MEDAN, SUMUTPOS.CO- Prilaku Kepala Lingkungan (Kepling) banyak dikeluhkan masyarakat. Seperti yang terungkap dalam reses masa sidang III Tahun Kedua TA 2021 yang digelar Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Medan, Burhanuddin Sitepu di Jalan Bunga Mawar No 104, Kelurahan PB Selayang II, Medan Selayang, Senin (10/5/2021).
Dalam reses itu, sejumlah warga mengeluhkan prilaku Kepling yang sering tak peduli kepada warganya. Bahkan menurut warga, setiap ada program bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah, baik itu PKH, BST, BLT dan lainnya, selalu kerabat Keling yang selalu diprioritaskan.
Menyikapi aspirasi masyarakat ini, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Medan, Burhanuddin Sitepu menilai, hal ini terjadi karena tidak adanya acuan yang jelas berupa peraturan wali kota (Perwal) dalam pengangkatan seorang Kepling, sehingga terjadi “like or dislike” (suka atau tidak suka) dan cenderung terjadi transaksional. “Sehingga dukungan tertulis dari masyarakat tidak menadi pertimbangan lagi oleh lurah dan camat selaku perpanjangan tangan Wali Kota Medan,” kata Burhanuddin.
Ketua DPC Partai Demokrat Kota Medan ini juga menyebutkan, tidak jarang terindikasi, ada kepentingan tertentu dari oknum lurah dan camat dalam pengangkatan Kepling. Padahal seharusnya, yang ada hanyalah kepentingan masyarakat dalam sehingga pelayanan dapat terlaksana dengan baik.
Anggota DPRD Medan tiga periode ini pun menyampaikan, masyarakat berhak menolak jika ada lurah dan camat mengangkat Kepling bukan berdasarkan rekomendasi masyarakat setempat.
“Kita berharap, agar Perda N0 9/ 2017 tentang Pedoman Pembentukan Lingkungan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Lingkungan yang telah disosialisasikan selama 3 tahun atas kesepakatan dengan DPRD Medan ditindaklanjuti dengan Perwal agar lurah dan camat punya acuan yang jelas dalam pengangkatan Kepling. Dengan begitu, hak masyarakat terlindungi,” bebernya.
Selain itu, ungkap Burhanuddin, latar belakang diterbitkannya Perda tentang Kepling semata-mata bertujuan agar tidak terjadi kepemimpinan turun-temurun atau dinasti, misalnya dari suami ke istri ke anak, ayah ke menantu, bahkan ada dari kakek ke cucu. “Nah, di Perda Nomor 9/2017 ini telah diatur pembatasan masa jabatan seorang kepling, batas usia kepling, minimal berijazah SMA sederajat, warga setempat, berkelakuan baik, tidak pernah dipenjara dan syarat formil lainnya,” sebutnya.
Burhanuddin pun mengakui, masih banyak oknum Kepling yang berkinerja bagus, namun tidak sedikit pula oknum Kepling yang kinerjanya tidak bagus. “Untuk itu kita berharap Wali Kota Medan dapat segera menerbitkan Perwal yang menjadi turunan dari Perda Nomor 9/2017 tersebut,” tegasnya.
Terpisah, Anggota Komisi I DPRD Medan Parlindungan Sipahutar juga mendesak Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution untuk segera menerbitkan Perwal yang mengatur secara teknis seperti apa pedoman pengangkatan dan pemberhentian seorang Kepling. “Saat ini terjadi kerancuan atau kebimbangan di tingkat lurah dan camat dalam mekanisme pengangkatan kepling. Karena terjadi multi tafsir dalam memahami Perda Nomor 9/2017 tersebut,” kata Parlindungan.
Untuk itu, harus ada persamaan persepsi semua pihak dalam memahami dan menerapkan Perda tersebut, yakni dengan diterbitkannya Perwal. “Saya juga heran, mengapa sudah 3 tahun lebih Perda tersebut disahkan, namun Perwalnya belum diterbitkan juga. Kalau menurut Bagian Hukum Pemko Medan, Perwalnya masih dalam proses. Tapi mengapa prosesnya memakan waktu yang begitu lama? Apa ada kepentingan lain dari lamanya proses penerbitan perwal ini? Itu yang kita tidak tahu,” tadas Politisi Demokrat ini. (adz)