MEDAN, SUMUTPOS.CO — Komisi B DPRD Sumatera Utara, Bupati Karo Terkelin Brahmana, Bupati Deliserdang, Dinas Kehutanan Sumut, Kepala UPT Tahura Bukit Barisan Timbul Naibaho dan DPD Walantara (Wahana Lingkungan Alam Nusantara) Karo, menyatakan kesepakatan untuk mengeksekusi para perambah hutan Tahura Bukit Barisan, Laugedang Kecamatan Sibolangit, Deliserdang dan Kutarayat, Kecamatan Namanteran, Karo.
Kesepakatan tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi B DPRD Sumut dengan bupati Karo, bupati Deli Serdang yang diwakili Asisten Ekbang Putra Manalu, Kadishut Sumut yang diwakili Kabid Perlindungan Hutan Anas Zulpan Lubis, Kepala UPT Tahura Timbul Naibaho dan Ketua DPD Walantara Karo Darista Kaban, yang dipimpin Ketua Komisi B Dody Taher, Selasa (9/3) sore.
Seperti yang disampaikan wakil ketua dan anggota Komisi B Zeira Salim Ritonga, Leonard Samosir, Sugianto Makmur dan Anwar Sani, bahwa kasus perambahan hutan dan penguasaan lahan Tahura di Laugedang dan di jalan tembus Karo-Langkat sudah sangat membahayakan, harus segera diselamatkan dengan cepat.
“Perambahan dan penguasaan hutan Tahura di dua tempat ini jangan dianggap main-main, harus segera dihentikan, apalagi disebut-sebut melibatkan oknum-oknum pejabat dan legislatif serta oknum preman, sehingga diperlukan tindakan tegas dan nyata untuk membersihkannya,” kata Leonard.
Bahkan Zeira Salim menuding Dishut Sumut dan UPT Tahura Bukit Barisan tidak ada keseriusan menindak tegas para perambah hutan, terbukti kawasan Tahura sepanjang jalan tembus Karo-Langkat sudah berdiri rumah kayu dan villa-villa mewah milik oknum pejabat, masyarakat dan pengusaha dari berbagai daerah.
“Tidak ada alasan Polhut tidak sanggup menindak para perambah dan mafia penguasaan kawasan hutan Tahura. Hukum harus ditegakkan, apalagi sudah lama terjadi praktek jual beli lahan hutan tanpa ada tindakan dari UPT Tahura,” ujar Zeira sembari menambahkan, jika Dishut tidak mampu menjaga kawasan hutan sebaiknya pelihara saja harimau di daerah itu.
Sugianto Makmur juga mempertegas, dari fakta-fakta yang diperolehnya di lapangan, lahan hutan Tahura di Laugedang dan Kutarayat sudah terjadi praktek jual beli lahan seharga Rp20-30 juta/hektar, sehingga diperlukan tindakan tegas dengan ancaman pidana, agar menjadi efek jera bagi perambah.
“Para pencaplok lahan hutan Tahura jangan hanya diusir untuk menjadi efek jera, sebab banyak oknum pejabat daerah yang terlibat menguasainya. Kali ini jangan ada nego apapun. Kita buat target dalam dua bulan ini, seluruh kawasan hutan Tahura yang sudah dikuasai oknum-oknum pejabat dan berdiri rumah kayu dan villa mewah antik harus disikat habis,” katanya.
Sebelumnya, Ketua DPD Walantara Karo Daris Kaban membeberkan aksi perambahan hutan konservasi Tahura di Laugedang Deliserdang dan Kutarayat Karo semakin mengganas, sehingga harus segera dihentikan sebelum terjadi bencana alam tanah longsor dan banjir bandang menerjang Kota Medan.
Anas Zulpan Lubis mengakui dua titik kawasan Tahura sudah dirambah dan dijadikan areal pertanian oleh kelompok tertentu, karena UPT Tahura hanya memiliki empat orang Polhut, sehingga tidak mampu menjaga kawasan Tahura yang luas wilayahnya mencapai 39 ribu hektar.
Bupati Karo Terkelin Brahmana mengusulkan agar dibuat pos jaga dan portal di jalan tembus Karo-Langkat, agar siapa saja yang keluar masuk tetap terpantau. Jika tidak, hutan Tahura dan kawasan TNGL terancam habis dibabat para perambah.(prn/han)