29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Jumlah Penderita Sakit Jiwa Meningkat

MEDAN-Selama tiga tahun berturut-turut sejak 2009 hingga 2011, jumlah penderita gangguan jiwa terus mengalami kenaikan. Mencengangkan, 85 persen dari jumlah 500-an penderita gangguan jiwa yang dirawat di RS Jiwa Sumut, ternyata diidap usia produktif.

Fakta ini didapat dari RS Jiwa Sumut melalui Direktur RS Jiwa Provinsi Sumut, Dapot P Gultom. Menurut Dapot, masalah pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan menjadi pemicu meningkatnya penderita gangguan jiwa.  “Sebagian besar pasien kita adalah pengangguran. Lama menganggur lalu menjadi depresi, malu, putus asa, dan semakin putus asa karena minimnya lapangan pekerjaan. Ya itulah, dari 500 lebih jumlah pasien yang menjalani rawat inap kita, sekitar 85 persennya adalah kalangan pengangguran,” ujarnya, Kamis (29/12).

Selain itu, tidak terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan hidup membuat kejiwaan seseorang menjadi mudah terganggu. “Jika masalah pengangguran ini tidak segera diatasi, jumlah seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan akan semakin bertambah,” ujarnya mengingatkan.

Selain pengangguran, sekitar 10 persen dari pasien rumah sakit jiwa berasal dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kalangan ini mengalahkan pecandu obat-obatan terlarang (narkoba). “Sebagian besar mereka yang mau berobat setelah mengalami gangguan kejiwaan yang berat. Masih ada stigma buruk yang dialami pasien yang akan berobat ke RS Jiwa ini,” urainya.

Dapot memaparkan, meningkatnya jumlah pasien menjalani rawat inap di RS Jiwa Provinsi Sumut setiap tahunnya hingga mengalami over kapasitas. Pada 2011 ini, sekitar 500 lebih pasien rawat inap harus saling berbagi tempat tidur dari 450 unit tempat tidur yang tersedia.

“Memang pasien kita mengalami peningkatan setiap tahun. Ini sudah terjadi dari 2000 lalu sampai sekarang. Jadi para pasien harus saling berbagi tempat tidur. Jelas saja ini sangat mengganggu kenyamanan pasien dan tenaga perawat,” paparnya.

Menurut Dapot, jumlah pasien yang mengalami gangguan jiwa dan menjalani rawat inap di  rumah sakit tersebut pada 2009 sebanyak 260 pasien. Namun pada 2010, jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa meningkat hingga  460pasien.

“Memang mereka mengalami gangguan jiwa tapi bukan berarti mereka tidak butuh kenyamanan. Bayangkan saja, untuk tidur, pasien yang mengalami gangguan jiwa ini harus berbagi. Kita butuh sekitar 350 unit tempat tidur lagi,” jelasnya.

Dapot juga mengurai 7 gejala gangguan jiwa. Contohnya menarik diri dari interaksi sosial dan memiliki labilitas emosional (lengkapnya lihat grafis).  “Gangguan kejiwaan pada seseorang tidak langsung kelihatan. Minimal memakan waktu sampai 7 bulan. Tapi tergantung kepribadian, kondisi fisik, atau pengetahuan orang tersebut. Di sinilah peran keluarga untuk membimbingnya dan memberikan dukungan. Bukan malah mengucilkan penderitanya,” ungkapnya.

Jika 7 ciri seseorang mengidap gangguan jiwa dapat dikenali dengan baik, gangguan akan terdeteksi dengan cepat, dan penyembuhannya bisa lebih cepat . “Libatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang positif atau aktivitas lainnya. Terapi keagamaan juga sangat penting dilakukan. Karena jika tidak, para penderita gangguan kejiwaan ini akan kembali ke dunianya,” bebernya.

Banyak Tidur Juga Berbahaya

Psikolog, Irna Minauli, setuju kalau status pengangguran dapat mengakibatkan depresi dan merasa tidak berharga lalu pada akhirnya menarik diri dari lingkungannya serta berhalusinasi.

