25 C
Medan
Monday, November 11, 2024
spot_img

7 Saksi Dihadirkan dalam Sidang Suap Kadis PU Medan, Hakim Nilai Wiriya Lalai Awasi Prosedur

SAKSI: Tujuh orang saksi dihadirkan dalam kasus suap jabatan, dengan terdakwa Kadis PU Medan, Isa Ansyari, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1).
agusman/sumut pos
SAKSI: Tujuh orang saksi dihadirkan dalam kasus suap jabatan, dengan terdakwa Kadis PU Medan, Isa Ansyari, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1). agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus suap jabatan dengan terdakwa mantan Kadis PU Medan, Isa Ansyari kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1). Sebanyak 7 orang saksi dihadirkan, mulai dari Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman, ANS di Dinas PU Toga Situmorang, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Khairul Syahnan, Staf Kadis PU Wahyu Hidayat, Kontraktor I Ketut Yada, pengusaha Ayen alias Yancel, dan Edy Salman seorang mantan ANS.

Sidang yang berlangsung dari siang hingga sore di ruang Cakra Utama itu, membuat pada saksi kelelahan Sekda Medan Wiriya Alrahman, tampak lelah dan beberapa saksi lainnya tampak beberapa kali memejamkan mata.

Wiriya yang ditanyai beberapa kali oleh hakim, mengaku tak tahu terkait detail anggaran dan durasi lawatan ke Jepang. Bahkan, hal tersebut sempat disoroti Hakim Ketua Abdul Aziz yang menilai Wirya sebagai Sekda telah lalai mengawasi prosedur lawatan sejumlah OPD dan Wali Kota Medan ke Jepang. “Saya nggak ingat detil anggarannya.

Asisten pemerintah yang jadi kordinator kunjungan ke Jepang. Anggaran Sister City ini ditampung di bagian umum, ada pembicaraan di sana. Memang secara prosedur administrasinya tidak benar. Alurnya dari bagian umum ke wali kota dan ke asisten pemerintahan. Ada pembicaraan di sana, tapi saya nggak tahu,” ujar Wiriya.

Dari rombongan ke Jepang, Wiriya mengakui ada beberapa orang yang tak punya kepentingan, namun ikut berkunjung ke Ichikawa. Di antaranya, ada istri wali kota dan kedua anaknya. Kemudian ada istri dari Kadis Pendidikan Kota Medan. Total ada 4 orang. Kendati demikian, Wiriya meyakini keempatnya menggunakan dana pribadi.

JPU KPK, Siswandono kemudian mempertanyakan pengetahuan Wiriya terkait perpanjangan waktu kunjungan yang terjadi dan sifat dari lawatan ke Jepang. Sebab, sangat disayangkan kunjungan ke Jepang yang memakan biaya cukup besar, hanya memperoleh baju pemadam kebakaran.

“Perjalanan dinas di Jepang adalah agenda tahunan. Pemko sudah meminta izin ke gubernur soal ini, agar visa kami disetujui. Cuma ada terjadi penambahan waktu dan sebagainya di sana yang saya tidak tahu, Aspem yang cerita,” urainya.

Sementara, dari penuturan beberapa saksi, beberapa proyek di Dinas PUPR Kota Medan diketahui diserahkan ke beberapa rekanan. Mereka adalah sebagian dari 60 saksi yang akan dihadirkan ke persidangan.

Perusahaan penerima tender infrastruktur, diantaranya ada Saka Group milik politisi Akbar Himawan Buchari, Thomas Group milik Thomas Purba dan satunya diserahkan ke Sutan Group. Selain itu proyek juga diterima Ayen dan temannya I Ketut Yada dengan nilai ditaksir ratusan miliar rupiah.

“Jadi saya kenal dengan Pak Eldin. Saya minta pekerjaan ke dia, dan dia bilang jumpai saja Pak Isa Ansyari (Terdakwa). Setelahnya, saya ditawari oleh Pak Isa proyek infrastruktur yang kemudian kami kerjakan berdua bersama I Ketut Yada,” kata Ayen.

I Ketut Yada pun membenarkan dan mengaku diperintah untuk menyiapkan fee proyek untuk Kadis PU Isya Ansyari. Ia mengaku nilai proyek yang ia kerjakan bersama Ayen mendapat sekitar Rp700 juta. “Ada diminta siapkan fee 10 persen. Itu saya disuruh Ayen,” ujar Ketut, yang mana keterangannya dibantah Ayen.

