26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

IDI Minta Pemerintah Ambil Kebijakan Emergency

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PENGURUS Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah menegakkan aturan ketat dalam implementasi situasi darurat atau emergency untuk menangani lonjakan kasus Covid-19. PB IDI meminta semua kegiatan masyarakat disetop agar kasus di RS bisa melandai.

Ketua Umum IDI Daeng M Faqih meminta kepada pemerintah agar serius untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan yang terlibat membantu penanganan Covid-19. Ia memohon kepada seluruh pemerintah daerah khususnya yang daerahnya mengalami lonjakan kasus Covid-19 dan daerah di sekitarnya untuk menyempurnakan strategi PPKM mikro sebagai upaya memutus rantai penularan serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 202 segera mengambil kebijakan emergency.

“Segera mengambil kebijakan emergency dengan pengetatan dan pembatasan mobilitas serta aktivitas warga untuk mengendalikan kondisi darurat tingginya lonjakan kasus Covid-19 di daerah masing-masing dan mencegah kolapsnya layanan kesehatan,” tegasnya dalam surat resmi.

Wakil Ketua Umum PB IDI dr Moh Adib Khumaidi kepada JawaPos.com menegaskan bahwa pada prinsipnya, surat edaran itu dibuat untuk pembatasan mobilitas masyarakat. Tujuannya untuk mengurangi jumlah kasus dan menurunkan angka Covid-19. “Kalau masih tinggi potensi dirawat pun juga masih tinggi kan. Tujuannya yang masuk RS tak overload. Karena situasinya di RS saat ini sudah overload sekarang,” tegas Adib, Selasa (22/6).

Menurutnya bukan hanya sekadar merilis aturan ketat, pemerintah dan aparat yang berwenang juga harus melakukan tindakan tegas di masyarakat. Jika tak ada tindakan, maka aturan sulit dijalankan.

“Nanti jika kegiatan tak di-stop, masyarakat tak dapat pelayanan kesehatan. Ini supaya di-stop dulu supaya masyarakat diam di rumah. Supaya jangan sampai ada pasien yang dirawat,” jelas Adib.

“Semua aktivitas harus disetop. Termasuk aktivitas perkantoran lakukan pembatasan. Mal juga,” katanya.

Kini, kata dia, masalahnya adalah pada implementasi di lapangan. Bagaimana upaya kontrol penegasan tindakan tegas di lapangan. Aturan akan sulit dilaksanakan jika tak ada pengawasan.

“Jika tak ada pengawasan maka sulit mematuhi aturan itu maka jatuhnya korban akibat Covid-19 akan lebih banyak, dan pasien semakin membebani fasilitas kesehatan,” kata Adib.

“Pasien tak dapat tempat pelayanan. Ketersediaan tempat tidur makin penuh,” ujarnya.

“Kita lihat tren selama 2 minggu ini setelah adanya pembatasan. Apakah nanti ada penurunan kasus, kita evaluasi lagi,” tutupnya.(jpc)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – PENGURUS Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta pemerintah menegakkan aturan ketat dalam implementasi situasi darurat atau emergency untuk menangani lonjakan kasus Covid-19. PB IDI meminta semua kegiatan masyarakat disetop agar kasus di RS bisa melandai.

Ketua Umum IDI Daeng M Faqih meminta kepada pemerintah agar serius untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kesehatan yang terlibat membantu penanganan Covid-19. Ia memohon kepada seluruh pemerintah daerah khususnya yang daerahnya mengalami lonjakan kasus Covid-19 dan daerah di sekitarnya untuk menyempurnakan strategi PPKM mikro sebagai upaya memutus rantai penularan serta sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 202 segera mengambil kebijakan emergency.

“Segera mengambil kebijakan emergency dengan pengetatan dan pembatasan mobilitas serta aktivitas warga untuk mengendalikan kondisi darurat tingginya lonjakan kasus Covid-19 di daerah masing-masing dan mencegah kolapsnya layanan kesehatan,” tegasnya dalam surat resmi.

Wakil Ketua Umum PB IDI dr Moh Adib Khumaidi kepada JawaPos.com menegaskan bahwa pada prinsipnya, surat edaran itu dibuat untuk pembatasan mobilitas masyarakat. Tujuannya untuk mengurangi jumlah kasus dan menurunkan angka Covid-19. “Kalau masih tinggi potensi dirawat pun juga masih tinggi kan. Tujuannya yang masuk RS tak overload. Karena situasinya di RS saat ini sudah overload sekarang,” tegas Adib, Selasa (22/6).

Menurutnya bukan hanya sekadar merilis aturan ketat, pemerintah dan aparat yang berwenang juga harus melakukan tindakan tegas di masyarakat. Jika tak ada tindakan, maka aturan sulit dijalankan.

“Nanti jika kegiatan tak di-stop, masyarakat tak dapat pelayanan kesehatan. Ini supaya di-stop dulu supaya masyarakat diam di rumah. Supaya jangan sampai ada pasien yang dirawat,” jelas Adib.

“Semua aktivitas harus disetop. Termasuk aktivitas perkantoran lakukan pembatasan. Mal juga,” katanya.

Kini, kata dia, masalahnya adalah pada implementasi di lapangan. Bagaimana upaya kontrol penegasan tindakan tegas di lapangan. Aturan akan sulit dilaksanakan jika tak ada pengawasan.

“Jika tak ada pengawasan maka sulit mematuhi aturan itu maka jatuhnya korban akibat Covid-19 akan lebih banyak, dan pasien semakin membebani fasilitas kesehatan,” kata Adib.

“Pasien tak dapat tempat pelayanan. Ketersediaan tempat tidur makin penuh,” ujarnya.

“Kita lihat tren selama 2 minggu ini setelah adanya pembatasan. Apakah nanti ada penurunan kasus, kita evaluasi lagi,” tutupnya.(jpc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/