JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto angkat bicara soal kekhawatiran peneliti Harvard terkait belum terdeteksinya virus corona di Indonesia. Menurut SI peneliti Harvard, ada kemungkinan virus corona sebenarnya sudah menyebar, tapi tak terdeteksi.
“Itu namanya menghina. Wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit-nya (alat) dari AS,” ujar Terawan seusai rapat di Kantor TNP2K, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).
Kemenkes Terawan mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah bekerja sesuai standar internasional dalam melakukan proses pengecekan virus corona. Tidak hanya peneliti Harvard, Terawan pun mempersilakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk melihat proses pengecekan yang dilakukan di Indonesia dengan alat yang mereka miliki.
“Kita terbuka kok, enggak ada yang ditutup-tutupi. Tapi kalau disuruh compare ke negara lain itu namanya ada MTA, material transfer agreement-nya. Tidak boleh material itu di bawa keluar, ada perjanjian luarnya,” tutur dia.
Pada prinsipnya, kata Terawan, pihaknya sangat transparan sehingga mempersilakan apabila para peneliti Harvard itu ingin memeriksa laboratorium dan proses pemeriksaannya. Hal tersebut agar tidak ada lagi yang menyangsikan hasil deteksi yang telah dilakukan terhadap dugaan virus corona di Indonesia.
“Negara lain yang sudah terakreditasi sudah mengakui, WHO juga sudah mengakui, alat juga dari sana,” kata dia. “Kalau ada orang lain mau melakukan survei dan dugaan ya, silakan saja. Tapi jangan mendiskreditkan suatu negara,” lanjut dia.
Terawan mengatakan, sejak awal Indonesia sudah waspada dengan keberadaan virus corona dan tidak ada satu pun yang lolos dari deteksi. Termasuk juga orang-orang yang dikabarkan datang dari lokasi keberadaan virus corona dan belum terdeteksi juga sudah dipantau dengan melakukan surveillance tracking.
Di Indonesia, hingga saat ini belum ada satu pun kasus virus corona yang ditemukan positif. Hal tersebut memicu kekhawatiran peneliti Harvard sehingga mereka menyebut, ketiadaan tersebut berarti virus sebenarnya sudah menyebar tapi tak terdeteksi. Menurut mereka, jika hal tersebut terjadi, maka ada potensi bagi virus tersebut membentuk epidemi yang jauh lebih besar.
WHO: Ancaman Sangat Besar
Terpisah, Kepala Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mengingatkan bahwa virus corona merupakan ancaman yang sangat besar bagi dunia. “Dengan 99% kasus di China, ini tetap sangat darurat bagi negara itu, tetapi juga memiliki ancaman sangat besar bagi seluruh dunia,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus di Jenewa, Swiss seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (11/2).
Hal ini disampaikan kepala WHO tersebut menjelang dibukanya konferensi WHO untuk memerangi wabah virus corona. Dalam forum WHO yang akan berlangsung dua hari itu, sekitar 400 ilmuwan akan membahas bagaimana virus ini ditularkan dan kemungkinan vaksinnya.
“Yang paling penting adalah menghentikan wabah dan menyelamatkan nyawa. Dengan dukungan Anda, itulah yang bisa kita lakukan bersama,” kata Tedros.
Virus yang pertama kali diidentifikasi di China pada 31 Desember 2019 ini, telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, menginfeksi lebih dari 42.000 dan mencapai sekitar 25 negara.
Dalam konferensi WHO di Jenewa ini, juga akan dibahas mengenai sumber virus corona yang diperkirakan berasal dari kelelawar dan mencapai manusia melalui hewan lain seperti ular atau trenggiling.
Sejauh ini tidak ada pengobatan khusus atau vaksin untuk melawan virus, yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan ini.
Saat ini sejumlah perusahaan dan institusi di Australia, China, Prancis, Jerman dan Amerika Serikat ini tengah berupaya untuk mengembangkan vaksin coronavirus —sebuah proses yang biasanya butuh waktu bertahun-tahun. (net)