Sidang agenda keterangan saksi atas terdakwa Kadis PU Isa Ansyari berlangsung alot. Beberapa kali pihak KPK memutarkan rekaman percakapan telepon beberapa saksi di persidangan. Hal itu dilakukan untuk menggali uang suap yang diberikan Isa untuk Eldin membayar biaya kunjungan ke Jepang.

Sementara usai persidangan, Jaksa KPK Siswandono menyatakan, nilai kontrak pengerjaan proyek dengan saksi Ayen mencapai Rp7,9 miliar. Katanya dari proyek tersebut, Ayen mendapatkan fee sebesar 10 persen.

“Ya, ada satu keterangan saksi (Ayen) dicabut. Nanti kami nilai, kan kita harus dukungan dengan saksi yang lain apakah pencabutannya beralasan apa tidak. Tidak serta merta dia mencabut terus kami iyakan, oh ya tidak,” tandasnya.

Terpisah, Adi Mansar selaku salah kuasa hukum terdakwa Isa Ansyari menyatakan, dari sejumlah saksi yang dihadirkan kurang mendukung dakwaan JPU. Menurutnya, dakwaan mereka (JPU) berkenaan dengan operasi tangkap tangan, dan pengaliran sejumlah uang kepada Eldin. “Tapi hari ini yang mereka buka adalah bagaimana sistem proyek, skin proyek dan kemudian proyek utang masa lalu dan kemudian dibebankan kepada klien saya,” ungkapnya.

Adi Mansar berharap, satu-satunya lembaga atau mahkamah yang bisa memberikan keadilan adalah pengadilan. “Sehingga kita berharap majelis hakim kita tiga-tiganya sehat walafiat, dan diberikan selalu menyuarakan kebaikan-kebaikan dan sama-sama kita doakan saja gimana yang tepat baiknya,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa KPK disebutkan bahwa terdakwa Isa Ansyari melakukan suap sebesar Rp20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp80 juta. Lalu, sebesar Rp200 juta, sebesar Rp200 juta dan sebesar Rp50 juta hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp530 juta kepada Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.

Kasus bermula pada tanggal 6 Februari 2019, dimana selaku Kadis PU mengelola anggaran fisik senilai sekira Rp420.000.000.000. Dalam mengelola anggaran Dinas PU tersebut, sejak bulan Maret 2019, terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang diluar penghasilan yang sah. (man)

SAKSI: Tujuh orang saksi dihadirkan dalam kasus suap jabatan, dengan terdakwa Kadis PU Medan, Isa Ansyari, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1).
agusman/sumut pos
SAKSI: Tujuh orang saksi dihadirkan dalam kasus suap jabatan, dengan terdakwa Kadis PU Medan, Isa Ansyari, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1). agusman/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus suap jabatan dengan terdakwa mantan Kadis PU Medan, Isa Ansyari kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (2/1). Sebanyak 7 orang saksi dihadirkan, mulai dari Sekda Kota Medan Wiriya Alrahman, ANS di Dinas PU Toga Situmorang, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Khairul Syahnan, Staf Kadis PU Wahyu Hidayat, Kontraktor I Ketut Yada, pengusaha Ayen alias Yancel, dan Edy Salman seorang mantan ANS.

Sidang yang berlangsung dari siang hingga sore di ruang Cakra Utama itu, membuat pada saksi kelelahan Sekda Medan Wiriya Alrahman, tampak lelah dan beberapa saksi lainnya tampak beberapa kali memejamkan mata.

Wiriya yang ditanyai beberapa kali oleh hakim, mengaku tak tahu terkait detail anggaran dan durasi lawatan ke Jepang. Bahkan, hal tersebut sempat disoroti Hakim Ketua Abdul Aziz yang menilai Wirya sebagai Sekda telah lalai mengawasi prosedur lawatan sejumlah OPD dan Wali Kota Medan ke Jepang. “Saya nggak ingat detil anggarannya.

Asisten pemerintah yang jadi kordinator kunjungan ke Jepang. Anggaran Sister City ini ditampung di bagian umum, ada pembicaraan di sana. Memang secara prosedur administrasinya tidak benar. Alurnya dari bagian umum ke wali kota dan ke asisten pemerintahan. Ada pembicaraan di sana, tapi saya nggak tahu,” ujar Wiriya.

Dari rombongan ke Jepang, Wiriya mengakui ada beberapa orang yang tak punya kepentingan, namun ikut berkunjung ke Ichikawa. Di antaranya, ada istri wali kota dan kedua anaknya. Kemudian ada istri dari Kadis Pendidikan Kota Medan. Total ada 4 orang. Kendati demikian, Wiriya meyakini keempatnya menggunakan dana pribadi.

