BINJAI, SUMUTPOS.CO -Puluhan wartawan di Kota Binjai menggelar aksi solidaritas untuk mengecam tindak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran Simpang Traffic Light Balai Kota Binjai, Rabu (23/6) pagi. Aksi ini digagas, karena dalam beberapa pekan terakhir, banyak terjadi kekerasan terhadap pewarta di sejumlah daerah Sumatera Utara (Sumut).
Aksi solidaritas ini, pun digelar dengan berorasi, sembari membentangkan sejumlah poster bertuliskan kata-kata kecaman.
“Hentikan aksi premanisme dan tindak kekerasan terhadap wartawan. Tangkap segera pelakunya,” seru Koordinator Aksi, Syahzara Sopian.
Syahzara sempat beberapa kali menjadi objek intimidasi dan kekerasan. Dia sangat mengecam tindakan premanisme dan kekerasan terhadap jurnalis. Menurutnya, sikap tersebut merupakan sebuah tindakan pengecut. Di sisi lain, dia juga meminta Polri segera menuntaskan sejumlah kasus kekerasan terhadap pewarta. “Jangan setengah hati dalam melakukan penyelidikan, sehingga tidak ada kesan hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tegasnya.
“Kami tidak terima, jika ada wartawan yang mengalami tindak kekerasan. Apalagi sampai meninggal dunia. Ingat wahai pelaku, seorang saja wartawan anda lukai, maka 1.000 jurnalis akan bereaksi,” imbuh Syahzara.
Seorang wartawan senior di Kota Binjai, Muslim Ginting menyatakan, tindak kekerasan terhadap jurnalis tidak seharusnya terjadi, jika masyarakat memahami Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, tentang Pers. Sebab dalam regulasi tersebut, jelas diatur tentang tugas, hak, dan kewajiban seorang wartawan, selaku pekerja pers yang memang telah dijamin dan dilindungi oleh negara.
“Hari ini kami mengunggah hati rekan-rekan wartawan di seluruh daerah untuk bersatu melawan pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kami juga mendukung Polri menuntaskan sejumlah kasus kekerasan yang dialami wartawan,” tuturnya.
Hal senada disampaikan H Burhan Sinulingga. Menurut dia, terjadinya tindak kekerasan terhadap pewarta menunjukkan pemerintah gagal menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, terutama dalam menjamin perlindungan dan keselamatan pekerja pers. “Ingat, melukai wartawan yang menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, berarti melanggar Undang-Undang. Dan kekerasan terhadap wartawan jelas bertentangan dengan semangat kebebasan pers,” jelasnya.
Di sela-sela orasi, para wartawan kemudian melakukan aksi meletakan spanduk berisi kata-kata kecaman dan juga masing-masing kartu persnya di ruas jalan, sebagai bentuk protes dan matinya kebebasan pers. Usai bergantian berorasi, para wartawan kemudian membubarkan diri dengan tertib.
Diketahui, dugaan tindak kekerasan terhadap jurnalis terjadi secara betuntun di 3 daerah Sumut. Pada 31 Mei 2021 lalu, di Kabupaten Serdangbedagai, Selanjutnya di Kota Binjai pada 13 Juni. Teranyar, kasus dugaan pembunuhan terhadap Mara Salem Harahap, seorang wartawan online, yang terjadi di Kabupaten Simalungun pada 19 Juni lalu. (ted/saz)