25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Hasil Uji Klinik Vaksin Siovac Fase 3, Tidak Ada Efek Samping Serius

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Uji klinik vaksin Sinovac fase 3 yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat, tidak menunjukkan adanya efek samping serius atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) berbahaya karena vaksin maupun vaksinasi. Hanya ditemukan gejala ringan di tempat suntikan.

“HINGGA SAAT INI tidak ditemukan gejala KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang berbahaya pada uji klinis fase III vaksin Sinovac di Bandung terhadap 1.620 subjek. Hanya ditemukan gejala ringan, seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, saat konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Kamis (19/11).

Ia mengatakan, Satgas Covid-19 terus memantau perkembangan uji klinis vaksin Sinovac. Juga perkembangan status kehalalannya. “Pemerintah selalu melakukan pengawasan selama proses pengadaan kandidat vaksin dan berupaya transparan dengan progres pengadaan vaksin kepada publik.”

Untuk itu, Wiku meminta masyarakat agar tidak takut atau ragu disuntik vaksin Covid-19. Sebab pemerintah memastikan keamanan, keefektifan, dan kehalalan vaksin Covid-19 sebelum disuntikkan ke masyarakatn

“Pemerintah memastikan vaksin Covid-19 yang digunakan adalah vaksin yang aman dan memiliki efektivitas. Masyarakat perlu mengetahui vaksin Covid-19 yang nantinya digunakan adalah vaksin yang bakal lulus uji klinis tahap 3 dan menerima Emergency Use of Authorization dari Badan POM serta terdaftar di WHO,” ujar Wiku.

Untuk memastikan keamanannya, pengembangan vaksin Covid-19 dilakukan dengan melibatkan para pakar kesehatan dan WHO. Kerja sama ini juga bertujuan untuk menginvestigasi dan mengomunikasikan isu-isu yang muncul dalam pengembangan vaksin.

“Apabila ditemukan isu-isu yang perlu ditindaklanjuti, maka pemerintah akan melaporkan kepada WHO dan akan dievaluasi oleh global advisory committee on vaccine safety (komite penasehat global untuk keamanan vaksin),” ujar Wiku.

Untuk memastikan kehalalan vaksin, kata Wiku, pemerintah juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wiku memastikan penetapan regulasi pengadaan vaksin sudah mengikuti standar internasional yang berlaku. Alur perizinan produksi maupun izin edar juga diatur secara ketat untuk memastikan keamanan dan kesesuaian vaksin sebagaimana standar yang telah ditentukan.

“Sekali lagi saya tekankan, vaksin yang nanti digunakan aman. Efek samping yang terjadi hanya bersifat minor dan sementara. Efek samping yang bersifat besar sangat jarang ditemui dan kita harus memonitor dan antisipasi keadaan ini,” kata Wiku.

Uji klinik vaksin Sinovac fase 3 dilaksanakan oleh Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran melalui kerja sama PT Bio Farma dengan Sinovac Biotech Tiongkok. Hingga saat ini, 1.620 subjek uji klinik telah menerima suntikan pertama vaksin (hari ke-0) dan 1.603 subjek menerima suntikan kedua (hari ke-14).

Setelah menerima suntikan, proses pengamatan dilakukan terhadap khasiat dan keamanan vaksin. Pengamatan dilakukan hingga 6 bulan sesudah pemberian suntikan kedua.

BPOM: Harus Sesuai WHO

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito, mengatakan izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 tidak bisa dikeluarkan begitu saja.

Untuk mendapatkan EUA, ada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang harus diikuti. Prosedur EUA ini mengacu pada pedoman persetujuan kedaruratan dari WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval).

“Untuk mendapatkan EUA, sudah ada juga kesepakatan yang diberikan oleh WHO. Sehingga EUA (untuk Covid-19) tidak dikarang sendiri,” ujar Penny dalam konferensi pers daring pada Kamis (19/11).

Menurutnya, jika sudah ada ketentuan dari WHO, maka seluruh negara harus mengikuti standar itu. Penny lantas menjelaskan sejumlah syarat pemberian EUA, antara lain vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase satu dan uji klinis fase dua secara lengkap. Kemudian data analisis interim uji klinis fase tiga untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.

Dalam konteks uji bakal vaksin Sinovac di Bandung, Penny menyebut pihaknya masih menunggu kelengkapan data-data yang dibutuhkan. “Jadi (untuk Sinovac) tidak begitu saja kami keluarkan. EUA ini menunggu sampai data lengkap,” katanya.

Penny menuturkan, setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk. Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.

