DAIRI, SUMUTPOS.CO – Perkembangan serangan wabah hog cholera di berbagai wilayah di Sumut bervariasi. Deliserdang mulai aman dari wabah itu. Sebaliknya, di Kabupaten Dairi wabah terus berlanjut. Memasuki awal bulan Desember tahun ini, jumlah ternak babi mati di Dairi sudah mencapai 3.600 ekor. Wabah merebak di Dairi sejak September 2019.
“Ternak babi yang mati mencapai 3.600 ekor, tersebar di sejumlah kecamatan. Untuk pengendalian, pemda melalui Dinas Pertanian melakukan biosecurity kandang. Juga mengimbau masyarakat agar tidak membuang bangkai babi sembarangan,” kata Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dinas Pertanian Dairi, Jhon Manurung, kepada wartawan, Rabu (4/12).
Ditanya mengenai kepastian jenis penyakit yang mewabah terhadap ribuan ternak babi di wilayah Dairi, Jhon menyebut, masih jenis hog cholera dan ada indikasi african swine fever (ASF). Sementara terkait kompensasi bagi peternak yang ternak babinya mati, hingga saat ini belum ada.
“Pemerintah juga mengimbau masyarakat agar tidak takut mengonsumsi daging ternak babi. Ini sebagai upaya menyelamatkan ternak babi yang masih hidup, supaya laku dijual. Karena mengonsumsi daging ternak babi yang sehat, tidak mengganggu bagi kesehatan,” ucap Jhon.
Terpisah, salahseorang peternak babi di Dairi, Rey Sihombing, kepada wartawan mengatakan sudah mengalami kerugian ratusan juta akaibat puluhan ternak babi miliknya mati.
Hal senada disampaikan Sekretaris Eksekutif Yayasan Petrasa, Ridwan Samosir. Ia mengatakan, ratusan ekor babi molik peternak dampingan Petrasa mati akibat serangan wabah. “Akibat wabah itu, ekonomi peternak terpuruk bahkan bangkrut. Karena selama ini ternak babi dimanfaatkan sebagai penopang ekonomi, baik untuk biaya hidup maupun menyekolahkan anak,” katanya.
Ribuan ternak babi yang mai mulai dari anakan hingga indukan. Menurut Ridwan, pemerintah Dairi lamban dalam mengatasi penyakit dan memberikan solusi kepada peternak. “Pemerintah seharusnya membantu peternak yang ternaknya mati. Dan gencar mengampayekan kepada masyarakat agar tidak takut mengonsumsi daging babi yang masih sehat, sehingga perekonomian peternak, pengusaha rumah makan, dan lainnya tertolong,” katanya.
Mengenai wabah hog cholera, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mengimbau masyarakat agar tidak takut mengonsumsi ikan. “Virus hog cholera yang menyerang babi tidak menular ke hewan dan tumbuhan lain. Dan saat ini kita sedang pemulihan. Insyaallah sebentar lagi selesai,” ujarnya saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pusat Pasar Tradisional, Jalan Sutomo Medan, Rabu (4/12).
Di Karo 1.660 Ekor Babi Mati
Sementara di Karo, sampai kemarin, tercatat sudah 1.660 ekor babi mati di Bumi Turang. Meski demikian, Pemkab Karo belum menetapkan status darurat atas wabah ini. Karena itu, Pemkab Karo belum bisa melakukan langkah pemusnahan massal ternak babi.
Hal ini ditegaskan Wakil Bupati Karo, Cory S Sebayang didampingi Sekda Terkelin Purba, PLT Asisten II Gelora Fajar Purba, Kadis Pertanian Metehsa Purba dalam siaran persnya di Aula Dinas Pertanian Karo, Rabu (4/12). Menurut Metehsa Purba, belum ditetapkannya sebagai wabah atas kematian babi di Karo sehingga belum ada dikaji untuk membuat ganti rugi. “Dari 17 kecamatan di Karo sudah ada 9 kecamatan kasus kematian ternak babi. Sementara di Sumut sudah 16 Kabupaten/Kota kematian ternak babi,” ungkap Metehsa.
Selain itu, dalam rangka mempercepat informasi pelaporan dan respon penanganan terhadap babi sakit, mati, ataupun aduan adanya pembuangan bangkai ke sungai ataupun tempat lain, Pemkab Karo telah mengaktifkan Posko di setiap kecamatan. “Adanya posko ini diharapkan dapat mengoptimalkan penanganan kasus. Saya menghimbau kepada masyarakat agar memanfaatkan keberadaan posko untuk menyampaikan informasi terkait kasus babi yang sakit, mati, atau dibuang sembarangan,” terangnya.
