MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara diminta segera menyampaikan usulan Upah Minimum (UMK) 2020 di masing-masing daerah kepada Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Usulan tersebut diharapkan sudah masuk ke Pemprovsu secepatnya, agar sempat dieksaminasi Gubernur Sumut untuk kemudian diumumkan pada 21 November 2019.
Permintaan ini disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja Sumut, Harianto Butarbutar kepada wartawan, Senin (4/11). Disebutnya, dari 33 kabupaten/kota di Sumut, ada tiga kabupaten yang tidak memiliki dewan pengupahann
yakni Nias Utara, Nias Barat dan Pakpak Bharat. Sehingga UMK-nya mengikuti nilai UMP yang berlaku yakni sebesar Rp2,499 juta.
Harianto mengimbau agar besaran UMK 2019, ditetapkan dengan tetap berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kemudian, juga agar memperhatikan Surat Edaran Gubsu Nomor 561/10838/2019 tentang Hasil Evaluasi Penetapan UMK 2019 dan Persiapan Penetapan UMK 2020 tertanggal 21 Oktober 2019.
Kemudian besaran UMK 2020 juga harus melalui kesepakatan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Namun di samping itu agar tetap digarisbawahi bahwa UMK 2020 tidak lebih rendah atau lebih tinggi daripada UMP Sumut 2020 sebesar Rp 2,499 juta.
Sementara, Dewan Pengupahan Kota Medan belum melakukan pembahasan terkait besaran kenaikan UMK Medan 2020. “Belum, belum ada usulan angka yang akan kita ajukan. Sampai sekarang itu masih dibahas dalam rapat-rapat kecil yang sedang kita lakukan secara rutin,” kata Ketua Depeda Kota Medan Harun kepada Sumut Pos, beberapa hari lalu.
Dia juga beralasan, deadline pengumuman UMK tahun 2020 juga masih terlalu lama, yakni 21 November. Sehingga mereka tidak mau terburu-buru melakukan pembahasan besaran kenaikan UMK 2020. Namun, Harum mengatakan, pihaknya akan melakukan pembahasan dan rapat besar terkait UMK Kota Medan di awal November mendatang.
“Kita rapatnya nanti di awal November, hasil kesepakatan dalam rapat akan langsung kita tetapkan, umumkan dan usulkan pada awal November, karena sebenarnya untuk tingkat Kabupaten/Kota, deadline nya juga baru di tanggal 21 November. Nanti akan kita bahas secara matang,” ujarnya.
Terkait provinsi yang telah mengusulkan naiknya UMP sebesar 8,51 persen, Harun masih enggan menanggapinya. “Kalau naiknya, ya pasti kita usulkan naik. Tapi berapa persen kenaikan saya belum berani bicara, akan kita upayakan sebaik mungkin, kita akan koordinasi lagi,” tutupnya.
Sementara, Ketua DPRD Medan Hasyim meminta Pemko Medan melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan dewan pengupahan segera melakukan pembahasan pengupahan tersebut. “Walaupun deadline tanggal 21 (November), tapi saya pikir sudah bisa dibahas intens mulai dari sekarang,” ucap Hasyim kepada Sumut Pos, kemarin.
Disebut Hasyim, masalah kenaikan UMK memang selalu menjadi polemik setiap tahunnya. Pemerintah selalu dihadapkan kepada dua kepentingan yang berbeda, yakni pekerja sebagai penerima upah dan pengusaha sebagai pemberi upah. “Makanya pemerintah memang harus bisa membuat keputusan win-win solution.
Artinya, tidak merugikan salah satu pihak. Karena pekerja sebagai penerima upah harus bisa meningkat kesejahteraannya, sedangkan pengusaha sebagai pemberi upah harus tetap bisa menjalankan roda usahanya kala ia harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membayar upah,” jelasnya.
Namun tidak bisa dipungkiri, pemerintah diharapkan dapat mengutamakan kepentingan rakyat. “Tapi apapun namanya tentu rakyat harus diutamakan, tinggal bagaimana caranya pemerintah bisa mendorong para pengusaha untuk meningkatkan keuntungannya disaat dia harus memberikan upah yang lebih besar kepada para karyawannya,” tandasnya. (bbs/map)