“BPOM akan melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan cara distribusi obat yang baik. Sebab, vaksin merupakan produk rantai dingin (cold chain product) yang sensitif terhadap perubahan suhu,” tutur Penny. “Sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end user (pasien),” lanjutnya.

Penny berharap semua pihak berkomitmen dan saling mendukung untuk bersama mengupayakan keberhasilan rencana pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pfizer & Sputnik V Mau Uji Klinis

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech, AstraZeneca dan Sputnik V (vaksin Rusia) telah berkomunikasi dengan pihaknya untuk melakukan uji klinis di Indonesia.

“Sudah ada beberapa kandidat vaksin yang mulai berkomunikasi dengan BPOM untuk lakukan uji klinis vaksin Covid-19 di Indonesia seperti Pfizer, AstraZeneca, dan Sputnik V. Tetapi Moderna belum,” ujarnya dalam konferensi pers digital, Kamis (19/11).

Penny Lukito menjelaskan sebelum vaksin Covid-19 di impor Indonesia, vaksin tersebut harus mendapatkan izin pakai tetapi bukan izin edar kecuali kalau datanya lengkap. Selanjutnya harus bermitra dengan industri farmasi yang sudah ada di Indonesia.

“Untuk BPOM ini kesempatan baik, karena kami siap mendampingi untuk penelitian. Pandemi ini membuka peluang bagi industri farmasi berkembang. Ini membuat kita harus siap mandiri,” jelasnya.

Informasi saja, Pfizer dan BioNTech baru saja menyelesaikan uji klinis tahap akhir di Amerika Serikat (AS). Hasilnya vaksin BTN162b2 efektif 95% menghalangi infeksi Covid-19 di tubuh tanpa efek samping berbahaya.

Rencananya, Jumat (20/11) kedua perusahaan berencana mengajukan izin penggunaan darurat pada Food and Drug Administration (FDA) agar segera bisa diproduksi dan didistribusikan. Targetnya vaksin ini akan mulai didistribusikan pada akhir 2020.

Adapun vaksin Covid-19 Sputnik V dikembangkan Institute Gamaleya dari Rusia. Data awal vaksin menunjukkan vaksin ini 92% efektif melindungi penggunanya dari Covid-19.

“Penelitian ini telah menunjukkan dan mengkonfirmasi bahwa pertama vaksin ini mana dan tidak memiliki efek samping serius setelah digunakan dan kedua, semuanya efektif,” ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, seperti dikutip dari Reuters.

“Publikasi hasil sementara uji klinis yang secara meyakinkan menunjukkan kemanjuran vaksin Sputnik V memberi jalan untuk vaksinasi massal Covid-19 di Rusia dalam beberapa minggu mendatang,” kata Alexander Gintsburg, direktur Institute Gamaleya.

Sumut Tunggu Kemenkes

Mengingat vaksin Covid-19 yang akan digunakan harus terdaftar dan disetujui oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), rencana vaksinasi Covid-19 yang dijadwalkan pada November, kemungkinan besar tertunda. Termasuk di wilayah Sumatera Utara (Sumut).

“Sumut masih menunggu surat pemberitahuan lanjutan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Karena surat dari kemenkes belum ada, kita masih menunggu,” ujar Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah, Kamis (19/11).

Aris menyebutkan, meski belum mendapat surat lanjutan dari Kemenkes terkait program vaksinasi Covid-19, langkah-langkah persiapan telah dilakukan di Sumut. Salahsatu persiapannya adalah melatih vaksinator untuk pelaksanaannya. “Sejauh ini belum ada hambatan berarti, semua berjalan lancar,” ucap dia.

Disebutkan Aris, pemberian vaksin sebetulnya bukan untuk mengatasi pandemi yang terjadi. Melainkan menciptakan imunitas atau kekebalan tubuh. “Sama halnya dengan vaksin yang diberikan pada polio atau BCG. Dengan pemberian vaksin, bukan berarti virusnya hilang. Virus (corona) bakal tetap ada, cuma masyarakatnya sudah kebal,” sebutnya.

Menurut dia, pemberian vaksin diyakini dapat menghentikan era pandemi. Setelah vaksinasi, kasus-kasus baru Covid-19 yang ditemukan seharusnya hanya dalam tingkatan KLB, wabah atau epidemi saja. “Pandemi itu ‘kan wabah yang sudah melewati batas negara. Jadi kita berharap pandemi ini usai setelah vaksinasi massal nanti dilakukan,” tandas Aris.

