Menelusuri Kantor Yayasan N7W di Museum Heidi Weber, Zurich
INFO lewat SMS yang di-forward ke HP itu bertulisan demikian: Hoschgasse 8, Zurich, Museum Heidi Weber. Memang, pesan pendek tersebut sangat singkat. Itu adalah alamat N7W yang sekarang menjadi pergunjingan di tanah air. Saya lantas membuka peta Swiss berukuran besar.
Menurut keterangan peta, Hoschgasse tidak jauh dari Zurich Bahnhof (stasiun utama Zurich). Saya yang kebetulan siang itu berada ke Kota Interlaken langsung meluncur ke stasiun Zurich dengan kereta Intercity yang hanya butuh waktu sekitar satu jam.
Turun di halte Hoschgasse, saya langsung bertanya alamat Hoschgasse ke seorang calon penumpang trem yang menunggu di halte. Namanya Stockli Hans. “Anda lurus saja, kemudian di traffic light itu, arah ke timur dan barat. Itulah Hoaschgasse,” kata Hans.
Waktu itu sekitar pukul 14.00, suhu 5-10 derajat Celcius. Saya pun menyusuri Jalan Hoschgasse yang memang terputus oleh trafficlight. Bentuk bangunan di sepanjang jalan Hoschgasse mirip bangunan lama. Bahkan, ada bangunannya yang tertulis tahun pembuatannya pada 1890.
Satu dua orang yang saya temui hanya menggeleng sewaktu saya tanya Museum Heidi Weber. Mereka rata-rata tidak tahu. “Museum Heidi Weber yang dibuat markas kampanye New Seven Wonder,” tanya saya kepada seorang pejalan kaki bernama Gurner Arpart. “Ini Swiss. Di Swiss banyak sekali museum dan galeri seni. Karena banyak, saya tidak hapal satu per satu museum. Cari saja alamatnya, jangan cari dan bertanya nama museumnya. Di mana alamatnya?” tanya Arpart.
Benar juga, ketika saya tunjukkan alamatnya di Hoschgasse 8, dia langsung tanggap. “Alamat di sebelah kirinya jalan ini, nomornya genap semua. Yang sebelah sana nomor ganjil. Kalau nomor genap yang kecil, Anda lurus saja ke arah sana,” papar Arpat. Saya pun langsung mengikuti petunjuk pria yang kumisnya sudah memutih itu.
Saya pun menemukan alamat Hoschgasse 8. Alamat ini ternyata hanya sekitar 50 meter dari danau Zurich yang terkenal itu.
Saya melihat banyak sekali mobil parkir berjajar di sepanjang jalan dekat alamat tersebut. Semula saya mengira bahwa itu mobil tamu atau pengunjung di Hoschgasse 8. Ternyata, perkiraan saya salah. Ternyata, itu adalah mobil para pengunjung danau Zurich dan juga mobil pengunjung Museum Bellerive yang lokasinya persis di seberang jalan depan Hoschgasse 8.
Sebelum masuk ke alamat yang saya tuju, saya sempat bertanya kepada pengunjung danau Zurich yang baru saja memarkirkan mobilnya. “Apakah itu museum Heidi Weber?” tanya aku. “Saya tidak tahu,” jawab dia. “Museum Heidi Weber yang dibuat markas kampanye The New Seven Wonders itu,” tanya saya lagi. “Saya belum pernah mendengarnya. Langsung saja tanya ke dalam,” jawab dia lagi.
Saya kemudian masuk ke lokasi alamat tersebut, yang ternyata betul Museum Heidi Weber. Dari informasi yang saya peroleh, Heidi Weber ini saudara tua Bernard Weber, pendiri kampanye N7W yang disebut-sebut mantan pilot tersebut. Bernard Weber berinisiatif mendirikan Yayasan N7W setelah pensiun dari profesinya sebagai pilot.
Saya melihat museum yang mirip dengan kantor pemasaran perusahaan properti yang semipermanen ini tutup. Sepi, tidak tampak aktivitas apa pun. Luasnya bangunan sekitar 150 meter persegi. Bentuk dan model yang didesain teman Heidi Weber, Le Corbusier, ini sangat berbeda dengan beberapa museum dan galeri seni di Swiss yang rata-rata menempati bangunan permanen dan kuno.
Ada pengumuman dengan tinta merah, menjelaskan bahwa museum ini tutup hingga musim panas 2012. Oh, saya baru tahu bahwa museum ini memang tidak buka setiap hari. Bukanya hanya pada musim panas, yakni Juni, Juli, dan Agustus, mulai pukul 14.00-17.00.
Saya sempat melongok ke dalam dari balik dinding kaca. Tidak ada barang yang istimewa di dalam museum tersebut. Yang terlihat hanya beberapa tumpukan kardus, deretan kursi dan meja yang tidak tertata rapi. Jauh dari kesan bahwa ini museum pada umumnya di Swiss.
Kebetulan, museum rakyat di Zurich lainnya yang sehari sebelumnya saya kunjungi memamerkan baju dan senjata warga Dayak, Kalimantan, yang diperoleh warga Swiss pada tahun 1900-an.
Setelah hampir satu jam mengamati museum, saya akhirnya keluar dari kompleks tersebut. Saya kemudian menggali informasi terkait keberadaan museum Heidi Weber dari seorang petugas Museum Bellerive yang berlokasi tepat di depan museum Heidi Weber bernama Pichard Alain. “Apakah Anda pernah mendengar kontes keajaiban dunia N7W? N7W memakai alamat museum Heidi Weber,” tanya saya, yang langsung dijawab Pichard, “Apa? Saya baru mendengarnya itu. Kalau kontes dunia, pasti kantor di sini ramai sekali untuk persiapan dan segala prosesnya,” sambung Pichard.
Namun, ketika diberi tahu bahwa kontes N7W hanyalah ajang kontes keajaiban dunia via vote di internet, pria yang bahasa Inggrisnya masih belepotan campur bahasa Jerman itu baru langsung mengangguk. “Kalau memang lewat internet, ya mungkin tidak perlu setiap hari ada di kantor. Tetapi, saya baru mendengar ada New Seven Wonders yang berpusat di Zurich,” jelasnya.
Dubes RI di Swiss Djoko Susilo mengatakan, sejak awal dirinya yakin bahwa N7W adalah ajang bisnis semata. Sebab, yang dia tahu, orang Swiss memang paling jago membuat semacam event organizer (EO) atau kegiatan apa pun yang bisa menghasilkan uang.
Seperti N7W, di Swiss kegiatan semacam itu sah-sah saja dan tidak bisa dikategorikan penipuan.
“Kegiatan seperti N7W itu biasa saja dilakukan di Swiss. Misalnya, pemerintah mau membayar hingga USD45 juta, mungkin acaranya juga jadi digelar di Indonesia,? kata Djoko.
“Cuma ini menjadi tidak bagus karena melibatkan emosi masyarakat Indonesia yang harus berkirim SMS. Padahal, ini kontes-kontesan yang dilakukan yayasan biasa saja, yang tidak kredibel. Dan, tidak ada hubungannya dengan UNESCO, lembaga resmi PBB di bidang heritage. Ya, mungkin seperti LSM-LSM yang tidak kredibel itulah. Yang kerjanya cuma membuat dan mencari proyek,” sambungnya. (*)