terpaksa kami pindah ke Jalan Mahoni,” kata Dewi.

Ironisnya, anaknya yang masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) terpaksa tidak masuk sekolah. Lantaran, seluruh pakaian mereka masih berada di dalam rumah. “Kami gak bisa ke rumah. Semua pakaian sekolah di rumah. Makanya, gak masuk sekolah hari ini. Kami pun mulai semalam belum berganti baju,” ungkapnya.

Senada juga dikatakan Kamsani, warga lainnya yang sudah mengungsi sejak Selasa (12/3) siang. “Kami sejak kemarin siang sudah mengungsi, belum pulang ke rumah,” kata Kamsani.

Sama dengan warga lainnya, wanita berjilbab yang mengaku bertetangga dengan Abu Hamzah ini mengaku tidak mengenal istri dari Upang. Bahkan, namanya pun mereka tidak pernah tahu. “Sangat tertutup orang ini,” pungkasnya.(dvs/ts/dc/int/smg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/