Vaksinasi Covid-19 tahap pertama akan diberikan kepada kelompok prioritas, mulai usia 18-59 tahun terutama terdiri dari para tenaga kesehatan (nakes), asisten tenaga kesehatan dan tenaga penunjang pada fasilitas pelayanan kesehatan. Disusul TNI-Polri, petugas bandara, petugas stasiun kereta api, petugas pelabuhan, pemadam kebakaran, petugas PLN dan PAM yang bertugas di lapangan.

Untuk estimasi sasaran imunisasi Covid-19 di Sumut berjumlah 8.232.718 jiwa. Jumlah ini terdiri dari tenaga kesehatan dan petugas pendukung lainnya yang bekerja di Fasyankes, yakni sipil 31.634 orang, TNI 582 orang, dan Polri 448 orang. Selanjutnya, petugas pelayanan publik terdiri dari Satpol PP 7.335 orang, TNI 19.631 orang, Polri 19.598 orang, dan lainnya 775.704 orang. Beirkutnya, anggota BPJS PBI 4.951.731 orang, serta masyarkat dan pelaku ekonomi lainnya sebanyak 2.426.054 orang.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memperkirakan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 akan terealisasi pada akhir tahun ini atau awal 2021. Hal itu lantaran vaksin yang akan digunakan harus melalui sejumlah tahapan yang memakan waktu. Jokowi menjelaskan, nantinya vaksin yang telah masuk ke Indonesia harus terlebih dulu melewati uji klinis dan verifikasi dari BPOM untuk memperoleh EUA.

Selain itu, pendistribusian vaksin juga menjadi perhatian pemerintah yang juga dinilainya membutuhkan waktu. “Kami memperkirakan akan mulai vaksinasi itu di akhir tahun 2020 atau di awal tahun 2021. Karena memang proses persiapannya itu tidak hanya menerima vaksin kemudian langsung disuntikkan, tapi juga harus menyiapkan distribusi ke seluruh Tanah Air,” ungkap Jokowi usai meninjau uji simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Rabu (18/11). (lp6/cnbc/ris)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Uji klinik vaksin Sinovac fase 3 yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat, tidak menunjukkan adanya efek samping serius atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) berbahaya karena vaksin maupun vaksinasi. Hanya ditemukan gejala ringan di tempat suntikan.

“HINGGA SAAT INI tidak ditemukan gejala KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) yang berbahaya pada uji klinis fase III vaksin Sinovac di Bandung terhadap 1.620 subjek. Hanya ditemukan gejala ringan, seperti nyeri dan pegal otot pada tempat suntikan,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, saat konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Kamis (19/11).

Ia mengatakan, Satgas Covid-19 terus memantau perkembangan uji klinis vaksin Sinovac. Juga perkembangan status kehalalannya. “Pemerintah selalu melakukan pengawasan selama proses pengadaan kandidat vaksin dan berupaya transparan dengan progres pengadaan vaksin kepada publik.”

Untuk itu, Wiku meminta masyarakat agar tidak takut atau ragu disuntik vaksin Covid-19. Sebab pemerintah memastikan keamanan, keefektifan, dan kehalalan vaksin Covid-19 sebelum disuntikkan ke masyarakatn

“Pemerintah memastikan vaksin Covid-19 yang digunakan adalah vaksin yang aman dan memiliki efektivitas. Masyarakat perlu mengetahui vaksin Covid-19 yang nantinya digunakan adalah vaksin yang bakal lulus uji klinis tahap 3 dan menerima Emergency Use of Authorization dari Badan POM serta terdaftar di WHO,” ujar Wiku.

Untuk memastikan keamanannya, pengembangan vaksin Covid-19 dilakukan dengan melibatkan para pakar kesehatan dan WHO. Kerja sama ini juga bertujuan untuk menginvestigasi dan mengomunikasikan isu-isu yang muncul dalam pengembangan vaksin.

“Apabila ditemukan isu-isu yang perlu ditindaklanjuti, maka pemerintah akan melaporkan kepada WHO dan akan dievaluasi oleh global advisory committee on vaccine safety (komite penasehat global untuk keamanan vaksin),” ujar Wiku.

Untuk memastikan kehalalan vaksin, kata Wiku, pemerintah juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wiku memastikan penetapan regulasi pengadaan vaksin sudah mengikuti standar internasional yang berlaku. Alur perizinan produksi maupun izin edar juga diatur secara ketat untuk memastikan keamanan dan kesesuaian vaksin sebagaimana standar yang telah ditentukan.

“Sekali lagi saya tekankan, vaksin yang nanti digunakan aman. Efek samping yang terjadi hanya bersifat minor dan sementara. Efek samping yang bersifat besar sangat jarang ditemui dan kita harus memonitor dan antisipasi keadaan ini,” kata Wiku.

