Butuh Rp14 Triliun Guna Perbaikan
Tingginya angka pengangguran di negeri ini, diantaranya disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) usia kerja kurang berkualitas. Beragam upaya pemerintah untuk menggenjot kualitas SDM.
Seperti mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah. Sayangnya, nasib ratusan BLK kritis karena salah urus.
Data Ditjen Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas (Binalattas) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) menyebutkan, ada 257 BLK dan sejenisnya yang dikelola pemerintah pusat, pemprov, pemkot, hingga pemkab. Rinciannya, ada 195 unit BLK dikelola pemkab/pemkot, pemprov (44 unit), dan pusat (18 unit).
Dirjen Binalattas Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona menuturkan, posisi BLK sejatinya cukup strategis untuk menggenjot kualitas SDM. Khususnya untuk penduduk usia kerja. Sayangnya, keberadaan BLK saat ini kurang efektif menyerap penduduk usia kerja untuk dilatih dan didik.
Dari jutaan penduduk usia kerja yang masih menganggur, hanya ada 46 ribuan penduduk usia kerja yang mengikuti pelatihan di BLK. “Meningkatkan efektifitas BLK untuk melatih penduduk usia kerja adalah pekerjaan berat kita,” tuturnya.
Banyak faktor yang membuat fungsi BLK melorot. Diantaranya yang paling krusial adalah salah urus pengelolaan BLK. Kondisi ini menurut Wahab terjadi setelah program otonomi daerah dijalankan. Saat itu, lebih dari 200 BLK dilepas kepemilikannya dari pemerintah pusat ke pemprov dan pemkot atau pemkab.
Nah, dalam beberapa tahun pasca-penyerahan status ini, ternyata hampir sebagian besar BLK kondisinya mangkrak. Menurut Wahab, komitmen daerah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui BLK kurang kompak. Wahab memperkirakan, ada lebih dari 600 workshop di seluruh BLK yang ada di negeri ini kosong. Padahal, workshop ini bisa digunakan untuk melatih keterampilan merakit dan memperbaiki berbagai mesin, mengelas, merancang berbagai jenis meubeler, hingga kuliner.
Wahab menuturkan, kepala daerah setengah hati dalam urusan menghidupkan BLK. “Celakanya BLK bukan diposisikan sebagai aset pengembangan SDM. Tapi dijadikan sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah, Red),” kecam dia. Dengan kondisi ini, banyak BLK yang beralih fungsi. Fungsi awal sebagai tempat pelatihan dan pendidikan penduduk usia kerja bergeser ke fungsi penyewaan gedung dan kamar-kamar untuk keperluan komersil.
Salah urus lainnya adalah, banyak kepala daerah yang asal-asalan menentukan pemimpin atau instruktur BLK. Di beberapa tempat, pemimpin atau instruktur BLK yang berkualitas ditarik dan ditempatkan di dinas atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) lain.
Wahab menceritakan, kepala daerah tidak selektif ketika menentukan pengganti pemimpin atau instruktur baru di sebuah BLK. “Ada kepala pasar, kepala dinas kebersihan, kepala dinas pemakaman ditunjuk menjadi pemimpin atau instruktur BLK. Apa mereka bisa dipasrahi,” ucap Wahab dengan nada geram. Dengan perilaku asal tunjuk tadi, potensi salah urus BLK terus berlanjut.
Untuk memutus potensi salah urus BLK ini, Wahab akan mengumpulkan seluruh kepala daerah yang memiliki BLK. Dalam pertemuan itu, dia akan meminta komitmen pemerintah daerah untuk benar-benar menghidupkan lagi BLK sesuai dengan fungsinya.
Upaya lainnya adalah, menambah jumlah instruktur di BLK. Saat ini, dia mencatat ada sekitar 750 pelatih atau instruktur di seluruh BLK di Indonesia. Wahab mengatakan, negeri ini masih kekurangan 1.500 instruktur. Selain itu, dia juga mengatakan Kemenakertrans membutuhkan anggaran sebanyak Rp14 triliun untuk menghidupkan lagi BLK-BLK yang kondisinya kritis itu. (wan/jpnn)
8,12 Juta Orang Menganggur di Indonesia
TERHUTUNG hingga Februari 2011, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,12 juta orang. Jumlah menurun 470 ribu orang dibandingkan Februari 2010 yang sebanyak 8,59 juta orang.
Kendati begitu bukan berarti pemerintah sukses memberantas pengangguran di Indonesia. Angka 8,12 juta orang yang menganggur, itu bukanlah angka yang sedikit.
“Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2011 mencapai 6,8 persen dari total angkatan kerja. Jumlah ini turun dibandingkan Februari 2010 yang sebesar 7,41 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan kepada wartawan di kantornya, Jalan DR. Soetomo, Jakarta,kemarin.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 119,4 juta orang, bertambah sekitar 2,9 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2010 sebesar 116,5 juta orang atau bertambah 3,4 juta orang dibanding Februari 2010 sebesar 116 juta orang.
Penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2011 mencapai 111,3 juta orang, bertambah sekitar 3,1 juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2010 sebesar 108,2 juta orang atau bertambah 3,9 juta orang dibanding keadaan Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang. Setahun terakhir (Februari 2010-Februari 2011), hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 360 ribu orang (0,84 persen) dan 240 ribu orang (4,12 persen).
Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penampung terbesar tenaga kerja pada Februari 2011. (net/jpnn)