29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Mulai Senin, 75 Persen ASN Wajib WFH

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyebaran Covid-19 di Kota Medan terus meningkat. Bahkan saat ini, kasus positif Covid-19 di ibukota Sumatera Utara ini sudah mencapai 5 ribu kasus. Menyikapi kondisi ini, Pemko Medan kembali akan membatasi jumlah pegawai yang bekerja di kantor. Maksimal, hanya 25 persen jumlah pegawai yang boleh bekerja di kantor, selebihnya wajib bekerja dari rumah atau WFH (work from home).

Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Kota Medan, Muslim Harahapn menjelaskan, kebijakan itu juga dilakukan sebagai tindaklanjut dari surat edaran yang telah mereka terima dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dab Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) baru-baru ini. “Ada instruksi dari Kemenpan RB, kita di Pemko Medan harus membatasi jumlah pegawai yang masuk kantor, yaitu maksimal 25 persen saja. Artinya, yang 75 persen lagi cukup bekerja dari rumah,” kata Muslim kepada Sumut Pos di ruang kerjanya, Jumat (11/9).

Dikatakan Muslim, hal itu tertuang di dalam surat edaran Kemenpan RB dengan nomor 67/2020 tentang perubahan atas surat edaran Menpan RB No.58/2020 tentang sistem kerja pegawai Aparatur Sipil Negara dalam tatanan normal baru. “Surat itu sudah kita terima dua hari yang lalu (9/9). Saya baru terima kemarin (10/9), dan hari ini (11/9), sudah kami edarkan ke setiap OPD di Pemko Medan. Jadi nanti mulai Senin sudah berlaku,” ujarnya.

Pada poin 2b No.4 dalam surat edaran tersebut dikatakan, bagi instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori risiko tinggi, pejabat pembina kepegawaian dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (work from office) paling banyak 25 persen pada unit kerja instansi yang bersangkutan. “Jadi nanti yang masuk hanya pejabat-pejabat struktural saja, seperti pejabat eselon II, III dan IV. Misalnya Kadis/Kaban/Kasat, Kabag/Kabid dan para Kasubbag. Bila belum berjumlah 25 persen dari total pegawai di OPD itu, maka bisa dipilih pegawai mana yang akan masuk sesuai kebutuhan OPD itu sendiri, selama tidak lebih dari 25 persen,” jelasnya.

Sedangkan untuk para ASN yang bekerja dari rumah, akan tetap bekerja sesuai tugas yang diberikan masing-masing pimpinan OPD kepada para ASN nya. “Untuk pegawai di luar ASN, itu akan disesuaikan dengan kebutuhan di OPD itu sendiri, karena setiap OPD berbeda-beda tingkat kebutuhannya terhadap tenang honorernya,” terangnya.

Lantas, sampai kapan hal ini akan berlanjut? Muslim mengatakan, jika ketentuan itu akan terus berlaku selama surat edaran itu masih berlaku dan selama Kota Medan masih berada pada zona Kabupaten/Kota berkategori risiko tinggi penularan Covid-19. “Saat ini saja di Kota Medan kita sudah hampir 5 ribu kasus, kita masih masuk dalam zona penularan risiko tinggi,” tandasnya.

Menanggapi hal ini, pimpinan DPRD Medan H Rajuddin Sagala sangat mendukung langkah pemerintah pusat untuk merumahkan 75 persen dari jumlah ASN yang bekerja di kantor, mengingat saat ini pekantoran telah menjadi klaster-klaster baru penularan Covid-19. “Kalau tidak begitu, perkantoran pemerintahan hanya akan menjadi klaster-klaster baru bagi perkembangan Covid-19 di Kota Medan. Kita dukung penuh langkah pemerintah pusat dalam hal ini,” jawabnya.

Namun kata Rajuddin, pemerintah pusat juga seharusnya mewajibkan para pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap ASN yang sudah ditetapkan untuk bekerja dari rumah atau WFH. Sebab faktanya, banyak sekali oknum ASN yang justru tetap berada di luar rumah di saat dia sedang ditugaskan untuk bekerja dari rumah.