“Bukan hanya pengangguran saja, masalah ekonomi, ketergantungan obat-obatan terlarang, kegagalan dalam pernikahan juga penyumbang banyaknya masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Mereka ini, lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, berhalusinasi lalu ada pikiran tertentu,” ujarnya.

Dijelaskannya, gejala seseorang mulai mengalami gangguan jiwa yaitu seperti mulai kehilangan selera humor, banyak melamun, insomnia dan lainnya. “Gejalanya seperti itu, seseorang yang terlalu banyak tidur dari biasanya juga dapat dikatakan mempunyai gejala gangguan kejiwaan,” katanya.

Sedangkan menurut Dosen Sosiolog Unimed, Muhammad Iqbal, tingginya angka penderita sakit jiwa akibat pengangguran merupakan sebuah bentuk stres sosial. “Tekanan ekonomi dan politik juga ikut melatarbelakangi tingginya angka penderita sakit jiwa. Diantaranya, seorang caleg yang gagal setelah menghabiskan uang banyak, seorang yang tidak bisa bersosialisasi di lingkungan, dan ketidakadilan yang didapat, serta apatis terhadap hukum, dan sebagainya,” ungkapnya.

Beberapa tekanan yang melatarbelakangi hal itu tidak hanya menyebabkan stres personal, juga ke arah stres massal yang mengakibatkan tingginya angka penderita kelainan jiwa.Melihat kondisi ini Iqbal mengaku perlu dilakukan kajian lebih mendalam, untuk mendapatkan sebuah  kepastian penyebab dan solusi yang harus disikapi.

“Berbicara keadilan sosial, harus ada solusi dan kebijakan yang diambil. Berbicara tentang gangguan kejiwaan banyak hal yang melatarbekakangi atau sebuah kasus yang kompleks sehingga butuh kajian untuk bisa menjawabnya,” sebut Iqbal. (mag-11/uma)

Pasien di RS Jiwa Provinsi Sumut

  • Tahun 2009, 260 Pasien
  • Tahun 2010, 460 Pasien
  • Tahun 2011,  500-an Pasien

7 Gejala Gangguan Jiwa

  1. Menarik diri dari interaksi sosial
    Seseorang mulai keinginan menyendiri, imajinatif yang sangat tinggi dan menikmati suasana kesendirian lalu muncul fantasi semu.
  2. Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat -Seseorang mengalami ketidakmampuan untuk mengingat dimana dia berada dan jam berapa, memorinya hanya berputar pada masalah-masalah yang dia pikirkan.
  3. Mengalami penurunan daya ingat dan daya kognitif parah
    Seseorang ketika diminta untuk melakukan perhitungan sederhana maka dia tidak mampu melakukan dengan mudah, perhitungan yang mudah tersebut menjadi sebuah tugas sulit untuk mereka.
  4. Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri
    Seseorang mulai mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, gambaran dirinya negatif sehingga mereka menganggap penampilan tersebut tidak penting, bahkan beberapa penderita gangguan jiwa parah telanjang dan tidak mengenakan busana berkeliaran kemana-mana.
  5. Memiliki labilitas emosional
    Seseorang bisa mengalamai perubahan mood yang sangat cepat, perubahan yang fluktuatif ini membuat penderita gangguan jiwa menjadi susah terkontrol, stimulus yang sangat ringan bisa membuat mereka menjadi marah secara berlebih atau justru sedih secara berlebih.
  6. Memiliki perilaku yang aneh
    Seseorang yang mengurung diri di kamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba-tiba menangis, berjalan mondar-mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
  7. Memiliki keengganan melakukan segala hal
    Sesorang berusaha untuk tidak melakukan apa-apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa-apa.

