30 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Warga Sering Dengar Ledakan dari Pabrik Mancis

istimewa
TERSANGKA: Pemilik PT Kiat Unggul, Indra Mawan (kiri), Manajer Operasional Burhan (tengah), dan Manajer Personalia Lismawarni jadi tersangka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kiat Unggul yang berlokasi di Kecamatan Sunggal, Deliserdang ternyata tidak hanya memiliki satu rumah pabrikan perakitan mancis saja. Ada tiga rumah pabrikan milik PT yang berdomisili di Kabupaten Langkat.

Salah satu pabrik rumahan yang dilahap si jago merah hingga menewaskan 30 orang, Jumat lalu, beroperasi tanpa mengantongi izin. Diduga, dua pabrik rumahan lain pun demikian.

Masing-masing berlokasi di Desa Perdamaian, Kecamatan Binjai, dan Desa Banyumas, Kecamatan Stabat. Keduanya masih wilayah Pemkab Langkat.

Sumut Pos mengunjungi lokasi pabrik rumahan di Desa Perdamaian, Kecamatan Binjai. Persisnya di Jalan Sudama, Dusun VII, Sabtu (22/6). Tampilan luarnya jelek. Lantainya semen dan dindingnya belum diplaster. Rumah itu sudah dipasang garis polisi berwarna kuning.

Di dalam rumah terlihat tiga meja yang diduga digunakan karyawan untuk bekerja memasang batu mancis. Mejanya mirip seperti yang terbakar di Desa Sambirejo, yang kini tinggal puing. Meja berkaki empat berbahan besi. Di atas kaki meja ada sebuah kayu berukuran sekitar 1 x 3 meter.

Informasi dihimpun, rumah tersebut dipasang garis polisi pada Jumat (21/6) sore. Polisi datang ke rumah itu dengan mengendarai dua unit mobil. Sekitar 30 orang bekerja memasang batu mancis di rumah tersebut. Sistem kerjanya borongan. Kalau ada pesanan, baru bekerja. Jika tidak, tenaga harian lepas yang diberdayakan PT Kiat Unggul pun mencari kerjaan lain.

“Pernah enggak kerja karena tidak ada pesanan,” ucap salah seorang warga setempat yang ingin disebutkan namanya.

Rumah itu dijadikan pabrik rumahan sekitar lima tahun lalu. Suruhan Bos PT Kiat Unggul menyewa rumah itu dalam jangka dua tahun sekali.

Sering Terdengar Ledakan

Warga lain, Ahmad (53) mengaku selama ini resah dengan aktivitas di pabrik rumahan tersebut.

“Sering ada suara ledakan. Ledakannya kecil. Nanti waktu pasang (batu mancis) meledak, para pekerja berteriak. Terus mereka lanjut lagi kerja. Mungkin karena sudah terbiasa,” kata pria yang rumahnya bersebelahan dengan pabrik rumahan tersebut.

Walau para pekerja sudah terbiasa, bagi Ahmad suara ledakan itu membuatnya trauma. Ditambah lagi sudah ada kejadian pabrik serupa yang dilahap si jago merah dalam hitungan detik.

Sebelum kejadian kebakaran di Desa Sambirejo, kata dia, para pekerja tengah sibuk menyiapkan pekerjaannya. Toba-tiba terdengar teriakan kebakaran. Para pekerja buru-buru meninggalkan pabrik rumahan tersebut.

Tragedi kebakaran yang menewaskan 30 nyawa melayang dengan cara terpanggang itupun membuatnya resah. Menurut dia, pabrik rumahan seperti itu harus dijaga oleh tenaga satpam. Begitu juga para pekerjanya harus diberikan pelatihan.

“Enggak cocok saya rasa ini dibuat industri rumahan. Yang cocok industri rumahan itu contohnya buat keripik,” ujar dia.

Dia menambahkan, pekerja yang direkrut PT Kiat Unggul sebagai tenaga harian lepas umumnya warga setempat yang bermukim di Desa Perdamaian dan Kelurahan Kwala Begumit. Sejak lima tahun beroperasi, pabrik rumahan itu tidak mengantongi izin. Bahkan tidak ada memiliki standar keamanan.

“Camat kayaknya enggak tahu ada pabrik ini. Kades kayaknya pernah sekali ke situ. Ini berkaitan dengan pabrik yang terbakar menewaskan 30 orang,” ujar dia.

“Kalau bisa pengusahanya di penjara seumur hidup. Kalau bisa hukuman mati lah, karena 30 orang sudah meninggal dunia,” tandasnya.