Uji klinik vaksin Sinovac fase 3 dilaksanakan oleh Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran melalui kerja sama PT Bio Farma dengan Sinovac Biotech Tiongkok. Hingga saat ini, 1.620 subjek uji klinik telah menerima suntikan pertama vaksin (hari ke-0) dan 1.603 subjek menerima suntikan kedua (hari ke-14).

Setelah menerima suntikan, proses pengamatan dilakukan terhadap khasiat dan keamanan vaksin. Pengamatan dilakukan hingga 6 bulan sesudah pemberian suntikan kedua.

BPOM: Harus Sesuai WHO

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito, mengatakan izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin Covid-19 tidak bisa dikeluarkan begitu saja.

Untuk mendapatkan EUA, ada ketentuan dari Badan Kesehatan Dunia ( WHO) yang harus diikuti. Prosedur EUA ini mengacu pada pedoman persetujuan kedaruratan dari WHO (WHO Emergency Listing), US Food and Drug Administration (EUA), dan European Medicines Agency/EMA (Conditional Approval).

“Untuk mendapatkan EUA, sudah ada juga kesepakatan yang diberikan oleh WHO. Sehingga EUA (untuk Covid-19) tidak dikarang sendiri,” ujar Penny dalam konferensi pers daring pada Kamis (19/11).

Menurutnya, jika sudah ada ketentuan dari WHO, maka seluruh negara harus mengikuti standar itu. Penny lantas menjelaskan sejumlah syarat pemberian EUA, antara lain vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase satu dan uji klinis fase dua secara lengkap. Kemudian data analisis interim uji klinis fase tiga untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.

Dalam konteks uji bakal vaksin Sinovac di Bandung, Penny menyebut pihaknya masih menunggu kelengkapan data-data yang dibutuhkan. “Jadi (untuk Sinovac) tidak begitu saja kami keluarkan. EUA ini menunggu sampai data lengkap,” katanya.

Penny menuturkan, setelah vaksin mendapat persetujuan penggunaan, pengawalan mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi nantinya akan menjadi tanggung jawab dari industri farmasi dan distributor yang ditunjuk. Dalam proses penyaluran di sarana pemerintah diperlukan peran aktif berbagai pihak sesuai kewenangan masing-masing.

“BPOM akan melakukan pengawasan dan pendampingan dalam penerapan cara distribusi obat yang baik. Sebab, vaksin merupakan produk rantai dingin (cold chain product) yang sensitif terhadap perubahan suhu,” tutur Penny. “Sehingga upaya dan kontrol yang ketat di sepanjang jalur distribusi sangat diperlukan agar mutu dan stabilitas vaksin tetap terjaga sampai kemudian digunakan oleh end user (pasien),” lanjutnya.

Penny berharap semua pihak berkomitmen dan saling mendukung untuk bersama mengupayakan keberhasilan rencana pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Pfizer & Sputnik V Mau Uji Klinis

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech, AstraZeneca dan Sputnik V (vaksin Rusia) telah berkomunikasi dengan pihaknya untuk melakukan uji klinis di Indonesia.

“Sudah ada beberapa kandidat vaksin yang mulai berkomunikasi dengan BPOM untuk lakukan uji klinis vaksin Covid-19 di Indonesia seperti Pfizer, AstraZeneca, dan Sputnik V. Tetapi Moderna belum,” ujarnya dalam konferensi pers digital, Kamis (19/11).

Penny Lukito menjelaskan sebelum vaksin Covid-19 di impor Indonesia, vaksin tersebut harus mendapatkan izin pakai tetapi bukan izin edar kecuali kalau datanya lengkap. Selanjutnya harus bermitra dengan industri farmasi yang sudah ada di Indonesia.

“Untuk BPOM ini kesempatan baik, karena kami siap mendampingi untuk penelitian. Pandemi ini membuka peluang bagi industri farmasi berkembang. Ini membuat kita harus siap mandiri,” jelasnya.

Informasi saja, Pfizer dan BioNTech baru saja menyelesaikan uji klinis tahap akhir di Amerika Serikat (AS). Hasilnya vaksin BTN162b2 efektif 95% menghalangi infeksi Covid-19 di tubuh tanpa efek samping berbahaya.

Rencananya, Jumat (20/11) kedua perusahaan berencana mengajukan izin penggunaan darurat pada Food and Drug Administration (FDA) agar segera bisa diproduksi dan didistribusikan. Targetnya vaksin ini akan mulai didistribusikan pada akhir 2020.