JPU KPK, Siswandono kemudian mempertanyakan pengetahuan Wiriya terkait perpanjangan waktu kunjungan yang terjadi dan sifat dari lawatan ke Jepang. Sebab, sangat disayangkan kunjungan ke Jepang yang memakan biaya cukup besar, hanya memperoleh baju pemadam kebakaran.

“Perjalanan dinas di Jepang adalah agenda tahunan. Pemko sudah meminta izin ke gubernur soal ini, agar visa kami disetujui. Cuma ada terjadi penambahan waktu dan sebagainya di sana yang saya tidak tahu, Aspem yang cerita,” urainya.

Sementara, dari penuturan beberapa saksi, beberapa proyek di Dinas PUPR Kota Medan diketahui diserahkan ke beberapa rekanan. Mereka adalah sebagian dari 60 saksi yang akan dihadirkan ke persidangan.

Perusahaan penerima tender infrastruktur, diantaranya ada Saka Group milik politisi Akbar Himawan Buchari, Thomas Group milik Thomas Purba dan satunya diserahkan ke Sutan Group. Selain itu proyek juga diterima Ayen dan temannya I Ketut Yada dengan nilai ditaksir ratusan miliar rupiah.

“Jadi saya kenal dengan Pak Eldin. Saya minta pekerjaan ke dia, dan dia bilang jumpai saja Pak Isa Ansyari (Terdakwa). Setelahnya, saya ditawari oleh Pak Isa proyek infrastruktur yang kemudian kami kerjakan berdua bersama I Ketut Yada,” kata Ayen.

I Ketut Yada pun membenarkan dan mengaku diperintah untuk menyiapkan fee proyek untuk Kadis PU Isya Ansyari. Ia mengaku nilai proyek yang ia kerjakan bersama Ayen mendapat sekitar Rp700 juta. “Ada diminta siapkan fee 10 persen. Itu saya disuruh Ayen,” ujar Ketut, yang mana keterangannya dibantah Ayen.

Sidang agenda keterangan saksi atas terdakwa Kadis PU Isa Ansyari berlangsung alot. Beberapa kali pihak KPK memutarkan rekaman percakapan telepon beberapa saksi di persidangan. Hal itu dilakukan untuk menggali uang suap yang diberikan Isa untuk Eldin membayar biaya kunjungan ke Jepang.

Sementara usai persidangan, Jaksa KPK Siswandono menyatakan, nilai kontrak pengerjaan proyek dengan saksi Ayen mencapai Rp7,9 miliar. Katanya dari proyek tersebut, Ayen mendapatkan fee sebesar 10 persen.

“Ya, ada satu keterangan saksi (Ayen) dicabut. Nanti kami nilai, kan kita harus dukungan dengan saksi yang lain apakah pencabutannya beralasan apa tidak. Tidak serta merta dia mencabut terus kami iyakan, oh ya tidak,” tandasnya.

Terpisah, Adi Mansar selaku salah kuasa hukum terdakwa Isa Ansyari menyatakan, dari sejumlah saksi yang dihadirkan kurang mendukung dakwaan JPU. Menurutnya, dakwaan mereka (JPU) berkenaan dengan operasi tangkap tangan, dan pengaliran sejumlah uang kepada Eldin. “Tapi hari ini yang mereka buka adalah bagaimana sistem proyek, skin proyek dan kemudian proyek utang masa lalu dan kemudian dibebankan kepada klien saya,” ungkapnya.

Adi Mansar berharap, satu-satunya lembaga atau mahkamah yang bisa memberikan keadilan adalah pengadilan. “Sehingga kita berharap majelis hakim kita tiga-tiganya sehat walafiat, dan diberikan selalu menyuarakan kebaikan-kebaikan dan sama-sama kita doakan saja gimana yang tepat baiknya,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam dakwaan Jaksa KPK disebutkan bahwa terdakwa Isa Ansyari melakukan suap sebesar Rp20 juta sebanyak 4 kali hingga seluruhnya berjumlah Rp80 juta. Lalu, sebesar Rp200 juta, sebesar Rp200 juta dan sebesar Rp50 juta hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp530 juta kepada Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.

Kasus bermula pada tanggal 6 Februari 2019, dimana selaku Kadis PU mengelola anggaran fisik senilai sekira Rp420.000.000.000. Dalam mengelola anggaran Dinas PU tersebut, sejak bulan Maret 2019, terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang diluar penghasilan yang sah. (man)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/