27 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

40 Daerah Belum Rampungkan NPHD, Pilkada Serentak 2020 Terancam Gagal

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pilkada serentak 2020 terancam gagal karena ketersediaan anggaran. Dari 270 daerah yang menggelar Pilkada, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) antara pemerintah daerah (pemda) dengan penerima hibah, hingga batas waktu habis tidak kunjung rampung seluruhnya.

Padahal penandatangan NPHD ada lah bagian dari tahapan persiapan Pilkada 2020. Ketersedian anggaran jadi penting untuk memastikan kesuksesan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.

Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby mengatakan ketersediaan anggaran adalah kunci utama suksesnya pelaksanaan Pilkada. Keterlambatan NPHD jangan sampai menjadi penghambat.

Pihaknya menemukan ada 40 daerah, di mana Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota belum sepakat soal NPHD mereka. Rinciannya, ada 5 daerah yang menggelar Pilgub, dan 35 kabupaten/kota.

“Berdasarkan data hasil pemantauan JPPR, hal tersebut sangat berpengaruh ter hadap kerja Pengawas Bawaslu dan berpotensi tertundanya pelaksanaan Pilka da di 40 daerah tersebut,” ucap Alwan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/10).

Jika hal ini tidak segera diatasi, JPPR menyebut yang menjadi rugi adalah Bawaslu. Karena keterlambatan ini menunjukan lemahnya fungsi koordinasi antara Bawaslu pusat dan daerah. Hal ini juga berdampak pada profesionalitas mereka.

Keterlambatan penetapan NPHD juga memberi ruang negosiasi dan konsensus politik antara Pemda dan Bawaslu yang justru menguntungkan calon petahana.

“Keterlambatan tersebut akan berpengaruh pada kerja pengawasan dan kualitas Pilkada 2020, karena kualitas proses akan berdampak pada kualitas hasil,” ujarnya.

Lebih lanjut, berikut 5 provinsi dan 35 kabupaten/kota yang belum menyepakati NPHD dengan Bawaslu. Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdangbedagai, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Tanahdatar, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan,Kabupaten Sijunjung.

Lalu, Kota Solok, Provinsi Riau, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Lingga, Provinsi Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjab Barat, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lampung Tengah.

Kemudian, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Demak, Kabupaten Malang, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Malaka, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Maros, Kabupaten Poso, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kota Manado,Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kepulauan Buru Selatan. (bbs/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pilkada serentak 2020 terancam gagal karena ketersediaan anggaran. Dari 270 daerah yang menggelar Pilkada, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) antara pemerintah daerah (pemda) dengan penerima hibah, hingga batas waktu habis tidak kunjung rampung seluruhnya.

Padahal penandatangan NPHD ada lah bagian dari tahapan persiapan Pilkada 2020. Ketersedian anggaran jadi penting untuk memastikan kesuksesan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.

Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby mengatakan ketersediaan anggaran adalah kunci utama suksesnya pelaksanaan Pilkada. Keterlambatan NPHD jangan sampai menjadi penghambat.

Pihaknya menemukan ada 40 daerah, di mana Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota belum sepakat soal NPHD mereka. Rinciannya, ada 5 daerah yang menggelar Pilgub, dan 35 kabupaten/kota.

“Berdasarkan data hasil pemantauan JPPR, hal tersebut sangat berpengaruh ter hadap kerja Pengawas Bawaslu dan berpotensi tertundanya pelaksanaan Pilka da di 40 daerah tersebut,” ucap Alwan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/10).

Jika hal ini tidak segera diatasi, JPPR menyebut yang menjadi rugi adalah Bawaslu. Karena keterlambatan ini menunjukan lemahnya fungsi koordinasi antara Bawaslu pusat dan daerah. Hal ini juga berdampak pada profesionalitas mereka.

Keterlambatan penetapan NPHD juga memberi ruang negosiasi dan konsensus politik antara Pemda dan Bawaslu yang justru menguntungkan calon petahana.

“Keterlambatan tersebut akan berpengaruh pada kerja pengawasan dan kualitas Pilkada 2020, karena kualitas proses akan berdampak pada kualitas hasil,” ujarnya.

Lebih lanjut, berikut 5 provinsi dan 35 kabupaten/kota yang belum menyepakati NPHD dengan Bawaslu. Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdangbedagai, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan, Kota Pematangsiantar, Kota Sibolga, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Tanahdatar, Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan,Kabupaten Sijunjung.

Lalu, Kota Solok, Provinsi Riau, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Lingga, Provinsi Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjab Barat, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lampung Tengah.

Kemudian, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Demak, Kabupaten Malang, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Malaka, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Maros, Kabupaten Poso, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kota Manado,Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kepulauan Buru Selatan. (bbs/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/