JAKARTA – Tak lama lagi tampuk pim pinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpindah tangan. Beberapa seleksi akan mereka hadapi di DPR sebelum dipilih empat orang yang akan mengganti pimpinan yang ada saat ini. Namun yang juga perlu diperhatikan adalah laporan hasil kekayaan penyelenggara negara para capim KPK.
Lima dari delapan capim merupakan penyelenggara negara yang memiliki kewajiban untuk melaporkan kekayaannya. Mereka adalah Koordinator Staf Ahli Jaksa Agung Zulkarnaen, mantan Ketua PPATK Yunus Husein, Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, serta Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK Handoyo Sudrajat.
Sedangkan tiga lainnya bukan termasuk penyelenggara negara. Yakni Bambang Widjojanto yan berprofesi sebagai advokat, Adnan Pandu Pradja dosen FH UI dan Abraham Samad yang juga berprofesi sebagai advokat sekaligus penggiat antikorupsi. “Ketiga orang itu belum wajib melaporkan kekayaannya,” kata juru bicara KPK Johan Budi kemarin (13/11).
Nah, berdasarkan data Direktorat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (Dirjen LHKPN) diantara kelimanya penyelenggara negara, jaksa Zulkarnaen tercatat sebagai calon pimpinan KPK yang memiliki pundi-pundi kekayaan terbanyak. Hartanya Rp1,55 miliar. Angka tersebut bukan angka terbaru. Kekayaan yang tercatat itu merupakan data kekayaannya para tahun 2009 lalu.
Meski begitu, kekayaan mantan Kajati Kalimantan Selatan itu melonjak sangat tajam hanya dalam kurun waktu dua tahun. Sebab, data LHKPN 2007 menunjukkan harta yang dimiliki Zulkarnaen hanya Rp875,73 juta.
Urutan kedua ditempati pensiunan polisi Aryanto Sutadi. Kekayaannya mencapai 1,24 miliar. Tapi besar kemungkinan harta tersebut melonjak tinggi lantaran itu adalah data pada 2001. Beberapa kalangan memang menilai bahwa Aryanto malas untuk melaporkan kekayaannya ke KPK.
Posisi berikutnya ditempati mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan Yunus Husein. Data pada 2005 tercatat bahwa harta yang dimiliki Yunus sebesar Rp679,9 juta dan USD 34.796.
Penasehat KPK Abdullah Hehamahua merupakan capim yang tergolong rajin melaporkan kekayaannya. Hingga saat ini, pria yang pernah menjadi ketua komite etik kasus Nazaruddin itu sudah empat kali melaporkan harta kekayaannya. Pada tahun 2001 kekayaan Abdullah sebesar Rp120,3 juta. Pada 2005 harta Abdullah justru menyusut menjadi Rp70,72 juta. Dua tahun selanjutnya, kekayaan bertambah menjadi Rp373,54 juta. Terakhir pada tahun 2009, harta Abdullah terlapor sebanyak Rp460,52 juta. “Pak Abdullah memang yang paling rajin melapor,” kata seorang pengawai Dirjen LHKPN.
Internal KPK lainnya Handoyo Sudrajat menjadi capim KPK dengan kekayaan yang paling sedikit. Menempati posisi buncit, Handoyo hanya memiliki kekayaan Rp360,99 juta. Itu merupakan data pada tahun 2010. Nilai kekayaan Handoyo naik tipis dari hartanya pada tahun 2006 sebanyak Rp 259,51 juta.
Sementara itu anggota badan pekerja ICW Emerson Yuntho meminta agar seluruh capim KPK membenahi dan mengupdate kekayaannya. “Seharusnya mereka menggunakan waktu yang ada untuk memperbaharui LHKPN-nya,” kata pria yang akrab disapa Econ itu.
Menurutnya, itu untuk membuktikan bahwa kelimanya merupakan orang yang transparan. Dia melanjutkan bahwa orang yang transparan merupakan syarat mutlak untuk menjadi pimpinan KPK.
Selain itu Econ juga meminta agar KPK melakukan penelusuran apakah harta yang dilaporkan kelimanya benar atau tidak. Kata dia, tidak menutup kemungkinan ada diantara mereka yang tidak jujur.(kuh/jpnn)