Nasib Tragis Amar Abdullah, Anak Medan Jadi Korban Penganiayaan yang Malah Ditahan
Kisah Amar Abdullah ini bak pepatah sudah jatuh, tertimpa tangga. Dia menjadi korban pemukulan hingga bola mata kanannya hampir copot. Sudah begitu, dia ditahan karena dilaporkan oleh si pemukul dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan.
AGUNG PUTU ISKANDAR, Jakarta
Raut wajah Amar Abdullah muram. Wajahnya menunjukkan kesedihan mendalam. Lelaki 38 tahun itu tidak bisa menyembunyikan kegundahan jiwanya karena kehilangan mata sebelah kanan. Dia pun masih harus meringkuk di balik terali besi gara-gara persoalan sepele.
Amar ditemui Jawa Pos (grup Sumut Pos) di salah satu hall Rutan Cipinang, Jakarta Timur, bersama istrinya, Sri Hayati Safitri, dan tim pengacara. Tim tersebut terdiri atas Akhmad Muthosim dan Ali Alwin Al Gaiti dari Firma Hukum Jurnalis serta Ponto dan Wahyudi dari Kantor Hukum Yuherman dan Partner. Para advokat itu mendampingi Amar secara prodeo alias gratis.
Selain empat advokat tersebut, lebih dari lima pengacara lagi ikut membekingi Amar. Mereka bukan pengacara ecek-ecek. Muthosim dan Ali Alwin, misalnya, pernah disewa PT Lapindo Brantas untuk menangani kasus perusahaan tersebut di Jawa Timur. Mulai kasus pidana hingga ganti rugi tanah.
Saat ditemui, penampilan Amar sangat kontras. Mengenakan kaus oblong dan celana training, badannya terlihat segar dan tegap. Kondisi berbeda terlihat pada sepasang mata Amar. Dua mata lelaki kelahiran Medan tersebut tampak tidak simetris.
Mata sebelah kanan membuka dengan tidak sempurna. Hanya separo. Begitu dilihat lebih cermat, retina yang seharusnya berwarna putih tampak merah keruh. “Kalau mata saya yang kiri saya tutup, saya tidak bisa melihat apa-apa. Yang ada hanya gelap,” katanya dengan suara pelan.
Lelaki yang bekerja sebagai instruktur fitness itu kini hanya mengandalkan mata kiri untuk melihat. Mata kanannya sama sekali tidak berfungsi. Kalaupun dipaksa dengan disorotkannya senter dalam jarak dekat, yang terlihat hanya kerlip-kerlip kuning seperti kembang api.
Peristiwa yang merenggut separo penglihatan Amar itu terjadi pada 11 Juli 2011. Sekitar pukul 14.30, dia berangkat bekerja di pusat kebugaran Platinium di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Dia berjalan di antara gang-gang kecil perkampungan di Jalan Kayu Manis, Matraman.
Nah, saat Amar melintas di depan rumah Fenly Tumbuan, anjing Fenly tiba-tiba menyalak. Amar terkesiap dan kaget bukan kepalang. Karena refleks, dia menendang pintu rumah Fenly. Saat itu, papar Amar, pintu pagar Fenly memang agak terbuka. Daun pintunya mengarah ke jalan gang. “Saya refleks saja karena kaget ada anjing menggonggong,” ungkap dia.
Tendangan Amar ke pagar, rupanya, sangat keras. Suaranya membuat seisi rumah Fenly kaget. Tiona Pangaribuan, istri Fenly, langsung keluar rumah karena penasaran. Begitu melihat Amar ngeloyor pergi, Tiona meminta Amar berhenti. “Kalau punya anjing, diikat dong,” ucap Amar, yang lantas melanjutkan perjalanan menuju tempat kerja kala itu.
Tiona pun melapor kepada Fenly. Tak lama kemudian, Fenly membuntuti Amar. Saat berjalan, Amar melihat Fenly memainkan tangan seperti hendak memukul. Baru ketika sampai di sebuah gang kosong, Amar memberanikan diri untuk berbalik dan bertanya kepada Fenly.”Mau apa kamu? Saya mau berangkat kerja. Jangan ikuti saya,” kata Amar kepada Fenly. Fenly tiba-tiba membalik tubuhnya. Dia seperti memasang sesuatu di jari-jarinya. Sejurus kemudian, Fenly menyerbu dan memukul Amar tepat di bola mata secara membabi buta.Amar lantas kolaps. Dia tak bisa melihat Fenly dengan jelas. Fenly lantas meninggalkan Amar yang sudah tak berdaya. “Saya memaksakan mata kiri saya untuk melihat, lalu menelepon saudara saya untuk menjemput saya,” tutur Amar.
Amar kemudian dibawa ke salah satu klinik di Matraman. Tetapi, klinik menolak dan merekomendasikan Amar dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta Timur. Rumah sakit menolak karena peralatan tidak memadai. Mereka meminta Amar ditangani langsung oleh dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Sebelum sampai di RSCM, Amar menyempatkan diri melapor ke Polsek Matraman. Tak disangka, di tempat yang sama Fenly sudah melaporkan Amar dengan pidana perbuatan tidak menyenangkan. Saat itu, polisi yang piket menanyakan penyebab mata kanan Amar terluka parah. “Dia yang bikin saya begini,” ucap Amar, yang lantas melaporkan Fenly dengan tuduhan penganiayaan berat. (*)