Pengawasan Rutin K3 Dituding Tidak Ada

Pengamat Buruh Sumatera Utara, Arsula Gultom SH, mengutuk insiden kebakaran pabrik mancis yang menewaskan 30 orang di Langkat. Ia menilai, para pekerja yang menjadi korban adalah budak modern si pengusaha.

“Kita lihat saja waktu kejadiannya, itu bertepatan dengam jam makan siang. Kenapa buruh masih bekerja di dalam pabrik? Apalagi ruang lingkup pabriknya tidak safety. Ini artinya bentuk perbudakan modern yang dialami para korban,” tegas Arsula, Minggu (23/6).

Sekretaris Wilaya I Sumatera (DPP-K) SBSI menuding, bentuk perusahaan yang memperkerjakan dengan cara metode perbudakan modern masih banyak terjadi di kabupaten/kota. Para pekerja beraktivitas di dalam pabrik seperti orang di penjara. Pintu keluar dan ventilasinya tidak ada.

“Ini sudah jelas, pengawasan rutin K3 tidak ada. Belum lagi kita kaji dari pengawasan upah dan hak normatif lainnya. Ke depannya pemerintah harus lebih tegas melakukan pengawasan agar tidak terjadi lagi insiden yang sama ke depannya,” cetus Arsula.

Tertibkan Perusahaan Tak Berizin

Terpisah, Ketua DPRD Langkat Surialam yang mengunjungi lokasi terbakarnya pabrik mancis, Sabtu (22/6) siang, meminta Pemkab Langkat bertanggungjawab. “Sudah hampir 8 tahun usaha ini berjalan tanpa izin. Pemkab harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Surialam menegaskan, DPRD Langkat akan memanggil pihak terkait di jajaran Pemkab Langkat, untuk menindaklanjuti kasus tersebut agar tidak terulang kembali.

“Kita mau tahu sejauh mana pengawasan soal usaha ini. Dan bagaimana perhatian pemkab atas musibah ini. Kita akan meminta dinas terkait untuk mengecek seluruh izin perusahaan di Langkat,” ucapnya. Kejadian itu rencananya akan dirapatkan pada 28 Juni mendatang. (ted/fac/bam)

istimewa
TERSANGKA: Pemilik PT Kiat Unggul, Indra Mawan (kiri), Manajer Operasional Burhan (tengah), dan Manajer Personalia Lismawarni jadi tersangka.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kiat Unggul yang berlokasi di Kecamatan Sunggal, Deliserdang ternyata tidak hanya memiliki satu rumah pabrikan perakitan mancis saja. Ada tiga rumah pabrikan milik PT yang berdomisili di Kabupaten Langkat.

Salah satu pabrik rumahan yang dilahap si jago merah hingga menewaskan 30 orang, Jumat lalu, beroperasi tanpa mengantongi izin. Diduga, dua pabrik rumahan lain pun demikian.

Masing-masing berlokasi di Desa Perdamaian, Kecamatan Binjai, dan Desa Banyumas, Kecamatan Stabat. Keduanya masih wilayah Pemkab Langkat.

Sumut Pos mengunjungi lokasi pabrik rumahan di Desa Perdamaian, Kecamatan Binjai. Persisnya di Jalan Sudama, Dusun VII, Sabtu (22/6). Tampilan luarnya jelek. Lantainya semen dan dindingnya belum diplaster. Rumah itu sudah dipasang garis polisi berwarna kuning.

Di dalam rumah terlihat tiga meja yang diduga digunakan karyawan untuk bekerja memasang batu mancis. Mejanya mirip seperti yang terbakar di Desa Sambirejo, yang kini tinggal puing. Meja berkaki empat berbahan besi. Di atas kaki meja ada sebuah kayu berukuran sekitar 1 x 3 meter.

Informasi dihimpun, rumah tersebut dipasang garis polisi pada Jumat (21/6) sore. Polisi datang ke rumah itu dengan mengendarai dua unit mobil. Sekitar 30 orang bekerja memasang batu mancis di rumah tersebut. Sistem kerjanya borongan. Kalau ada pesanan, baru bekerja. Jika tidak, tenaga harian lepas yang diberdayakan PT Kiat Unggul pun mencari kerjaan lain.

“Pernah enggak kerja karena tidak ada pesanan,” ucap salah seorang warga setempat yang ingin disebutkan namanya.