Sumber: Direktur RS Jiwa Provinsi Sumut, Dapot P Gultom

 

MEDAN-Selama tiga tahun berturut-turut sejak 2009 hingga 2011, jumlah penderita gangguan jiwa terus mengalami kenaikan. Mencengangkan, 85 persen dari jumlah 500-an penderita gangguan jiwa yang dirawat di RS Jiwa Sumut, ternyata diidap usia produktif.

Fakta ini didapat dari RS Jiwa Sumut melalui Direktur RS Jiwa Provinsi Sumut, Dapot P Gultom. Menurut Dapot, masalah pengangguran serta minimnya lapangan pekerjaan menjadi pemicu meningkatnya penderita gangguan jiwa.  “Sebagian besar pasien kita adalah pengangguran. Lama menganggur lalu menjadi depresi, malu, putus asa, dan semakin putus asa karena minimnya lapangan pekerjaan. Ya itulah, dari 500 lebih jumlah pasien yang menjalani rawat inap kita, sekitar 85 persennya adalah kalangan pengangguran,” ujarnya, Kamis (29/12).

Selain itu, tidak terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan hidup membuat kejiwaan seseorang menjadi mudah terganggu. “Jika masalah pengangguran ini tidak segera diatasi, jumlah seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan akan semakin bertambah,” ujarnya mengingatkan.

Selain pengangguran, sekitar 10 persen dari pasien rumah sakit jiwa berasal dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kalangan ini mengalahkan pecandu obat-obatan terlarang (narkoba). “Sebagian besar mereka yang mau berobat setelah mengalami gangguan kejiwaan yang berat. Masih ada stigma buruk yang dialami pasien yang akan berobat ke RS Jiwa ini,” urainya.

Dapot memaparkan, meningkatnya jumlah pasien menjalani rawat inap di RS Jiwa Provinsi Sumut setiap tahunnya hingga mengalami over kapasitas. Pada 2011 ini, sekitar 500 lebih pasien rawat inap harus saling berbagi tempat tidur dari 450 unit tempat tidur yang tersedia.

“Memang pasien kita mengalami peningkatan setiap tahun. Ini sudah terjadi dari 2000 lalu sampai sekarang. Jadi para pasien harus saling berbagi tempat tidur. Jelas saja ini sangat mengganggu kenyamanan pasien dan tenaga perawat,” paparnya.

Menurut Dapot, jumlah pasien yang mengalami gangguan jiwa dan menjalani rawat inap di  rumah sakit tersebut pada 2009 sebanyak 260 pasien. Namun pada 2010, jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa meningkat hingga  460pasien.

“Memang mereka mengalami gangguan jiwa tapi bukan berarti mereka tidak butuh kenyamanan. Bayangkan saja, untuk tidur, pasien yang mengalami gangguan jiwa ini harus berbagi. Kita butuh sekitar 350 unit tempat tidur lagi,” jelasnya.

Dapot juga mengurai 7 gejala gangguan jiwa. Contohnya menarik diri dari interaksi sosial dan memiliki labilitas emosional (lengkapnya lihat grafis).  “Gangguan kejiwaan pada seseorang tidak langsung kelihatan. Minimal memakan waktu sampai 7 bulan. Tapi tergantung kepribadian, kondisi fisik, atau pengetahuan orang tersebut. Di sinilah peran keluarga untuk membimbingnya dan memberikan dukungan. Bukan malah mengucilkan penderitanya,” ungkapnya.

Jika 7 ciri seseorang mengidap gangguan jiwa dapat dikenali dengan baik, gangguan akan terdeteksi dengan cepat, dan penyembuhannya bisa lebih cepat . “Libatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang positif atau aktivitas lainnya. Terapi keagamaan juga sangat penting dilakukan. Karena jika tidak, para penderita gangguan kejiwaan ini akan kembali ke dunianya,” bebernya.

Banyak Tidur Juga Berbahaya

Psikolog, Irna Minauli, setuju kalau status pengangguran dapat mengakibatkan depresi dan merasa tidak berharga lalu pada akhirnya menarik diri dari lingkungannya serta berhalusinasi.

