30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

KRI Nanggala 402 Tenggelam: Serda Lis Ternyata Anak Medan

SUMUTPOS.CO – Salahseorang prajurit TNI AL yang menjadi awak kapal selam KRI Nanggala 402, ternyata anak Medan. Dia adalah Serda Lis Hendro Purwoto. Prajurit berusia 37 tahun itu telah bertugas sejak tahun 2005 di TNI AL. Ia gugur bersama 52 prajurit lainnya, dalam KRI Nanggala 402 yang tenggelam dan terbelah menjadi tiga bagian di laut utara Bali, Rabu (21/4) pagi lalu.

ANAK MEDAN: Serda Lis Hendro Purwoto. prajurit TNI AL yang gugur bersama 52 prajurit lainnya, dalam KRI Nanggala 402 di laut utara Bali, ternyata anak Mabar, Medan Deli.

SUASANA DUKA terlihat di rumah peninggalan orangtua korban di Jalan Mangaan IV, Lorong Rahayu, Gang Rahayu 4, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli. “Adik kami Hendro sejak lulus TNI AL dan setelah menikah tinggal di Surabaya. Kami sangat terkejut, melihat di televisi adik kami ikut tenggelam di kapal itu,” cerita kakak kandung korban, Ririn Purwanti, Senin (26/4), dengan mata berkaca-kaca.

Sebelum musibah itu terjadi, wanita berusia 42 tahun ini sempat bermimpi dibawa ke suatu hutan belantara. Di dalam mimpi itu, Ririn merasa berada di dalam kegelapan dan kehilangan saudaranya.

“Dua hari sebelum kejadian, aku ada mimpi. Rasanya di dalam mimpi itu dibawa ke hutan belantara dan kehilangan saudara. Rupanya mimpi ini menunjukkan adik bungsu saya jadi korban tenggelam kapal selam,” cerita kakak nomor 3 dari 7 bersaudara.

Firasat juga dirasakan Joko Purwono, anak nomor 4 korban. Ia mengatakan, dua minggu sebelum musibah KRI Nanggala 402 tenggelam, adik bungsunya Hendro Purwoto sempat video call dengannya. Dalam perbincangan melalui video itu, Joko menanyakan kabar adiknya. Adiknya mengatakan, akan pergi berlayar untuk latihan perang. Kemudian, adiknya memberikan baju kaos untuk dikirim ke Medan.

“Waktu saya video call, keponakan saya pas di Surabaya jumpai dia (korban). Pas keponakan saya pulang, dititipi baju kaos. Ini baju kenangan terakhir dari almarhum adik saya,” cerita Joko dengan nada sedih sambil menunjukkan bajunya.

Setelah masuk TNI, adiknya menikah dengan seorang wanita bernama Imrah, dan dikaruniai seorang anak berusia 7 tahun yang diberi nama Nabila. Mereka tinggal di Surabaya. Sejak menikah, adiknya tidak pernah lagi pulang ke Medan.

“Kami semua dibesarkan di sini. Waktu video call itu, adik saya sempat berjanji akan bawa istri dan anaknya ke Medan lebaran ini. Tapi, semua itu tidak ada lagi. Adik kami sudah tiada,” ucapnya sedih.

Sejak mereka mendengar kabar adiknya adalah salahsatu kru KRI Nanggala 402, keluarga melaksanakan salat gaib dan melakukan tahlilan di rumah. Harapan keluarga, semoga jenazah adik mereka dapat ditemukan dan bisa disemayamkan di rumah duka istrinya.

“Kami ikhlas dengan duka ini. Kami berharap agar jenazahnya bisa ditemukan, biar kami bisa melihat kuburanmya,” sebut Joko di hadapan kerabatnya.

Bukan Human Error

Sementara itu, TNI AL meyakini, tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 bukan karena human error atau kesalahan manusia.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono mengatakan, analisis awal tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 lebih pada faktor alam. Ia mengatakan, dari sejumlah laporan awal penyebab tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 buatan Jerman ini juga bukan karena kesalahan manusia mau pun black out atau mati listrik.