“Jadi untuk para ASN, mereka harus tahu membedakan mana WFH mana liburan. Sebab WFH itu bukan libur. Jangan malah saat WFH, ASN kedapatan pergi ke mall, nongkrong dan sebagainya. Langkah pemerintah sudah tepat soal kebijakan ini, tapi harus ada pengawasan kepada para ASN yang WFH ini,” tegasnya.

Dikatakan Rajuddin, seharusnya ada razia dari Satpol PP atau pihak Inspektorat atas ASN yang WFH. Bila kedapatan tidak bekerja dari rumah disaat jam kerja, maka selayaknya ASN tersebut diberikan sanksi tegas, bahkan harus lebih tegas dari sekadar menahan KTP layaknya masyarakat umum yang tidak menggunakan masker. “Untuk para ASN yang tidak bekerja dari rumah disaat jam kerja maka harus ada sanksi-sanksi, misalnya mulai dari pembatalan atau penahanan TPP mereka dan sebagainya. Selain itu, hal itu harus diumumkan kepada masyarakat agar masyarakat tahu kalau pemerintah telah bertindak tegas untuk para ASN yang tidak amanah dengan tugasnya,” pungkasnya.

DPRD Medan Nyaris tanpa Aktivitas

Sementara, Sekretariat DPRD Kota Medan sejak Rabu (9/9) lalu, sudah mengosongkan sementara segala aktivitas di gedung dewan. Karenanya, kantor wakil rakyat itu sudah terlihat sepi. Selain tidak ada satupun anggota dewan yang hadir, para ASN dan pegawai honor juga hanya segelintir yang terlihat di gedung yang berseberangan dengan kantor Wali Kota Medan tersebut.

“Memang sudah dikosongkan kegiatan, tak ada kegiatan lagi. Makanya dewannya juga tak ada yang ke kantor. Apalagi mereka juga cukup sibuk dengan aktivitasnya di luar kantor,” kata Plt Sekretaris DPRD Medan, Hj Alida kepada Sumut Pos, Jumat (11/9).

Meski begitu, kata wanita yang karib disapa Uni ini, sejumlah agenda dewan yang bersifat wajib, masih akan tetap dilaksanakan. “Misalnya rapat paripurna, itu wajib dilakukan karena sifatnya sangat penting dan sudah terjadwal, sehingga tidak dapat diundur lagi waktunya,” jelasnya.

Disebutnya, Hari Senin (14/9) mendatang, DPRD Medan akan menggelar sidang paripurna dengan agenda mendengarkan nota jawaban Plt Wali Kota Medan atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Medan tentang P-APBD 2020. “Meski Paripurna itu tetap dilakukan, tapi pastinya yang datang hanya pimpinan dan para ketua fraksi, sisanya mengikuti lewat aplikasi atau daring,” katanya.

Terpisah, Pimpinan DPRD Medan Ihwan Ritonga menyebutkan, pihaknya memang telah mengosongkan berbagai agenda kedewanan yang aktivitasnya dilakukan di gedung DPRD Medan. “RDP dan kegiatan-kegiatan lainnya di dalam gedung DPRD Medan terpaksa kita kosongkan dulu, paling hanya akan ada kegiatan Paripurna saja, itupun nanti akan betul-betul dibatasi,” jawabnya.

Selain itu, ia juga turut meminta kepada gugus tugas percepatan penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Medan untuk fokus terhadap penekanan penyebaran Covid-19 di Kota Medan, terutama di kantor-kantor pemerintahan yang saat ini seringkali ditemukan sebagai klaster-klaster baru.

“Fokus mereka itu harus jelas, gak cuma kalau ada temuan baru semprot. Harusnya mereka lebih sigap, begitu kemarin ada kasus positif Covid harusnya mereka langsung datang untuk melakukan swab, bukannya malah menunggu sekian lama baru mereka datang melakukan swab massal. Kalau begitu caranya, ya begini lah jadinya, orang banyak jadi sudah sempat terpapar,” pungkasnya. (map)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Penyebaran Covid-19 di Kota Medan terus meningkat. Bahkan saat ini, kasus positif Covid-19 di ibukota Sumatera Utara ini sudah mencapai 5 ribu kasus. Menyikapi kondisi ini, Pemko Medan kembali akan membatasi jumlah pegawai yang bekerja di kantor. Maksimal, hanya 25 persen jumlah pegawai yang boleh bekerja di kantor, selebihnya wajib bekerja dari rumah atau WFH (work from home).

Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKDPSDM) Kota Medan, Muslim Harahapn menjelaskan, kebijakan itu juga dilakukan sebagai tindaklanjut dari surat edaran yang telah mereka terima dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dab Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) baru-baru ini. “Ada instruksi dari Kemenpan RB, kita di Pemko Medan harus membatasi jumlah pegawai yang masuk kantor, yaitu maksimal 25 persen saja. Artinya, yang 75 persen lagi cukup bekerja dari rumah,” kata Muslim kepada Sumut Pos di ruang kerjanya, Jumat (11/9).

Dikatakan Muslim, hal itu tertuang di dalam surat edaran Kemenpan RB dengan nomor 67/2020 tentang perubahan atas surat edaran Menpan RB No.58/2020 tentang sistem kerja pegawai Aparatur Sipil Negara dalam tatanan normal baru. “Surat itu sudah kita terima dua hari yang lalu (9/9). Saya baru terima kemarin (10/9), dan hari ini (11/9), sudah kami edarkan ke setiap OPD di Pemko Medan. Jadi nanti mulai Senin sudah berlaku,” ujarnya.

Pada poin 2b No.4 dalam surat edaran tersebut dikatakan, bagi instansi pemerintah yang berada pada zona kabupaten/kota berkategori risiko tinggi, pejabat pembina kepegawaian dapat mengatur jumlah pegawai yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (work from office) paling banyak 25 persen pada unit kerja instansi yang bersangkutan. “Jadi nanti yang masuk hanya pejabat-pejabat struktural saja, seperti pejabat eselon II, III dan IV. Misalnya Kadis/Kaban/Kasat, Kabag/Kabid dan para Kasubbag. Bila belum berjumlah 25 persen dari total pegawai di OPD itu, maka bisa dipilih pegawai mana yang akan masuk sesuai kebutuhan OPD itu sendiri, selama tidak lebih dari 25 persen,” jelasnya.

Sedangkan untuk para ASN yang bekerja dari rumah, akan tetap bekerja sesuai tugas yang diberikan masing-masing pimpinan OPD kepada para ASN nya. “Untuk pegawai di luar ASN, itu akan disesuaikan dengan kebutuhan di OPD itu sendiri, karena setiap OPD berbeda-beda tingkat kebutuhannya terhadap tenang honorernya,” terangnya.

Lantas, sampai kapan hal ini akan berlanjut? Muslim mengatakan, jika ketentuan itu akan terus berlaku selama surat edaran itu masih berlaku dan selama Kota Medan masih berada pada zona Kabupaten/Kota berkategori risiko tinggi penularan Covid-19. “Saat ini saja di Kota Medan kita sudah hampir 5 ribu kasus, kita masih masuk dalam zona penularan risiko tinggi,” tandasnya.

Menanggapi hal ini, pimpinan DPRD Medan H Rajuddin Sagala sangat mendukung langkah pemerintah pusat untuk merumahkan 75 persen dari jumlah ASN yang bekerja di kantor, mengingat saat ini pekantoran telah menjadi klaster-klaster baru penularan Covid-19. “Kalau tidak begitu, perkantoran pemerintahan hanya akan menjadi klaster-klaster baru bagi perkembangan Covid-19 di Kota Medan. Kita dukung penuh langkah pemerintah pusat dalam hal ini,” jawabnya.

Namun kata Rajuddin, pemerintah pusat juga seharusnya mewajibkan para pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap ASN yang sudah ditetapkan untuk bekerja dari rumah atau WFH. Sebab faktanya, banyak sekali oknum ASN yang justru tetap berada di luar rumah di saat dia sedang ditugaskan untuk bekerja dari rumah.

