MEDAN, SUMUTPOS.CO – Polemik tentang pemusnahan ternak babi terkait penyebaran virus hog cholera dan Afrika Swine Fever (ASF) di Sumatera Utara (Sumut) terus bergulir. Belakangan, muncul gerakan tanda pagar (tagar) save babi yang berencana menggelar aksi dan melakukan gugatan class action terhadap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Sumut menilai, gerakan tagar save babi terlalu berlebihan bahkan terkesan sudah dipolitisir. Sebab, tidak pernah ada pernyataann
Gubernur Edy Rahmayadi melakukan stamping out (pemusnahan massal) babi di Sumut yang terjangkit virus ASF.
“Menurut kami, kalau memang Gubsu tidak memberi pernyataan seperti itu, jangan diplintir. Sebaiknya semua pihak kroscek. Saya yakin gubernur dalam hal ini tidak akan gegabah. Karena wabah babi ini masalah hajat hidup orang banyak di Sumut,” kata Sekretaris Fraksi PKS DPRD Sumut, Ahmad Hadian menjawab Sumut Pos, Rabu (22/1).
Gubsu, kata dia, adalah milik semua rakyat dan golongan yang ada di Sumut. Oleh karena itu dia yakin kalau Edy Rahmayadi sangat arif dalam mengambil kebijakan atas masalah tersebut. “Juga tidak akan merugikan salah satu pihak, kami yakin dengan hal itu. Dan kebijakan pemusnahan bukan hal yang tepat dilakukan saat ini,” katanya.
Sebab, imbuh dia, masih ada cara-cara lain yang bisa ditempuh misalnya dengan pencegahan. Kemudian lokalisasi atau restock bibit babi yang direncanakan dilakukan Pemprovsu di Kepulauan Nias. Meski demikian, diakuinya akan ada banyak pihak pula yang menolak kebijakan dimaksud. “Sebagian orang mungkin beranggapan, jika dipindah peternakan babi di Nias, maka daerah lain tidak akan ada ternak sehingga hanya akan menguntungkan Nias. Padahal itu adalah kebijakan untuk menyelamatkan populasi babi yang ada di Sumut. Dan sifatnya juga bukan permanen,” katanya.
Selain restocking bibit babi di Nias, sambung dia, sembari di daratan tinggi Sumut juga melakukan upaya antisipasi dan pencegahan wabah ASF maupun kolera babi. Seperti koordinasi antarlintas sektoral diperkuat, lalulintas babi diperketat dan lain sebagainya.
“Jadi memang tidak perlu pemusnahan. Kecuali kondisinya benar-benar sudah darurat sekali. Jadi setelah kondisi aman, stok yang di Nias juga sudah mencukupi, lalu didistribusikan babi-babi tersebut ke dataran tinggi yang ada itu. Kami dukung kalau itu upaya yang akan dilakukan,” kata Sekretaris Komisi B DPRDSU ini.
“Jangan pula saat ini kita sedang dapat musibah, justru kita yang gontok-gontokan. Nanti Tuhan marah dan yang ada malah dikasih musibah lebih besar. Sudahlah hentikan mempolitisir soal pemusnahan massal babi ini. Kami pun dari Komisi B terus mengupayakan langkah-langkah untuk membantu pemprov menyelesaikan persoalan ini. Februari nanti kami akan rapat gabungan dengan Komisi D dan E, bersama pemda di tujuh kabupaten/kota yang terjangkit wabah babi,” pungkasnya.
Senada, Ketua Fraksi PAN DPRD Sumut, Hendra Cipta menegaskan, aksi demonstrasi maupun gerakan lain menolak pemusnahan babi tidak akan menyelesaikan pokok persoalan. Malah tambah membuat gaduh Sumut. “Kami pikir jangan berlebihan jugalah ada kelompok masyarakat yang terus-terusan menyuarakan hal itu, padahal faktanya Gubsu sendiri tidak pernah berucap lakukan stumping out. Harus dikroscek juga bahwa pemprov ada melakukan langkah-langkah dan upaya untuk mengatasi wabah hog cholera ini,” katanya.
Kepada fraksi lain yang kerap menilai buruk kinerja Pemprovsu di bawah kepemimpinan Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah mengatasi persoalan ini dan lainnya, dianggapnya adalah sebuah bentuk demokrasi dan juga alarm. “Mengkritik boleh, sepanjang kita memakai data yang akurat. Namun kalau sekadar opini yang dikembang-kembangkan, efeknya justru tak baik karena unsur kebencian di dalamnya,” tegasnya.
Begitu juga menyikapi aksi yang akan dilakukan #savebabi berupa class action terhadap Gubsu yang dinilai lambat menangani permasalahan ini, diharapkan pihaknya tidak karena adanya unsur kebencian dan politisasi. “Masalah kematian ternak babi ini harus menjadi catatan penting Pemprovsu untuk peka dan cepat mendeteksi setiap potensi terjangkitnya penyakit hewan ternak apapun yang menjadi konsumsi masyarakat. Jangan sampai sudah menjadi wabah baru kelabakan mengatasinya dan dampaknya pun akan menjadi luas bagi berbagai kalangan masyarakat,” harapnya.
Seperti diketahui, masyarakat korban virus ASF akan menggugat Pemprovsu karena dinilai lalai dan lambat menangani wabah tersebut. Akibatnya banyak masyarakat merugi, baik peternak, pengusaha rumah makan, penjual pakan, pengusaha catering dan sebagainya. Hal itu salah satu poin pertemuan masyarakat korban ASF yang dikoordinir organisasi Save Babi Sumatera Utara, di Wisma Mahinna, Jalan Rela, Medan, Selasa kemarin.
“Masyarakat yang mengalami korban ini akan menuntut ganti rugi karena kelalaian Pemprovsu. Seandainya Pemprovsu cepat mengatasi virus ini, mungkin korbannya tidak sebanyak sekarang,” kata Hotman Sitorus, tim kuasa hukum Save Babi Sumatera Utara.
Dijelaskannya, wabah ini merupakan peristiwa di luar kemampuan peternak dan telah menimbulkan kerugian. Terkait besaran tuntutan, akan disesuaikan dengan perhitungan kerugian yang dialami.
Ketua Save Babi Sumut, Boasa Simanjuntak mengatakan, kurang lebih 5.000 orang akan menggelar demo di depan Kantor Gubsu pada 3 Februari mendatang. Tujuannya meminta Gubernur Edy Rahmayadi menyampaikan klarifikasi langsung tentang wacana pemusnahan babi sebagaimana yang berkembang di media dalam beberapa hari ini. (prn)