JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah membuka opsi vaksinasi Covid-19 mandiri. Namun, vaksinasi mandiri itu bukan perorangan, melainkan melalui perusahaan untuk para karyawannya.
“Bolehnya untuk korporasi. Jadi dengan syarat satu, korporasi mau beli, dengan syarat semua karyawannya mesti dikasih,” ujarnya.
Budi menjelaskan, perusahaan akan diizinkan membeli vaksin sendiri dengan produsen vaksin Covid-19. Dengan demikian, harapannya vaksinasi Covid-19 dapat berjalan lebih cepat. “Mungkin itu bisa kita berikan (izin). Saya lihat kalau seperti ini sebaiknaya pengadaannya di luar pemerintah saja. Pengadaannya bisa dilakukan oleh swasta dan mereka bisa pengadaan sendiri,” kata dia.
Syaratnya, vaksin Covid-19 yang dibeli harus sesuai dengan yang diiizinkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, data penerima vaksin juga harus dilaporkan kepada pemerintah sehingga tidak ada tumpang tindih. “Vaksinnya harus ada di WHO, harus di-approve oleh BPOM. Dan datanya harus satu dengan kita (pemerintah), karena saya tidak mau nanti datanya berantakan lagi,” ucap Budi.
Kendati begitu, Budi menegaskan opsi ini masih dalam diskusi dan belum final. Ia mengatakan, pemerintah berupaya melaksanakan program vaksinasi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat. “Itu belum final. Itu masih dalam diskusi, karena kami takutnya sensitif kalau misalnya tidak ditata dengan baik. Kami welcome diskusikan itu,” kata dia.
Tak Perlu Lagi Swab
Budi juga mengatakan, pihaknya tengah mewacanakan untuk memberikan insentif bagi penerima vaksin, guna menyukseskan program vaksinasi Covid-19. Insentif berupa sertifikat digital.
“Kalau yang sudah vaksin kita akan kasih sertifikat cuma sertifikatnya bukan sertifikat fisik, tapi sertifikat digital yang bisa ditaruh di Apple wallet atau Google wallet,” ujar Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (14/1).
Menurut dia, sertifikat digital itu akan memudahkan penerima vaksin Covid-19 ketika bepergian. Warga yang divaksin, nantinya, tidak perlu lagi melakukan swab test atau antigen. “Sehingga kalau beliau terbang atau pesan tiket di Traveloka tidak usah menunjukkan PCR test atau antigen. Dengan menggunakan elektronik health certification itu dia langsung bisa lolos dan itu terintegrasi,” ujar Budi soal vaksin Covid-19.
Budi mengatakan, akan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan agar insentif ini bisa berjalan. Menurutnya, insentif ini bisa diperluas bukan hanya untuk penerbangan tetapi bisa untuk ke konser, pasar, mall, pengajian dan sebagainya.
“Asalkan ada health certificate dalam bentuk google wallet nanti kita cari aplikasi-aplikasinya bisa dibikin anak-anak muda Indonesia agar bisa menjadi mekanisme screening yang baik dan online,” kata Budi.
Anggaran Vaksin Rp 66-75 Triliun
Hingga saat ini, anggaran untuk vaksin Covid-19 yang diusulkan baru Rp 20,9 triliun. Namun, menurut perhitungan yang telah dilakukan Kementerian Keuangan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 membutuhkan anggaran sekitar Rp 66 hingga 75 triliun.
“Seperti yang saya sampaikan kemarin, sudah ada diskusi di kabinet dan ancar-ancar angkanya sudah dihitung Kemenkeu, antara RP 66 sampai 75 (triliun),” kata Budi.
Ia mengatakan, penganggaran vaksinisasi itu tergantung pada jumlah dosis vaksin Covid-19 yang bisa diterima pemerintah melalui kerja sama multilateral dengan fasilitas Covax/Gavi. Menurut Budi, jumlah vaksin Covid-19 gratis yang sudah pasti diperoleh melalui Covax/Gavi yaitu sebanyak 54 juta dosis.
Pemerintah terus mengupayakan agar Indonesia setidaknya bisa mendapatkan 108 juta dosis vaksin Covid-19 gratis dari Covax/Gavi. “Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan sebanyak mungkin vaksin gratis dari Gavi,” ucap dia.
Berdasarkan pemaparan Menkes dalam rapat kerja hari sebelumnya, target penerima vaksin di Tanah Air yaitu 181,5 juta orang dengan total kebutuhan vaksin 426.800.000 dosis.
Akan Kami Perbaiki Secara keseluruhan, total pengadaan vaksin Covid-19 yang sudah kontrak yaitu sebanyak 329.504.000 dosis. Selain kerja sama multilateral dengan Covax/Gavi, pemerintah membeli vaksin Covid-19 produksi Sinovac sebanyak 125,5 juta dosis, Novavax sebanyak 50 juta dosis, dan AstraZeneca sebanyak 50 juta dosis. Ada pula kerja sama dengan Pfizer sebanyak 50 juta dosis yang saat ini sedang tahap finalisasi.
Penanganan Efek Samping
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah tengah menyiapkan peraturan tentang penanganan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) bagi penerima vaksin Covid-19. Dalam peraturan pemerintah itu, rencananya akan dimasukkan ketentuan soal penganggaran penanganan jika ada efek samping serius dari vaksin Covid-19.
“Kami sekarang sedang mempersiapkan PP (peraturan pemerintah) khusus untuk penanggungan kalau terjadi KIPI tersebut,” kata Budi.
Dikutip dari laman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), KIPI adalah setiap kejadian medis yang tidak diinginkan, terjadi setelah pemberian imunisasi, dan belum tentu memiliki hubungan kausalitas dengan vaksin. Gejala KIPI bisa berupa gejala ringan yang dirasakan tidak nyaman atau berupa kelainan hasil pemeriksaan laboratorium. KIPI dianggap serius jika memerlukan perawatan di rumah sakit dan mengancam jiwa.
Menurut rencana, anggaran penanganan jika diperlukan perawatan bagi penerima vaksin yang merupakan peserta JKN akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Sementara, negara akan menanggung biaya bagi pasien yang bukan peserta JKN. “Tentang treatment anggaran, yang JKN akan di-cover oleh BPJS. Sedangkan non-JKN akan di-cover oleh negara,” ujar Budi. Budi mengatakan, saat ini pemerintah sudah memiliki komite di tingkat nasional dan daerah untuk menangani KIPI. Komnas KIPI merupakan lembaga yang terbentuk sejak 2007 yang beranggotakan para ahli independen, dengan kompetensi dan keilmuan terkait vaksinologi.
“Sudah ada komite daerah dan komite nasional untuk menangani KIPI. Kita akan mengikuti prosedurnya,” kata Budi. (lp6/kps)