“Bukan hanya pengangguran saja, masalah ekonomi, ketergantungan obat-obatan terlarang, kegagalan dalam pernikahan juga penyumbang banyaknya masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Mereka ini, lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri, berhalusinasi lalu ada pikiran tertentu,” ujarnya.

Dijelaskannya, gejala seseorang mulai mengalami gangguan jiwa yaitu seperti mulai kehilangan selera humor, banyak melamun, insomnia dan lainnya. “Gejalanya seperti itu, seseorang yang terlalu banyak tidur dari biasanya juga dapat dikatakan mempunyai gejala gangguan kejiwaan,” katanya.

Sedangkan menurut Dosen Sosiolog Unimed, Muhammad Iqbal, tingginya angka penderita sakit jiwa akibat pengangguran merupakan sebuah bentuk stres sosial. “Tekanan ekonomi dan politik juga ikut melatarbelakangi tingginya angka penderita sakit jiwa. Diantaranya, seorang caleg yang gagal setelah menghabiskan uang banyak, seorang yang tidak bisa bersosialisasi di lingkungan, dan ketidakadilan yang didapat, serta apatis terhadap hukum, dan sebagainya,” ungkapnya.

Beberapa tekanan yang melatarbelakangi hal itu tidak hanya menyebabkan stres personal, juga ke arah stres massal yang mengakibatkan tingginya angka penderita kelainan jiwa.Melihat kondisi ini Iqbal mengaku perlu dilakukan kajian lebih mendalam, untuk mendapatkan sebuah  kepastian penyebab dan solusi yang harus disikapi.

“Berbicara keadilan sosial, harus ada solusi dan kebijakan yang diambil. Berbicara tentang gangguan kejiwaan banyak hal yang melatarbekakangi atau sebuah kasus yang kompleks sehingga butuh kajian untuk bisa menjawabnya,” sebut Iqbal. (mag-11/uma)

Pasien di RS Jiwa Provinsi Sumut

  • Tahun 2009, 260 Pasien
  • Tahun 2010, 460 Pasien
  • Tahun 2011,  500-an Pasien

7 Gejala Gangguan Jiwa

  1. Menarik diri dari interaksi sosial
    Seseorang mulai keinginan menyendiri, imajinatif yang sangat tinggi dan menikmati suasana kesendirian lalu muncul fantasi semu.
  2. Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat -Seseorang mengalami ketidakmampuan untuk mengingat dimana dia berada dan jam berapa, memorinya hanya berputar pada masalah-masalah yang dia pikirkan.
  3. Mengalami penurunan daya ingat dan daya kognitif parah
    Seseorang ketika diminta untuk melakukan perhitungan sederhana maka dia tidak mampu melakukan dengan mudah, perhitungan yang mudah tersebut menjadi sebuah tugas sulit untuk mereka.
  4. Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri
    Seseorang mulai mengabaikan penampilan dan kebersihan diri, gambaran dirinya negatif sehingga mereka menganggap penampilan tersebut tidak penting, bahkan beberapa penderita gangguan jiwa parah telanjang dan tidak mengenakan busana berkeliaran kemana-mana.
  5. Memiliki labilitas emosional
    Seseorang bisa mengalamai perubahan mood yang sangat cepat, perubahan yang fluktuatif ini membuat penderita gangguan jiwa menjadi susah terkontrol, stimulus yang sangat ringan bisa membuat mereka menjadi marah secara berlebih atau justru sedih secara berlebih.
  6. Memiliki perilaku yang aneh
    Seseorang yang mengurung diri di kamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba-tiba menangis, berjalan mondar-mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
  7. Memiliki keengganan melakukan segala hal
    Sesorang berusaha untuk tidak melakukan apa-apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa-apa.

Sumber: Direktur RS Jiwa Provinsi Sumut, Dapot P Gultom

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/