“Sudah kita evaluasi dari awal saya berkeyakinan ini bukan human error dan lebih kepada faktor alam,” kata Yudo, di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai Bali, Minggu (25/4).

Meski demikian, untuk memastikannya, pihaknya perlu mengangkat badan kapal selam KRI Nanggala-402 terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui penyebab pasti tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 yang diawaki 53 kru ini. “Jadi nantinya akan diinvestigasi setelah badan kapal bisa diangkat,” kata dia.

Yudo berkeyakinan tidak ada kelalaian manusia karena saat proses menyelam kapal selam KRI Nanggala-402 sudah melalui semua prosedur yang ada. Prosedur itu yakni saat menyelam ada laporan penyelaman.

Kemudian, terdengar dari sea rider penjejak bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 telah melaksanakan peran persiapan bertempur, menyelam, dan sebagainya. “Dari awal saya sampaikan kapal ini tidak atau bukan human error karena saat proses menyelam sudah melalui prosedur yang betul mulai laporan penyelaman dan terdengar dari penjejak kemarin itu,” kata dia.

Kemudian, ia yakin tidak black out karena saat menyelam diketahui lampu masih menyala semuanya. “Artinya tidak black out saat menyelam langsung hilang ini,” kata dia.

Seluruh awak kapal selam KRI Nanggala-402 yang berjumlah 53 dinyatakan gugur, Minggu (25/4) sore. Hal ini disampaikan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai, Minggu petang.

“Berdasar bukti-bukti otentik tersebut dapat dinyatakan bahwa KRI Nanggala-402 telah tenggelam dan seluruh awaknya telah gugur,” kata Hadi.

Ia mengatakan, hal ini berdasarkan pemindaian secara akurat oleh KRI Rigel di lokasi yang ada kemagnetan yang kuat sebelumnya.

Pemindaian menggunakan multibeam sonar dan magnetometer. Pemindaian ini menghasilkan citra bawah air yang lebih detail.

MV Swift Rescue Singapura telah menurunkan ROV dan melakukan citra bawah air secara visual menggunakan kamera. Telah diperoleh citra yang dikonfirmasi sebagai bagian dari kapal selam KRI Nanggala-402.

Bagian kapal yakni meliputi kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, bagian kapal yang lain termasuk baju keselamatan awak kapal MK 11.

Operasi Penyelamatan

Keluarga awak kapal selam KRI Nanggala 402 meminta agar kapal selam buatan Jerman itu bisa diangkat. Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dalam konfrensi pers-nya, Minggu (25/4).

Yudo juga menagtakan, selain keluarga awak kapal, warga Hiu Kencana pun berharap KRI Nanggala bisa segera dievakuasi. “Tadi juga warga Hiu Kencana meminta untuk kapal ini bisa diangkat,” kata Yudo, dalam jumpa pers di Bali, Minggu (25/4).

Yudo menyatakan, TNI akan berusaha untuk mengangkat kapal tersebut walaupun dengan kedalaman 838 meter.

Menanggapi hal itu, pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, proses evakuasi kapal di kedalaman 830 meter sangat berbahaya. Dengan status kapal selam KRI Nanggala-402 yang dinyatakan tenggelam di kedalaman sekitar 850 meter, upaya penyelamatan akan semakin sulit, baik dari sisi teknis maupun tantangan dari alam.

“Di dunia ini tidak ada kapal selam militer yang dibuat untuk kedalaman di bawah 500 meter. Ditambah lagi ketika melihat serpihan yang ditemukan, saya melihat yang terjadi adalah implotion atau semacam kaleng remuk,” kata Connie.

Meskipun demikian dia berharap proses tersebut dapat dilakukan dengan hati-hati dan tetap mengutamakan keselamatan. Sehingga jangan sampai proses evakuasi justru menimbulkan korban baru. “Jangan bayangkan 830 meter itu kaya jarak kita dari sini ke dapan. Ini adalah laut, tekanan per 10 meter itu satu atmosfer, jadi ada tekanan 85 atmosfer di bawah sana,” kata Connie, Senin (26/4).

