26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sidang Korupsi Pembangunan Gedung Kuliah UINSU, Terungkap PT MBP Diminta Rp5 M, Terealisasi Rp2 M

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan korupsi pembangunan gedung kuliah di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) dengan terdakwa mantan Rektor Prof Saidurahman dan Joni Siswoyo selaku Dirut PT Multikarya Bisnis Perkasa (MBP) kembali berlanjut, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (30/8).

Di persidangan yang dipimpin Jarihat Simarmata selaku ketua majelis hakim, terungkap Marudut Harahap selaku Wakil Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebelumnya meminta Rp5 miliar kepada Joni Siswoyo, melalui Marhan Saidi Hasibuan selaku Direktur PT Multikarya Bisnis Perkara. Namun yang terealisasi hanya Rp2 miliar.

“Coba saudara jelaskan, di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian, bapak mengaku bahwa Marudut awalnya meminta Rp 5 miliar. Apa benar ini ?,” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henry Sipahutar dari Kejati Sumut.

Sempat terlihat bingung dan tak mengakui isi BAP, akhirnya Marhan mengaku bahwa benar awalnya Marudut meminta Rp5 miliar kepadanya. “Iya benar pak. Awalnya Rp5 miliar. Namun karena uang tidak ada, Joni yang sarankan untuk dikasih Rp 2 miliar saja,” jawabnya.

Marhan yang juga tersangka diperkara ini dihadirkan sebagai saksi lantaran dirinya menjabat sebagai Direktur di perusahaan itu. Marhan mengaku bahwa uang itu menurut Marudut, hanyalah dipinjam oleh terdakwa Prof Saiduhrahman untuk kepentingan pribadi.

“Kata Marudut, dipinjam rektor (Saidurahman) untuk kepentingan pribadi,” ucap Marhan. Setelah seminggu kemudian, lanjut Marhan, dirinya dipanggil Joni untuk memberitahu bahwa uangnya sudah ada. “Lalu saya ditelepon untuk menjemput uang itu. Lalu saya jumpai dia dan uang itu sudah dibuatnya di dua kantong plastik dengan total Rp2 miliar. Setelah itu saya bawa uang itu dan saya antarkan ke kampus UINSU. Disana, saya telepon Marudut untuk ambil uangnya. Lalu Marudut suruh Yusuf Ramadhan untuk ambil uang itu dari saya dan lalu saya serahkan,” bebernya.

Selanjutnya, Marhan pun mengaku bahwa proyek tersebut mengkrak lantaran uang proyek dengan pagu anggaran sebesar Rp48 miliar itu digunakan Joni Siswoyo untuk keperluan proyek di luar selain di UINSU. “Ya keluh kesah Joni bilang begitu. Uang dipakai untuk proyek lainnya,” jelasnya.

Namun, saat dikonfrontir ke terdakwa Joni, terdakwa Joni membantah keterangan Marhan. Kata Joni, uang proyek itu tidak pernah dialihkan ke proyek yang lain.

“Saya membantah majelis. Karena uang proyek itu diambil dari Dana Kredit Bank Jabar Banten (BJB) yang tidak bisa memang dialihkan kemana-mana tanpa persetujuan pejabat di bank tersebut” katanya.

Selain itu, Joni juga membantah adanya pertemuan antara Marhan, Marudut dan dirinya soal uang Rp2 miliar itu. “Tidak pernah ada pertemuan dengan kami tiga pak hakim,” bantahnya.

Sebelumnya, lima saksi juga dihadirkan dipersidangan. Kelimanya adalah pegawai di Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Pemprovsu. Dalam keterangan salah seorang saksi bernama Yakub mengatakan bahwa mereka dimintai dari pihak UINSU sebagai pengelola administrasi saja.

“Tugas kami hanyalah membantu dari segi administrasi. Diantaranya membantu membuat laporan,” ucap Yakub.

Ditanya soal progres pembangunan gedung tersebut, dirinya mengaku bahwa hingga November 2018, progres pembangunan hanya 61 persen. Lalu dirinya sudah menyarankan ke pihak konsultan pengawas yakni PT Kanta Karya Utama dan PT Multikarya Bisnis Perkasa untuk segera menyelesaikan progres pembangunan.

Yakub juga mengaku timnya yang berjumlah 5 orang itu hanya diikut sertakan dari hingga progres 61 persen. Namun pada Desember 2018, ketika progres sudah 91 persen, hasil laporan PT Kanta, pihaknya tidak pernah lagi diikutsertakan.

Namun, Joni membantah keterangan tersebut. Joni mengaku bahwa Yakob selalu ikut dalam setiap rapat dan turut menandatangi progres pembangunan tersebut. Bahkan progres 91 persen tersebut juga ikut ditandangani Jacob. “Bahwa progres penarikan termin 91 persen, saksi selalu ikut menandatangani,” tandasnya.