Rumah itu dijadikan pabrik rumahan sekitar lima tahun lalu. Suruhan Bos PT Kiat Unggul menyewa rumah itu dalam jangka dua tahun sekali.

Sering Terdengar Ledakan

Warga lain, Ahmad (53) mengaku selama ini resah dengan aktivitas di pabrik rumahan tersebut.

“Sering ada suara ledakan. Ledakannya kecil. Nanti waktu pasang (batu mancis) meledak, para pekerja berteriak. Terus mereka lanjut lagi kerja. Mungkin karena sudah terbiasa,” kata pria yang rumahnya bersebelahan dengan pabrik rumahan tersebut.

Walau para pekerja sudah terbiasa, bagi Ahmad suara ledakan itu membuatnya trauma. Ditambah lagi sudah ada kejadian pabrik serupa yang dilahap si jago merah dalam hitungan detik.

Sebelum kejadian kebakaran di Desa Sambirejo, kata dia, para pekerja tengah sibuk menyiapkan pekerjaannya. Toba-tiba terdengar teriakan kebakaran. Para pekerja buru-buru meninggalkan pabrik rumahan tersebut.

Tragedi kebakaran yang menewaskan 30 nyawa melayang dengan cara terpanggang itupun membuatnya resah. Menurut dia, pabrik rumahan seperti itu harus dijaga oleh tenaga satpam. Begitu juga para pekerjanya harus diberikan pelatihan.

“Enggak cocok saya rasa ini dibuat industri rumahan. Yang cocok industri rumahan itu contohnya buat keripik,” ujar dia.

Dia menambahkan, pekerja yang direkrut PT Kiat Unggul sebagai tenaga harian lepas umumnya warga setempat yang bermukim di Desa Perdamaian dan Kelurahan Kwala Begumit. Sejak lima tahun beroperasi, pabrik rumahan itu tidak mengantongi izin. Bahkan tidak ada memiliki standar keamanan.

“Camat kayaknya enggak tahu ada pabrik ini. Kades kayaknya pernah sekali ke situ. Ini berkaitan dengan pabrik yang terbakar menewaskan 30 orang,” ujar dia.

“Kalau bisa pengusahanya di penjara seumur hidup. Kalau bisa hukuman mati lah, karena 30 orang sudah meninggal dunia,” tandasnya.

Pengawasan Rutin K3 Dituding Tidak Ada

Pengamat Buruh Sumatera Utara, Arsula Gultom SH, mengutuk insiden kebakaran pabrik mancis yang menewaskan 30 orang di Langkat. Ia menilai, para pekerja yang menjadi korban adalah budak modern si pengusaha.

“Kita lihat saja waktu kejadiannya, itu bertepatan dengam jam makan siang. Kenapa buruh masih bekerja di dalam pabrik? Apalagi ruang lingkup pabriknya tidak safety. Ini artinya bentuk perbudakan modern yang dialami para korban,” tegas Arsula, Minggu (23/6).

Sekretaris Wilaya I Sumatera (DPP-K) SBSI menuding, bentuk perusahaan yang memperkerjakan dengan cara metode perbudakan modern masih banyak terjadi di kabupaten/kota. Para pekerja beraktivitas di dalam pabrik seperti orang di penjara. Pintu keluar dan ventilasinya tidak ada.

“Ini sudah jelas, pengawasan rutin K3 tidak ada. Belum lagi kita kaji dari pengawasan upah dan hak normatif lainnya. Ke depannya pemerintah harus lebih tegas melakukan pengawasan agar tidak terjadi lagi insiden yang sama ke depannya,” cetus Arsula.

Tertibkan Perusahaan Tak Berizin

Terpisah, Ketua DPRD Langkat Surialam yang mengunjungi lokasi terbakarnya pabrik mancis, Sabtu (22/6) siang, meminta Pemkab Langkat bertanggungjawab. “Sudah hampir 8 tahun usaha ini berjalan tanpa izin. Pemkab harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Surialam menegaskan, DPRD Langkat akan memanggil pihak terkait di jajaran Pemkab Langkat, untuk menindaklanjuti kasus tersebut agar tidak terulang kembali.

“Kita mau tahu sejauh mana pengawasan soal usaha ini. Dan bagaimana perhatian pemkab atas musibah ini. Kita akan meminta dinas terkait untuk mengecek seluruh izin perusahaan di Langkat,” ucapnya. Kejadian itu rencananya akan dirapatkan pada 28 Juni mendatang. (ted/fac/bam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/