Terlepas dari itu, Connie menyebut insiden yang berakibat pada gugurnya 53 prajurit ini seharusnya menjadi pukulan besar bagi Indonesia. Ia berharap agar negara tak lagi menganaktirikan TNI. Sebab, selama ini TNI seperti tak dipersenjatai sebagaimana mestinya dengan alasan anggaran. “Jelas-jelas mereka harus dipersenjatai, tidak ada alasan bingung antara kesejahteraan. Kalau memutuskan punya negara dan tentara, ya tidak boleh bingung masalah anggaran,” ujarnya.

Evaluasi sistem pertahanan Selanjutnya dia meminta agar pemerintah mengevaluasi dan memperbaiki sistem pertahanan Indonesia yang bermasalah. Connie juga menyoroti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang secara tiba-tiba ingin membuat masterplan untuk upaya modernisasi. Menurutnya, modernisasi alutsista bukan perkara sederhana, sehingga diperlukan roadmap yang jelas dan matang.

“Modernisasi atau peremajaan itu jangan dianggap orang lari ke air setelah kebakaran. Itu proses, perlu waktu, perlu visi, strategi, tujuan nasional yang jelas. Bukan sesuatu yang bisa dilakukan secara dadakan. Enggak gitu bikin pertahanan,” ujar Connie.

Ia menjelaskan, sehebat apa pun mesin perang sebuah negara, hal yang menentukan adalah orang atau pasukannya. Karenanya, modernisasi tak melulu soal membeli alutsista baru, tapi ada proses komples di baliknya.

“Misalnya, perubahan kapasistas material dan non-materialnya, bagaimana hubungannya dengan ambisi kepentingan nasional. Kita ini bangsa yang bertanggung jawab di dua samudra, maka harus bicara roadmap,” tuturnya.

Perlunya fasilitas penyelamatan Sementara itu, Pemerhati militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, ini merupakan insiden ketiga kalinya yang menimpa kapal berusia tua TNI AL dalam beberapa tahun terkahir. Karena kapal itu sudah tua dan kemampuan operasionalnya masih dibutuhkan, maka upaya pemeliharaan harus ekstra dan beban kerjanya harus dikurangi.

Jika nantinya ada rencana pengadaan alutsista baru, ia menyarankan agar pemerintah juga memikirkan pengadaan fasilitas penyelamatan bawah laut. “Tentu saja kehadiran kapal selam perlu didukung penanganan kedaruratannya,” kata Fahmi, Jumat (23/4).

Tak hanya itu, pemerintah juga harus diingatkan soal mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada prioritas. “Kalau kita bicara alutsista kan harus proporsional antara pengadaannya, pemeliharannya, termasuk juga bagaimanan perawatan dan pemeliharaan personilnya,” tutupnya.

RI Tersisa 3 Kapal Selam

Tenggelamnya KRI Nanggala 402 bersama 53 prajurit menyisakan fakta, bahwa kekuatan di bawah laut Indonesia ternyata masih begitu minim.

Sebelum KRI Nanggala tenggelam, Indonesia sempat punya 5 kapal selam. Padahal kebutuhan ideal minimal 12 unit.

Daftar kapal selam Indonesia saat ini: Kapal Selam Cakra-401, Kapal Selam Nanggala-402, Kapal Selam Nagapasa-403, Kapal Selam Ardadedali-404, dan Kapal Selam Alugoro-405.

Namun, dari kelima kapal selam itu, hanya tiga yang beroperasi setelah KRI Nanggala dipastikan tenggelam. Kapal Selam KRI Cakra 401 masih dalam proses perawatan (overhaul) di PT PAL (Persero) sejak tahun lalu.

