29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

3 Ribu Tewas di Sudan Selatan

Pembataian Massal

JUBA – Kekerasan etnis di Sudan Selatan masih saja terjadi. Informasi resmi kemarin (6/1) menyatakan bahwa lebih dari 3 ribu orang tewas akibat pembantaian masal di negara baru pecahan Sudan tersebut pekan lalu. Pemerintah setempat menyebut kekerasan etnis di negara itu memaksa puluhan ribu warga mengungsi.

“Memang telah terjadi pembantaian secara masal,” kata Joshua Konyi, komisioner Wilayah Pibor di Negara Bagian Jonglei, kemarin. “Kami sudah menghitung jenazah para korban. Berdasar kalkulasi, jenazah pembantaian terdiri dari 2.182 perempuan dan anak-anak, serta 959 laki-laki,” tambahnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan tentara Sudan Selatan juga sudah mengonfirmasi jumlah korban tersebut. Tetapi, klaim dari sejumlah wilayah pedalaman sejauh ini belum dapat diverifikasi secara independen.

Jika laporan tersebut benar, pembunuhan terhadap ribuan orang itu akan menjadi kekerasan etnis terburuk di negeri seumur jagung tersebut. Sudan Selatan berpisah dari Sudan (utara) pada Juli tahun lalu melalui referendum.

Sekitar 6 ribu pemuda bersenjata dari etnis Lou Nuer pekan lalu turun ke jalan di wilayah pedalaman Pibor. Padahal, mayoritas penduduk di kawasan itu  berasal dari etnis rivalnya, Murle. Aksi itu dilakukan setelah etnis Lou Nuer menuduh suku rivalnya menculik dan membunuh ternak sapi mereka. Para pemuda itu sengaja membalas dendam dan membasmi suku Murle.

Dalam serangan itu, kelompok bersenjata etnis Lou Nuer membakar gubuk milik warga etnis Murle akhir pekan lalu. Mereka menjarah rumah sakit, dan akhirnya mundur pascapasukan pemerintah menembak ke arah mereka.

Lebih dari seribu anak-anak dilaporkan hilang. Ada kekhawatiran bahwa mereka menjadi korban penculikan. Sementara itu, puluhan ribu sapi etnis Murle dicuri.

Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Sudan Selatan Lise Grande mengatakan awal pekan ini puluhan atau ratusan orang bisa jadi juga tewas akibat konflik etnis di wilayah tersebut.  “Benar, terdapat banyak korban. Tapi, kami belum mendapat angka pastinya dan belum bisa mengonfirmasi laporan dari komisioner saat ini,” tutur Menteri Informasi Negara Bagian Jonglei Isaac Ajiba.
“Kami masih menunggu laporan dari personel (militer) kami di lapangan,” ujar Juru Bicara Militer Sudan Selatan Philip Aguer.

Sudan Selatan mendeklarasikan Negara Bagian Jonglei sebagai area bencana. PBB telah memperingatkan perlu operasi darurat agar dihentikkannya kekerasan etnis di wilayah tersebut.
Kedua kelompok suku diminta mengembalikan semua anak dan perempuan yang diculik ke lingkungan asalnya. Warga etnis Lou Nuer kini  bergerak mundur setelah tentara dan pasukan penjaga keamanan PBB memperketat pengamanan di Pibor.

Sudan Selatan mengalami kehancuran akibat perang melawan tentara Sudan Utara selama puluhan tahun. Kekerasan etnis, pencurian ternak, dan saling serang antara suku di wilayah timur mengakibatkan 1.100 orang tewas tahun lalu. Lalu, 63 ribu lainnya mengungsi. Korban tewas terjadi Agustus tahun lalu. Saat itu, 600 orang dilaporkan menjadi korban konflik antaretnis. Sedikitnya, 985 orang lainnya cedera. (afp/cak/dwi/jpnn)

Pembataian Massal

JUBA – Kekerasan etnis di Sudan Selatan masih saja terjadi. Informasi resmi kemarin (6/1) menyatakan bahwa lebih dari 3 ribu orang tewas akibat pembantaian masal di negara baru pecahan Sudan tersebut pekan lalu. Pemerintah setempat menyebut kekerasan etnis di negara itu memaksa puluhan ribu warga mengungsi.

“Memang telah terjadi pembantaian secara masal,” kata Joshua Konyi, komisioner Wilayah Pibor di Negara Bagian Jonglei, kemarin. “Kami sudah menghitung jenazah para korban. Berdasar kalkulasi, jenazah pembantaian terdiri dari 2.182 perempuan dan anak-anak, serta 959 laki-laki,” tambahnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan tentara Sudan Selatan juga sudah mengonfirmasi jumlah korban tersebut. Tetapi, klaim dari sejumlah wilayah pedalaman sejauh ini belum dapat diverifikasi secara independen.

Jika laporan tersebut benar, pembunuhan terhadap ribuan orang itu akan menjadi kekerasan etnis terburuk di negeri seumur jagung tersebut. Sudan Selatan berpisah dari Sudan (utara) pada Juli tahun lalu melalui referendum.

Sekitar 6 ribu pemuda bersenjata dari etnis Lou Nuer pekan lalu turun ke jalan di wilayah pedalaman Pibor. Padahal, mayoritas penduduk di kawasan itu  berasal dari etnis rivalnya, Murle. Aksi itu dilakukan setelah etnis Lou Nuer menuduh suku rivalnya menculik dan membunuh ternak sapi mereka. Para pemuda itu sengaja membalas dendam dan membasmi suku Murle.

Dalam serangan itu, kelompok bersenjata etnis Lou Nuer membakar gubuk milik warga etnis Murle akhir pekan lalu. Mereka menjarah rumah sakit, dan akhirnya mundur pascapasukan pemerintah menembak ke arah mereka.

Lebih dari seribu anak-anak dilaporkan hilang. Ada kekhawatiran bahwa mereka menjadi korban penculikan. Sementara itu, puluhan ribu sapi etnis Murle dicuri.

Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Sudan Selatan Lise Grande mengatakan awal pekan ini puluhan atau ratusan orang bisa jadi juga tewas akibat konflik etnis di wilayah tersebut.  “Benar, terdapat banyak korban. Tapi, kami belum mendapat angka pastinya dan belum bisa mengonfirmasi laporan dari komisioner saat ini,” tutur Menteri Informasi Negara Bagian Jonglei Isaac Ajiba.
“Kami masih menunggu laporan dari personel (militer) kami di lapangan,” ujar Juru Bicara Militer Sudan Selatan Philip Aguer.

Sudan Selatan mendeklarasikan Negara Bagian Jonglei sebagai area bencana. PBB telah memperingatkan perlu operasi darurat agar dihentikkannya kekerasan etnis di wilayah tersebut.
Kedua kelompok suku diminta mengembalikan semua anak dan perempuan yang diculik ke lingkungan asalnya. Warga etnis Lou Nuer kini  bergerak mundur setelah tentara dan pasukan penjaga keamanan PBB memperketat pengamanan di Pibor.

Sudan Selatan mengalami kehancuran akibat perang melawan tentara Sudan Utara selama puluhan tahun. Kekerasan etnis, pencurian ternak, dan saling serang antara suku di wilayah timur mengakibatkan 1.100 orang tewas tahun lalu. Lalu, 63 ribu lainnya mengungsi. Korban tewas terjadi Agustus tahun lalu. Saat itu, 600 orang dilaporkan menjadi korban konflik antaretnis. Sedikitnya, 985 orang lainnya cedera. (afp/cak/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/