MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Khairul Mahalli yang telah diminta menjadi saksi dalam kasus suap jual beli jabatan di Kemenag Sumut, hingga kini tak miliki itikad baik hadir ke pengadilan. Namun begitu, Tim Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) tetap akan menghadirkannya ke persidangan.
“Kalau Khairul Mahalli sakit Covid dia. Tapi surat sakitnya belum ada kita pegang. Makanya mau kami kejar juga suratnya, benar asli atau tidak,” ujar JPU Polim Siregar kepada wartawan, belum lama ini.
Dengan alasan sakit, Khairul Mahalli yang disebut-sebut Kepala MAN 3 Medan, Nurkholida Lubis untuk menghentikan kasus di Kejati Sumut dengan menyerahkan uang Rp150 juta. Untuk itulah, kata Polim, pihaknya masih tetap meminta kesaksian Mahalli.
“Pemanggilan sudah kami layangkan kepada Khairul Mahalli,” katanya.
Disinggung mengenai peran Nurkholida dan Khairul Mahalli apakah ada tersangka baru dalam kasus jual beli jabatan di Kemenag Sumut, Polim mengatakan tak menutup kemungkinan.
“Bisa saja, kita lihat ajalah nanti. Nanti aku bilang ada ternyata tidak ada, kalian kejar-kejar pula aku,” pungkasnya sambil tertawa. Sebagaimana diketahui, dalam keterangan Nurkholida yang termuat di Berita Acara Penyidikan (BAP) terkait pemberian uang Rp150 juta kepada seseorang untuk menutup kasus jual beli jabatan tersebut di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
“Di BAP ibu nomor 19 ada namanya Khairul Mahalli ini apa kaitannya dengan kejadian jual beli jabatan saat ini,” cecar Jaksa.
Lantas, Nurkholida berkilah tidak mengetahui apa hubungannya pemberian uang tersebut dengan perkara yang tengah disidangkan saat ini. “Saya tidak tau kaitannya dengan jual beli jabatan, saya disuruh pak Iwan untuk mengasikan uang itu ke pak Khairul,” katanya.
Tidak sampai di situ, Jaksa kembali mencecar siapa Khairul Mahalli dan apa jabatannya di Kementerian Agama. Namun Nurkholida mengaku ia tidak begitu mengenal Khairul. “Kalau jabatannya di kementerian agama tidak ada pak, saya tidak tau dia pengusaha atau apa, tapi yang diperkenalkan pak Iwan ke kami di Ketua Kadin Sumatera Utara,” bebernya.
Selanjutnya, Jaksa kembali mencecar untuk apa uang Rp150 juta diserahkan ke Khairi. Meski awlanya tetap mengelak tidak tahu, akhirnya Nurkholida mengakui kalau uang itu untuk menutup perkara di Kejati. “Saya tidak tau kaitannya tetapi kata bapak itu untuk menyelesaikan masalah,” ucapnya. “Lantas masalah apa,” tanya Jaksa lagi.
“Mungkin masalah ini,” katanya dengan suara pelan.
Mendengar hal tersebut, sontak saja Jaksa menegur Nurkholida agar jangan menggunakan kata ‘mungkin’ di persidangan. “Jangan mungkin, Itu uangnya Rp150 juta dapat dari mana,” cecar Jaksa lagi.
Ia pun mengaku kalau uang tersebut dikutip dari beberapa kepala sekolah di Medan. “Diminta dari kepala sekolah untuk menyelesaikan perkara di Kejati. Jadi kami (nyetor, Red) Rp10 juta satu orang, kami ada beberapa orang yang (bayar) lebih. Penyerahannya Rp50 juta saya transfer, yang Rp100 juta saya antar ke hotel,” ungkap Nurkholida.
“Untuk menutup kasus di Kejati?,” tanya Jaksa memastikan. “Benar pak,” kata Nurkholida. Tidak sampai di situ, Jaksa kembali menanyakan mengapa uang tersebut diserahkan ke Khairul, dan dijawab Nurkholida bahwa Khairul disebut-sebut dapat mengamankan perkara ini karena dekat dengan pihak Kejati.
“Saya tanya pak Iwan Zulhami pengakuannya pak Khairul dekat dengan orang Kejati, dan dia bisa menyelesaikan masalah,” ucapnya.
Mendengar semua pernyataan tersebut, sontak saja Penasehat Hukum para terdakwa meminta kepada majelis hakim agar mengeluarkan penetapan penahanan terhadap Nurkholida. (man/azw)