Kadep Humas PT PAL Indonesia (Persero) Utario Esna Putra menjelaskan bahwa proses overhaul KRI Cakra 401 sampai saat ini masih berlangsung di galangan kapal PT PAL, Surabaya. “Masih berlangsung,” katanya, Senin (26/4). (fac/ktn/kps/cnbc)

SUMUTPOS.CO – Salahseorang prajurit TNI AL yang menjadi awak kapal selam KRI Nanggala 402, ternyata anak Medan. Dia adalah Serda Lis Hendro Purwoto. Prajurit berusia 37 tahun itu telah bertugas sejak tahun 2005 di TNI AL. Ia gugur bersama 52 prajurit lainnya, dalam KRI Nanggala 402 yang tenggelam dan terbelah menjadi tiga bagian di laut utara Bali, Rabu (21/4) pagi lalu.

ANAK MEDAN: Serda Lis Hendro Purwoto. prajurit TNI AL yang gugur bersama 52 prajurit lainnya, dalam KRI Nanggala 402 di laut utara Bali, ternyata anak Mabar, Medan Deli.

SUASANA DUKA terlihat di rumah peninggalan orangtua korban di Jalan Mangaan IV, Lorong Rahayu, Gang Rahayu 4, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli. “Adik kami Hendro sejak lulus TNI AL dan setelah menikah tinggal di Surabaya. Kami sangat terkejut, melihat di televisi adik kami ikut tenggelam di kapal itu,” cerita kakak kandung korban, Ririn Purwanti, Senin (26/4), dengan mata berkaca-kaca.

Sebelum musibah itu terjadi, wanita berusia 42 tahun ini sempat bermimpi dibawa ke suatu hutan belantara. Di dalam mimpi itu, Ririn merasa berada di dalam kegelapan dan kehilangan saudaranya.

“Dua hari sebelum kejadian, aku ada mimpi. Rasanya di dalam mimpi itu dibawa ke hutan belantara dan kehilangan saudara. Rupanya mimpi ini menunjukkan adik bungsu saya jadi korban tenggelam kapal selam,” cerita kakak nomor 3 dari 7 bersaudara.

Firasat juga dirasakan Joko Purwono, anak nomor 4 korban. Ia mengatakan, dua minggu sebelum musibah KRI Nanggala 402 tenggelam, adik bungsunya Hendro Purwoto sempat video call dengannya. Dalam perbincangan melalui video itu, Joko menanyakan kabar adiknya. Adiknya mengatakan, akan pergi berlayar untuk latihan perang. Kemudian, adiknya memberikan baju kaos untuk dikirim ke Medan.

“Waktu saya video call, keponakan saya pas di Surabaya jumpai dia (korban). Pas keponakan saya pulang, dititipi baju kaos. Ini baju kenangan terakhir dari almarhum adik saya,” cerita Joko dengan nada sedih sambil menunjukkan bajunya.

Setelah masuk TNI, adiknya menikah dengan seorang wanita bernama Imrah, dan dikaruniai seorang anak berusia 7 tahun yang diberi nama Nabila. Mereka tinggal di Surabaya. Sejak menikah, adiknya tidak pernah lagi pulang ke Medan.

“Kami semua dibesarkan di sini. Waktu video call itu, adik saya sempat berjanji akan bawa istri dan anaknya ke Medan lebaran ini. Tapi, semua itu tidak ada lagi. Adik kami sudah tiada,” ucapnya sedih.

Sejak mereka mendengar kabar adiknya adalah salahsatu kru KRI Nanggala 402, keluarga melaksanakan salat gaib dan melakukan tahlilan di rumah. Harapan keluarga, semoga jenazah adik mereka dapat ditemukan dan bisa disemayamkan di rumah duka istrinya.

“Kami ikhlas dengan duka ini. Kami berharap agar jenazahnya bisa ditemukan, biar kami bisa melihat kuburanmya,” sebut Joko di hadapan kerabatnya.

Bukan Human Error

Sementara itu, TNI AL meyakini, tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 bukan karena human error atau kesalahan manusia.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono mengatakan, analisis awal tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 lebih pada faktor alam. Ia mengatakan, dari sejumlah laporan awal penyebab tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 buatan Jerman ini juga bukan karena kesalahan manusia mau pun black out atau mati listrik.