Adapun vaksin Covid-19 Sputnik V dikembangkan Institute Gamaleya dari Rusia. Data awal vaksin menunjukkan vaksin ini 92% efektif melindungi penggunanya dari Covid-19.

“Penelitian ini telah menunjukkan dan mengkonfirmasi bahwa pertama vaksin ini mana dan tidak memiliki efek samping serius setelah digunakan dan kedua, semuanya efektif,” ujar Presiden Rusia Vladimir Putin, seperti dikutip dari Reuters.

“Publikasi hasil sementara uji klinis yang secara meyakinkan menunjukkan kemanjuran vaksin Sputnik V memberi jalan untuk vaksinasi massal Covid-19 di Rusia dalam beberapa minggu mendatang,” kata Alexander Gintsburg, direktur Institute Gamaleya.

Sumut Tunggu Kemenkes

Mengingat vaksin Covid-19 yang akan digunakan harus terdaftar dan disetujui oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), rencana vaksinasi Covid-19 yang dijadwalkan pada November, kemungkinan besar tertunda. Termasuk di wilayah Sumatera Utara (Sumut).

“Sumut masih menunggu surat pemberitahuan lanjutan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Karena surat dari kemenkes belum ada, kita masih menunggu,” ujar Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah, Kamis (19/11).

Aris menyebutkan, meski belum mendapat surat lanjutan dari Kemenkes terkait program vaksinasi Covid-19, langkah-langkah persiapan telah dilakukan di Sumut. Salahsatu persiapannya adalah melatih vaksinator untuk pelaksanaannya. “Sejauh ini belum ada hambatan berarti, semua berjalan lancar,” ucap dia.

Disebutkan Aris, pemberian vaksin sebetulnya bukan untuk mengatasi pandemi yang terjadi. Melainkan menciptakan imunitas atau kekebalan tubuh. “Sama halnya dengan vaksin yang diberikan pada polio atau BCG. Dengan pemberian vaksin, bukan berarti virusnya hilang. Virus (corona) bakal tetap ada, cuma masyarakatnya sudah kebal,” sebutnya.

Menurut dia, pemberian vaksin diyakini dapat menghentikan era pandemi. Setelah vaksinasi, kasus-kasus baru Covid-19 yang ditemukan seharusnya hanya dalam tingkatan KLB, wabah atau epidemi saja. “Pandemi itu ‘kan wabah yang sudah melewati batas negara. Jadi kita berharap pandemi ini usai setelah vaksinasi massal nanti dilakukan,” tandas Aris.

Vaksinasi Covid-19 tahap pertama akan diberikan kepada kelompok prioritas, mulai usia 18-59 tahun terutama terdiri dari para tenaga kesehatan (nakes), asisten tenaga kesehatan dan tenaga penunjang pada fasilitas pelayanan kesehatan. Disusul TNI-Polri, petugas bandara, petugas stasiun kereta api, petugas pelabuhan, pemadam kebakaran, petugas PLN dan PAM yang bertugas di lapangan.

Untuk estimasi sasaran imunisasi Covid-19 di Sumut berjumlah 8.232.718 jiwa. Jumlah ini terdiri dari tenaga kesehatan dan petugas pendukung lainnya yang bekerja di Fasyankes, yakni sipil 31.634 orang, TNI 582 orang, dan Polri 448 orang. Selanjutnya, petugas pelayanan publik terdiri dari Satpol PP 7.335 orang, TNI 19.631 orang, Polri 19.598 orang, dan lainnya 775.704 orang. Beirkutnya, anggota BPJS PBI 4.951.731 orang, serta masyarkat dan pelaku ekonomi lainnya sebanyak 2.426.054 orang.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo memperkirakan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 akan terealisasi pada akhir tahun ini atau awal 2021. Hal itu lantaran vaksin yang akan digunakan harus melalui sejumlah tahapan yang memakan waktu. Jokowi menjelaskan, nantinya vaksin yang telah masuk ke Indonesia harus terlebih dulu melewati uji klinis dan verifikasi dari BPOM untuk memperoleh EUA.

Selain itu, pendistribusian vaksin juga menjadi perhatian pemerintah yang juga dinilainya membutuhkan waktu. “Kami memperkirakan akan mulai vaksinasi itu di akhir tahun 2020 atau di awal tahun 2021. Karena memang proses persiapannya itu tidak hanya menerima vaksin kemudian langsung disuntikkan, tapi juga harus menyiapkan distribusi ke seluruh Tanah Air,” ungkap Jokowi usai meninjau uji simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Rabu (18/11). (lp6/cnbc/ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/