26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Suap Eks Bupati Labuhanbatu, Uang Suap Beli Rumah & Lahan Sawit di Siak

Suap-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Umar Ritonga, tersangka perantara suap mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, ternyata telah menghabiskan uang suap Rp500 juta, yang ia bawa kabur saat melarikan diri dari operasi tangkap tangan pada Selasa (17/7) lalu.

“Sebagian di antaranya digunakan untuk membeli 1 unit rumah di atas 1 hektar lahan sawit di Kabupaten Siak. Tanah dan bangunan ini telah disita KPK dan masuk dalam berkas perkara UMR,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis (21/11).

Diketahui, uang Rp 500 juta tersebut merupakan uang suap yang akan ia serahkan ke Pangonal dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra.

Atas perbuatannya, Umar akan segera disidang di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Medan. “Penyidikan untuk Umar sudah selesai. Hari ini penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Penuntut Umum (Tahap 2). Umar dibawa hari ini (kemarin, Red) ke Medan untuk persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan,” kata Febri dalam keterangan tertulis.

Selanjutnya, Umar akan ditahan di Rumah Tahanan Tanjung Gusta selama menunggu mulainya proses persidangan.

Diberitakan sebelumnya, Umar melarikan diri dari kejaran KPK saat OTT berlangsung. Umar pun membawa kabur uang suap senilai Rp 500 juta tersebut. Ketika Umar ditangkap pada Kamis (25/7/2019), uang tersebut pun tak ditemukan. “Tanah dan bangunan ini telah disita KPK dan masuk dalam berkas perkara UMR,” ujar Febri.

Dalam kasus ini, Pangonal Harahap sendiri telah divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Selain itu, Pangonal juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam sebulan dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan hukuman penjara selama setahun.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Pangonal selama 3 tahun setelah dirinya selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Putusan tersebut disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Erwan Efendi pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/4/2019).

Pangonal dianggap terbukti menerima suap Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura dari Effendy. Pemberian uang berlangsung dari 2016 sampai 2018, diberikan melalui sejumlah perantara. Salah satunya Umar Ritonga. Suap tersebut bertujuan agar Pangonal memberikan paket pekerjaan Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 di Kabupaten Labuhanbatu kepada Effendy. (dit/kps)

Suap-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Umar Ritonga, tersangka perantara suap mantan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap, ternyata telah menghabiskan uang suap Rp500 juta, yang ia bawa kabur saat melarikan diri dari operasi tangkap tangan pada Selasa (17/7) lalu.

“Sebagian di antaranya digunakan untuk membeli 1 unit rumah di atas 1 hektar lahan sawit di Kabupaten Siak. Tanah dan bangunan ini telah disita KPK dan masuk dalam berkas perkara UMR,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis (21/11).

Diketahui, uang Rp 500 juta tersebut merupakan uang suap yang akan ia serahkan ke Pangonal dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra.

Atas perbuatannya, Umar akan segera disidang di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Medan. “Penyidikan untuk Umar sudah selesai. Hari ini penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Penuntut Umum (Tahap 2). Umar dibawa hari ini (kemarin, Red) ke Medan untuk persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan,” kata Febri dalam keterangan tertulis.

Selanjutnya, Umar akan ditahan di Rumah Tahanan Tanjung Gusta selama menunggu mulainya proses persidangan.

Diberitakan sebelumnya, Umar melarikan diri dari kejaran KPK saat OTT berlangsung. Umar pun membawa kabur uang suap senilai Rp 500 juta tersebut. Ketika Umar ditangkap pada Kamis (25/7/2019), uang tersebut pun tak ditemukan. “Tanah dan bangunan ini telah disita KPK dan masuk dalam berkas perkara UMR,” ujar Febri.

Dalam kasus ini, Pangonal Harahap sendiri telah divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Selain itu, Pangonal juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam sebulan dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan hukuman penjara selama setahun.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Pangonal selama 3 tahun setelah dirinya selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Putusan tersebut disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Erwan Efendi pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (4/4/2019).

Pangonal dianggap terbukti menerima suap Rp 42,28 miliar dan 218.000 dollar Singapura dari Effendy. Pemberian uang berlangsung dari 2016 sampai 2018, diberikan melalui sejumlah perantara. Salah satunya Umar Ritonga. Suap tersebut bertujuan agar Pangonal memberikan paket pekerjaan Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 di Kabupaten Labuhanbatu kepada Effendy. (dit/kps)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/