“Sudah kita evaluasi dari awal saya berkeyakinan ini bukan human error dan lebih kepada faktor alam,” kata Yudo, di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai Bali, Minggu (25/4).

Meski demikian, untuk memastikannya, pihaknya perlu mengangkat badan kapal selam KRI Nanggala-402 terlebih dahulu. Hal ini untuk mengetahui penyebab pasti tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402 yang diawaki 53 kru ini. “Jadi nantinya akan diinvestigasi setelah badan kapal bisa diangkat,” kata dia.

Yudo berkeyakinan tidak ada kelalaian manusia karena saat proses menyelam kapal selam KRI Nanggala-402 sudah melalui semua prosedur yang ada. Prosedur itu yakni saat menyelam ada laporan penyelaman.

Kemudian, terdengar dari sea rider penjejak bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 telah melaksanakan peran persiapan bertempur, menyelam, dan sebagainya. “Dari awal saya sampaikan kapal ini tidak atau bukan human error karena saat proses menyelam sudah melalui prosedur yang betul mulai laporan penyelaman dan terdengar dari penjejak kemarin itu,” kata dia.

Kemudian, ia yakin tidak black out karena saat menyelam diketahui lampu masih menyala semuanya. “Artinya tidak black out saat menyelam langsung hilang ini,” kata dia.

Seluruh awak kapal selam KRI Nanggala-402 yang berjumlah 53 dinyatakan gugur, Minggu (25/4) sore. Hal ini disampaikan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Base Ops Lanud I Gusti Ngurah Rai, Minggu petang.

“Berdasar bukti-bukti otentik tersebut dapat dinyatakan bahwa KRI Nanggala-402 telah tenggelam dan seluruh awaknya telah gugur,” kata Hadi.

Ia mengatakan, hal ini berdasarkan pemindaian secara akurat oleh KRI Rigel di lokasi yang ada kemagnetan yang kuat sebelumnya.

Pemindaian menggunakan multibeam sonar dan magnetometer. Pemindaian ini menghasilkan citra bawah air yang lebih detail.

MV Swift Rescue Singapura telah menurunkan ROV dan melakukan citra bawah air secara visual menggunakan kamera. Telah diperoleh citra yang dikonfirmasi sebagai bagian dari kapal selam KRI Nanggala-402.

Bagian kapal yakni meliputi kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, bagian kapal yang lain termasuk baju keselamatan awak kapal MK 11.

Operasi Penyelamatan

Keluarga awak kapal selam KRI Nanggala 402 meminta agar kapal selam buatan Jerman itu bisa diangkat. Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dalam konfrensi pers-nya, Minggu (25/4).

Yudo juga menagtakan, selain keluarga awak kapal, warga Hiu Kencana pun berharap KRI Nanggala bisa segera dievakuasi. “Tadi juga warga Hiu Kencana meminta untuk kapal ini bisa diangkat,” kata Yudo, dalam jumpa pers di Bali, Minggu (25/4).

Yudo menyatakan, TNI akan berusaha untuk mengangkat kapal tersebut walaupun dengan kedalaman 838 meter.

Menanggapi hal itu, pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie menuturkan, proses evakuasi kapal di kedalaman 830 meter sangat berbahaya. Dengan status kapal selam KRI Nanggala-402 yang dinyatakan tenggelam di kedalaman sekitar 850 meter, upaya penyelamatan akan semakin sulit, baik dari sisi teknis maupun tantangan dari alam.

“Di dunia ini tidak ada kapal selam militer yang dibuat untuk kedalaman di bawah 500 meter. Ditambah lagi ketika melihat serpihan yang ditemukan, saya melihat yang terjadi adalah implotion atau semacam kaleng remuk,” kata Connie.

Meskipun demikian dia berharap proses tersebut dapat dilakukan dengan hati-hati dan tetap mengutamakan keselamatan. Sehingga jangan sampai proses evakuasi justru menimbulkan korban baru. “Jangan bayangkan 830 meter itu kaya jarak kita dari sini ke dapan. Ini adalah laut, tekanan per 10 meter itu satu atmosfer, jadi ada tekanan 85 atmosfer di bawah sana,” kata Connie, Senin (26/4).

