26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

KPPU Nyatakan 7 Maskapai Bersalah Kasus Harga Tiket, Lion: Masih Sesuai Batas Tarif

Seorang petugas Coustemer Service menunjukan dua lembar tiket penerbangan swasta di salah satu Travel Jalan Brigjen Katamso Medan, Senin (9/12). triadi wibowo/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 7 maskapai penerbangan nasional dinyatakan terbukti bersalah atas kasus karterilisasi harga tiket pesawat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ketujuh maskapai melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.

Ketujuh maskapai terlapor atas kasus tersebut ialah PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.

“KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut,” tulis Ketua KPPU, Kurnia Toha, dalam keterangan resminya, Rabu (24/6).

Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh 7 maskapai ini ialah pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi: “(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkann

harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

Untuk itu, KPPU menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para Terlapor untuk melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan mereka, yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat, sebelum kebijakan dilakukan.

Perkara ini bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan kepada 7 maskapai sebagai terlapor.

Dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan, KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly).

Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

“Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga diantara rentang batasan tersebut,” jelasnya.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para Terlapor. Sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia. Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor, melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds). Kesepakatan itu menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.

Respon Lion dan Garuda

Menanggapi hasil putusan sidang KPPU, Lion Air Grup (Lion Air, Wings Air, dan Batik Air, memberikan keterangan mengenai penetapan tarif atauharga jual tiket pesawat udara penumpang berjadwal kelas ekonomi pada layanan angkutan udara niaga dalam negeri (domestik).

“Lion Air Group tetap menjual harga tiket pesawat udara masih dan sesuai dengan aturan regulator yang berlaku yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, dalam hal ini tidak melebihi ketentuan tarif batas atas (TBA) dan tidak melebihi tarif batas bawah (TBB),” kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/6).

Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, menurut Danang, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan dengan pihak lain (di luar perusahaan). Formulasi penghitungan yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.

“Lion Air Group telah menghitung dan memberlakukan harga jual tiket secara bijak, penerapan berdasarkan kategori layanan yang diberikan, sebagaimana Permenhub RI Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Ia mencontohkan rute domestik sesuai KM 106/2019 untuk rute pesawat propeller Aek Godang (AEG) – Kualanamu (KNO), Tarif Batas Atas adalah Rp862.000, dan Tarif Batas Bawah Rp 302.000.

Untuk rute pesawat jet Balikpapan (BPN) – Jakarta Soekarno-Hatta (CGK), Tarif Batas Atas Rp 1.614.000, dan Tarif Batas Bawah Rp 565.000

“Lion Air Group menerapkan harga jual tiket pesawat udara penumpang berada antara tarif batas atas dan tarif batas bawah (sesuai koridor ketentuan) serta memberlakukan pada rute-rute domestik lainnya,” katanya.

Menurutnya, harga jual tiket pesawat udara saat ini merupakan implementasi penggabungan beberapa komponen menjadi kesatuan harga jual tiket pesawat. Komponen harga jual tiket pesawat udara sekali jalan (one way) untuk penerbangan langsung (non-stop) terdiri dari Tarif angkutan udara (fluktuasi dalam koridor tarif batas atas dan tarif batas bawah), Pajak (government tax) 10% dari tarif angkutan udara, Iuran wajib asuransi yang disingkat IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja), Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax, besarannya berbeda-beda mengikuti bandar udara di masing-masing kota, dan Biaya tuslah/ tambahan jika ada (surcharge).

Sementara Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, Irfan menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan sampai saat ini.

“Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu,” ujar Irfan dalam pernyataannya, Rabu (24/6).

Adapun Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai terlapor (Garuda Indonesia dan CItilink Indonesia), akan memastikan penguatan komitmen dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan, tentunya dengan mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.

“Garuda menyadari bahwa iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar terus berdaya saing,” lanjutnya.

Ke depannya, perusahaan akan fokus melakukan pencapaian kinerja yang optimal dan berjalan sesuai ketentuan persaingan usaha yang sehat. “Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat,” tutup Irfan. (gus/rel)

Seorang petugas Coustemer Service menunjukan dua lembar tiket penerbangan swasta di salah satu Travel Jalan Brigjen Katamso Medan, Senin (9/12). triadi wibowo/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 7 maskapai penerbangan nasional dinyatakan terbukti bersalah atas kasus karterilisasi harga tiket pesawat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ketujuh maskapai melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri.

