MEDAN, SUMUTPOS.CO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan meminta Mabes Polri mengambil alih dugaan penganiayan terhadap Joko Dedi Kurniawan tahanan Polsek Sunggal yang meninggal di dalam sel, pada 2 Oktober 2020 lalu. Hal itu setelah Ditreskrimum Polda Sumut, mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) No:SPP Lidik/994.a/VIII/2021/Ditreskrimum Poldasu tertanggal 4 Agustus 2021.
“Keluarnya surat SP3 ditandatangani oleh Dirkrimum Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, membuat klien kami Sunarseh dan keluarga besar Joko kecewa,” ujar Wakil Direktur LBH Medan Irvan Syahputra dalam pesan siaran Minggu, (8/8).
Menurut Irvan, bahwa pertimbangan SP3 yang tertulis dari hasil penyelidikan atau berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan bukti-bukti, bukan merupakan tindak pidana atau hal sebagaimana yang diatur dalam UU.
Atas dasar itulah menurutnya, penghentian penyelidikan tersebut sangat mengecewakan dan melukai hati Sunarseh yang dalam hal ini mengharapkan keadilan dan kepastian hukum kepada Polda Sumut, guna mengungkap penyebab kematian suaminya yang diduga kuat merupakan korban penyiksaan di Polsek Sunggal.
LBH Medan selaku Penasihat Hukum Sunarseh meminta laporan perkara a quo harus diambil alih Mabes Polri dalam proses penegakan hukumnya agar terciptanya keadilan dan kepastian hukum terhadap sunarseh atas kematian alm Joko Dedi Kurniawan.
LBH menduga kasus kematian tahanan ini ada pelanggaran.
pihak Polda Sumut dan Polsek Sunggal telah melanggar UUD 1945 Pasal 28D, UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 17, UU No 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Anti Penyiksaan, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 7 “menyatakan setiap orang berhak memperoleh jaminan hukum, Perlindungan Hukum, Persamaan dihadapan hukum, Keadilan, dan Kepastian Hukum”.
Kemudian, UU No 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Covention Againt Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment on Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam,Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia) dan UU No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR). (man/azw)