Lanjutnya, penyakit demam babi tidak menular kepada manusia. Dan telah diterbitkan surat edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyebaran Penyakit Ternak Babi. Karena itu Metesha mengimbau pedagang agar tidak mendatangkan babi dari luar Karo, apabila mendatangkan ternak babi dari luar Karo harus disertai surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan yang berwenang dari daerah asal.
Tidak memperjualbelikan ternak babi dalam kondisi sakit. Bagi peternak melaporkan ternak babinya yang sakit atau mati ke Dinas Pertanian Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Karo. Melakukan pemusnahan dan penguburan terhadap ternak babi yang mati serta tidak membuang bangkai ke sungai.
Membersihkan kandang dan tempat pakan setiap hari serta melaksanakan penyemprotan desinfektan pada kandang dan peralatan. Pakan harus dimasak dengan suhu 90 derajat celcius selama 60 menit sebelum pakan diberikan kepada ternak, serta membatasi ke luar masuk pengunjung/tamu ke lingkungan kandang ternak babi.
Deliserdang Mulai Aman
Terbalik dengan Dairi, warga Desa Durian Kecamatan Pantai Cermin mulai kembali beternak babi. Padahal sebulan sebelumnya, banyak ternak babi mereka yang mati karena virus hog cholera.
Warga Desa Durian, Manuntun Sinaga (32), mengakui dirinya kembali beternak babi. Bagi Manuntun, beternak babi dilakukannya sebagai warisan turun temurun. Menurutnya, sayang bila kandang di belakang rumahnya tidak dimanfaatkan untuk beternak.
“Waktu wabah virus hog cholera menjangkiti, kandang ternakku kosong karena ternak baru dijual. Begitu wabah rame-ramenya, aku sedang tidak memelihara. Sekarang baru mulai lagi,” ucap pria yang berprofesi petani ini.
Babi yang diternakkannya hanya tiga ekor. Bibitnya didatangkan dari kerabat daerah Toba. “Punya Namboru. Di Tobasa tak terjangkit virus. Buktinya tak ada babi mati karena virus. Tapi sebelum ternak dimasukkan ke kandang, kandang disemprot pakai anti hama dan lantai diganti dengan yang baru,” katanya.
Dia berharap, ke depannya agar virus hog cholera tak terulang, pemerintah hendaknya turun tangan melakukan pembersihan. “Jangan biarkan rakyat menanggung sendiri kerugian yang diakibatkan virus itu,” harapnya.
Peternak lain, M Manurung (77), warga Desa Jharun B Kecamatan Galang, mengaku tak seekor pun ternak babinya yang mati saat virus hog cholera mewabah. “Mudah-mudahlah ya… tak ada kami dengar babi warga di sini yang terjangkit,” katanya.
Meski demikian, warga rajin menyemprot kandang dengan anti hama. “Anti hama itu kami beli di kios pertanian di Kota Galang,” katanya.
Dianjurkan Ternak Lele
Di Medan, warga yang diam-diam memelihara babi (karena ternak kaki empat dilarang diternakkan), dianjurkan untuk beralih menjadi peternak ikan lele. Anjuran itu menyusul banyaknya peternak yang merugi akibat wabah virus hog cholera.
“Kita prihatin dengan kerugian peternak karena wabah hog cholera. Kita harapkan mereka beralih ke ternak ikan lele, karena kandang babi bisa diubah menjadi kolam ikan,” ucap Ketua Komisi IV DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak (PDIP), didampingi anggota komisi, Renville Napitupulu (PSI) dan Dedy Akhsyari Nasution (Gerindra) saat melakukan rapat dengar pendapat (RDP) evaluasi realisasi anggaran triwulan III 2019 di ruang komisi, Rabu (4/11).
DPRD Medan mendorong Pemko Medan melalui Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan untuk dapat memfasilitasi upaya konversi tersebut.
Anggota dewan lainnya, Renville Napitupulu, mengharapkan Dinas Pertanian dan Perikanan dapat mematangkan program konversi tersebut. Sekaligus menggalakkan program pembudidayaan ikan lele di setiap lingkungan.
Anggota Komisi IV, Dedy Nasution, juga meminta kepada Dinas Perikanan dan Pertanian, supaya melakukan sosialisasi kepada warga yang mau beralih usaha, dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk mebuat kolam ikan lele.
Untuk kebutuhan bibit ikan lele, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan diminta menyiapkan suplay. “Persediaan ikan lele harus diperbanyak tahun 2020, karena permintaan dipastikan semakin meningkat,” kata Paul.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Medan, Ir Ikhsar Risyad Marbun, mengatakan setiap tahun pihaknya mensuplay sekitar 1 juta ekor bibit ikan lele, hasil pembibitan di UPT Medan Tuntungan.
“Tahun 2020, kami akan melakukan hal yang sama dan siap menambah jumlah bibit ikan,” terang Ikhsar. (rud/prn/deo/btr/map)