Ketujuh maskapai terlapor atas kasus tersebut ialah PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Mentari, dan PT Wings Abadi.

“KPPU memutuskan bahwa seluruh terlapor secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut,” tulis Ketua KPPU, Kurnia Toha, dalam keterangan resminya, Rabu (24/6).

Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh 7 maskapai ini ialah pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang berbunyi: “(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkann

harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”

Untuk itu, KPPU menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para Terlapor untuk melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan mereka, yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen dan masyarakat, sebelum kebijakan dilakukan.

Perkara ini bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan kepada 7 maskapai sebagai terlapor.

Dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan, KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly).

Selain itu, juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

“Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga diantara rentang batasan tersebut,” jelasnya.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para Terlapor. Sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia. Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh para Terlapor, melalui kesepakatan tidak tertulis antar para pelaku usaha (meeting of minds). Kesepakatan itu menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.

Respon Lion dan Garuda

Menanggapi hasil putusan sidang KPPU, Lion Air Grup (Lion Air, Wings Air, dan Batik Air, memberikan keterangan mengenai penetapan tarif atauharga jual tiket pesawat udara penumpang berjadwal kelas ekonomi pada layanan angkutan udara niaga dalam negeri (domestik).

“Lion Air Group tetap menjual harga tiket pesawat udara masih dan sesuai dengan aturan regulator yang berlaku yakni Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, dalam hal ini tidak melebihi ketentuan tarif batas atas (TBA) dan tidak melebihi tarif batas bawah (TBB),” kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/6).

Dalam penentuan harga jual tiket pesawat udara kelas ekonomi dalam negeri, menurut Danang, Lion Air Group tidak pernah bekerjasama dan menentukan dengan pihak lain (di luar perusahaan). Formulasi penghitungan yang digunakan adalah wajar dan sesuai keterjangkauan kemampuan calon penumpang membayar berdasarkan kategori layanan maskapai.

“Lion Air Group telah menghitung dan memberlakukan harga jual tiket secara bijak, penerapan berdasarkan kategori layanan yang diberikan, sebagaimana Permenhub RI Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

Ia mencontohkan rute domestik sesuai KM 106/2019 untuk rute pesawat propeller Aek Godang (AEG) – Kualanamu (KNO), Tarif Batas Atas adalah Rp862.000, dan Tarif Batas Bawah Rp 302.000.

Untuk rute pesawat jet Balikpapan (BPN) – Jakarta Soekarno-Hatta (CGK), Tarif Batas Atas Rp 1.614.000, dan Tarif Batas Bawah Rp 565.000

“Lion Air Group menerapkan harga jual tiket pesawat udara penumpang berada antara tarif batas atas dan tarif batas bawah (sesuai koridor ketentuan) serta memberlakukan pada rute-rute domestik lainnya,” katanya.

Menurutnya, harga jual tiket pesawat udara saat ini merupakan implementasi penggabungan beberapa komponen menjadi kesatuan harga jual tiket pesawat. Komponen harga jual tiket pesawat udara sekali jalan (one way) untuk penerbangan langsung (non-stop) terdiri dari Tarif angkutan udara (fluktuasi dalam koridor tarif batas atas dan tarif batas bawah), Pajak (government tax) 10% dari tarif angkutan udara, Iuran wajib asuransi yang disingkat IWJR (Iuran Wajib Jasa Raharja), Passenger Service Charge (PSC) atau airport tax, besarannya berbeda-beda mengikuti bandar udara di masing-masing kota, dan Biaya tuslah/ tambahan jika ada (surcharge).

Sementara Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, Irfan menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan sampai saat ini.

“Perlu kiranya kami sampaikan bahwa putusan KPPU tersebut merupakan tindak lanjut dari penelitian dan pemeriksaan KPPU terhadap sejumlah maskapai penerbangan nasional, termasuk Garuda Indonesia Group pada tahun 2019 lalu,” ujar Irfan dalam pernyataannya, Rabu (24/6).

Adapun Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai terlapor (Garuda Indonesia dan CItilink Indonesia), akan memastikan penguatan komitmen dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan di tengah tantangan industri penerbangan, tentunya dengan mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.

“Garuda menyadari bahwa iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar terus berdaya saing,” lanjutnya.

Ke depannya, perusahaan akan fokus melakukan pencapaian kinerja yang optimal dan berjalan sesuai ketentuan persaingan usaha yang sehat. “Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat,” tutup Irfan. (gus/rel)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/