Terlepas dari itu, Connie menyebut insiden yang berakibat pada gugurnya 53 prajurit ini seharusnya menjadi pukulan besar bagi Indonesia. Ia berharap agar negara tak lagi menganaktirikan TNI. Sebab, selama ini TNI seperti tak dipersenjatai sebagaimana mestinya dengan alasan anggaran. “Jelas-jelas mereka harus dipersenjatai, tidak ada alasan bingung antara kesejahteraan. Kalau memutuskan punya negara dan tentara, ya tidak boleh bingung masalah anggaran,” ujarnya.

Evaluasi sistem pertahanan Selanjutnya dia meminta agar pemerintah mengevaluasi dan memperbaiki sistem pertahanan Indonesia yang bermasalah. Connie juga menyoroti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang secara tiba-tiba ingin membuat masterplan untuk upaya modernisasi. Menurutnya, modernisasi alutsista bukan perkara sederhana, sehingga diperlukan roadmap yang jelas dan matang.

“Modernisasi atau peremajaan itu jangan dianggap orang lari ke air setelah kebakaran. Itu proses, perlu waktu, perlu visi, strategi, tujuan nasional yang jelas. Bukan sesuatu yang bisa dilakukan secara dadakan. Enggak gitu bikin pertahanan,” ujar Connie.

Ia menjelaskan, sehebat apa pun mesin perang sebuah negara, hal yang menentukan adalah orang atau pasukannya. Karenanya, modernisasi tak melulu soal membeli alutsista baru, tapi ada proses komples di baliknya.

“Misalnya, perubahan kapasistas material dan non-materialnya, bagaimana hubungannya dengan ambisi kepentingan nasional. Kita ini bangsa yang bertanggung jawab di dua samudra, maka harus bicara roadmap,” tuturnya.

Perlunya fasilitas penyelamatan Sementara itu, Pemerhati militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, ini merupakan insiden ketiga kalinya yang menimpa kapal berusia tua TNI AL dalam beberapa tahun terkahir. Karena kapal itu sudah tua dan kemampuan operasionalnya masih dibutuhkan, maka upaya pemeliharaan harus ekstra dan beban kerjanya harus dikurangi.

Jika nantinya ada rencana pengadaan alutsista baru, ia menyarankan agar pemerintah juga memikirkan pengadaan fasilitas penyelamatan bawah laut. “Tentu saja kehadiran kapal selam perlu didukung penanganan kedaruratannya,” kata Fahmi, Jumat (23/4).

Tak hanya itu, pemerintah juga harus diingatkan soal mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada prioritas. “Kalau kita bicara alutsista kan harus proporsional antara pengadaannya, pemeliharannya, termasuk juga bagaimanan perawatan dan pemeliharaan personilnya,” tutupnya.

RI Tersisa 3 Kapal Selam

Tenggelamnya KRI Nanggala 402 bersama 53 prajurit menyisakan fakta, bahwa kekuatan di bawah laut Indonesia ternyata masih begitu minim.

Sebelum KRI Nanggala tenggelam, Indonesia sempat punya 5 kapal selam. Padahal kebutuhan ideal minimal 12 unit.

Daftar kapal selam Indonesia saat ini: Kapal Selam Cakra-401, Kapal Selam Nanggala-402, Kapal Selam Nagapasa-403, Kapal Selam Ardadedali-404, dan Kapal Selam Alugoro-405.

Namun, dari kelima kapal selam itu, hanya tiga yang beroperasi setelah KRI Nanggala dipastikan tenggelam. Kapal Selam KRI Cakra 401 masih dalam proses perawatan (overhaul) di PT PAL (Persero) sejak tahun lalu.

Kadep Humas PT PAL Indonesia (Persero) Utario Esna Putra menjelaskan bahwa proses overhaul KRI Cakra 401 sampai saat ini masih berlangsung di galangan kapal PT PAL, Surabaya. “Masih berlangsung,” katanya, Senin (26/4). (fac/ktn/kps/cnbc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/