“Jadi untuk para ASN, mereka harus tahu membedakan mana WFH mana liburan. Sebab WFH itu bukan libur. Jangan malah saat WFH, ASN kedapatan pergi ke mall, nongkrong dan sebagainya. Langkah pemerintah sudah tepat soal kebijakan ini, tapi harus ada pengawasan kepada para ASN yang WFH ini,” tegasnya.

Dikatakan Rajuddin, seharusnya ada razia dari Satpol PP atau pihak Inspektorat atas ASN yang WFH. Bila kedapatan tidak bekerja dari rumah disaat jam kerja, maka selayaknya ASN tersebut diberikan sanksi tegas, bahkan harus lebih tegas dari sekadar menahan KTP layaknya masyarakat umum yang tidak menggunakan masker. “Untuk para ASN yang tidak bekerja dari rumah disaat jam kerja maka harus ada sanksi-sanksi, misalnya mulai dari pembatalan atau penahanan TPP mereka dan sebagainya. Selain itu, hal itu harus diumumkan kepada masyarakat agar masyarakat tahu kalau pemerintah telah bertindak tegas untuk para ASN yang tidak amanah dengan tugasnya,” pungkasnya.

DPRD Medan Nyaris tanpa Aktivitas

Sementara, Sekretariat DPRD Kota Medan sejak Rabu (9/9) lalu, sudah mengosongkan sementara segala aktivitas di gedung dewan. Karenanya, kantor wakil rakyat itu sudah terlihat sepi. Selain tidak ada satupun anggota dewan yang hadir, para ASN dan pegawai honor juga hanya segelintir yang terlihat di gedung yang berseberangan dengan kantor Wali Kota Medan tersebut.

“Memang sudah dikosongkan kegiatan, tak ada kegiatan lagi. Makanya dewannya juga tak ada yang ke kantor. Apalagi mereka juga cukup sibuk dengan aktivitasnya di luar kantor,” kata Plt Sekretaris DPRD Medan, Hj Alida kepada Sumut Pos, Jumat (11/9).

Meski begitu, kata wanita yang karib disapa Uni ini, sejumlah agenda dewan yang bersifat wajib, masih akan tetap dilaksanakan. “Misalnya rapat paripurna, itu wajib dilakukan karena sifatnya sangat penting dan sudah terjadwal, sehingga tidak dapat diundur lagi waktunya,” jelasnya.

Disebutnya, Hari Senin (14/9) mendatang, DPRD Medan akan menggelar sidang paripurna dengan agenda mendengarkan nota jawaban Plt Wali Kota Medan atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Medan tentang P-APBD 2020. “Meski Paripurna itu tetap dilakukan, tapi pastinya yang datang hanya pimpinan dan para ketua fraksi, sisanya mengikuti lewat aplikasi atau daring,” katanya.

Terpisah, Pimpinan DPRD Medan Ihwan Ritonga menyebutkan, pihaknya memang telah mengosongkan berbagai agenda kedewanan yang aktivitasnya dilakukan di gedung DPRD Medan. “RDP dan kegiatan-kegiatan lainnya di dalam gedung DPRD Medan terpaksa kita kosongkan dulu, paling hanya akan ada kegiatan Paripurna saja, itupun nanti akan betul-betul dibatasi,” jawabnya.

Selain itu, ia juga turut meminta kepada gugus tugas percepatan penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Medan untuk fokus terhadap penekanan penyebaran Covid-19 di Kota Medan, terutama di kantor-kantor pemerintahan yang saat ini seringkali ditemukan sebagai klaster-klaster baru.

“Fokus mereka itu harus jelas, gak cuma kalau ada temuan baru semprot. Harusnya mereka lebih sigap, begitu kemarin ada kasus positif Covid harusnya mereka langsung datang untuk melakukan swab, bukannya malah menunggu sekian lama baru mereka datang melakukan swab massal. Kalau begitu caranya, ya begini lah jadinya, orang banyak jadi sudah sempat terpapar,” pungkasnya. (map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/