Mengutip surat dakwaan, ketiga terdakwa terlibat dalam pembangunan gedung kuliah terpadu kampus II UINSU tahun anggaran 2018 dengan nilai kontrak Rp44.973.352.461 yang dikerjakan oleh kontraktor PT Multi Karya Bisnis Perkasa.

Namun, dalam proses pembangunan, gedung itu terlihat mangkrak dan berpotensi merugikan keuangan negara. Dikatakan Jaksa, sesuai hasil audit adapun kerugian negara yaitu sebesar Rp10.350.091.337.

Dalam perkara ini ketiga terdakwa dijerat dalam pasal 2 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (man/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan korupsi pembangunan gedung kuliah di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) dengan terdakwa mantan Rektor Prof Saidurahman dan Joni Siswoyo selaku Dirut PT Multikarya Bisnis Perkasa (MBP) kembali berlanjut, di Ruang Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (30/8).

Di persidangan yang dipimpin Jarihat Simarmata selaku ketua majelis hakim, terungkap Marudut Harahap selaku Wakil Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebelumnya meminta Rp5 miliar kepada Joni Siswoyo, melalui Marhan Saidi Hasibuan selaku Direktur PT Multikarya Bisnis Perkara. Namun yang terealisasi hanya Rp2 miliar.

“Coba saudara jelaskan, di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian, bapak mengaku bahwa Marudut awalnya meminta Rp 5 miliar. Apa benar ini ?,” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henry Sipahutar dari Kejati Sumut.

Sempat terlihat bingung dan tak mengakui isi BAP, akhirnya Marhan mengaku bahwa benar awalnya Marudut meminta Rp5 miliar kepadanya. “Iya benar pak. Awalnya Rp5 miliar. Namun karena uang tidak ada, Joni yang sarankan untuk dikasih Rp 2 miliar saja,” jawabnya.

Marhan yang juga tersangka diperkara ini dihadirkan sebagai saksi lantaran dirinya menjabat sebagai Direktur di perusahaan itu. Marhan mengaku bahwa uang itu menurut Marudut, hanyalah dipinjam oleh terdakwa Prof Saiduhrahman untuk kepentingan pribadi.

“Kata Marudut, dipinjam rektor (Saidurahman) untuk kepentingan pribadi,” ucap Marhan. Setelah seminggu kemudian, lanjut Marhan, dirinya dipanggil Joni untuk memberitahu bahwa uangnya sudah ada. “Lalu saya ditelepon untuk menjemput uang itu. Lalu saya jumpai dia dan uang itu sudah dibuatnya di dua kantong plastik dengan total Rp2 miliar. Setelah itu saya bawa uang itu dan saya antarkan ke kampus UINSU. Disana, saya telepon Marudut untuk ambil uangnya. Lalu Marudut suruh Yusuf Ramadhan untuk ambil uang itu dari saya dan lalu saya serahkan,” bebernya.

Selanjutnya, Marhan pun mengaku bahwa proyek tersebut mengkrak lantaran uang proyek dengan pagu anggaran sebesar Rp48 miliar itu digunakan Joni Siswoyo untuk keperluan proyek di luar selain di UINSU. “Ya keluh kesah Joni bilang begitu. Uang dipakai untuk proyek lainnya,” jelasnya.

Namun, saat dikonfrontir ke terdakwa Joni, terdakwa Joni membantah keterangan Marhan. Kata Joni, uang proyek itu tidak pernah dialihkan ke proyek yang lain.

“Saya membantah majelis. Karena uang proyek itu diambil dari Dana Kredit Bank Jabar Banten (BJB) yang tidak bisa memang dialihkan kemana-mana tanpa persetujuan pejabat di bank tersebut” katanya.

Selain itu, Joni juga membantah adanya pertemuan antara Marhan, Marudut dan dirinya soal uang Rp2 miliar itu. “Tidak pernah ada pertemuan dengan kami tiga pak hakim,” bantahnya.

Sebelumnya, lima saksi juga dihadirkan dipersidangan. Kelimanya adalah pegawai di Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya dan Tata Ruang Pemprovsu. Dalam keterangan salah seorang saksi bernama Yakub mengatakan bahwa mereka dimintai dari pihak UINSU sebagai pengelola administrasi saja.

“Tugas kami hanyalah membantu dari segi administrasi. Diantaranya membantu membuat laporan,” ucap Yakub.

Ditanya soal progres pembangunan gedung tersebut, dirinya mengaku bahwa hingga November 2018, progres pembangunan hanya 61 persen. Lalu dirinya sudah menyarankan ke pihak konsultan pengawas yakni PT Kanta Karya Utama dan PT Multikarya Bisnis Perkasa untuk segera menyelesaikan progres pembangunan.

Yakub juga mengaku timnya yang berjumlah 5 orang itu hanya diikut sertakan dari hingga progres 61 persen. Namun pada Desember 2018, ketika progres sudah 91 persen, hasil laporan PT Kanta, pihaknya tidak pernah lagi diikutsertakan.

Namun, Joni membantah keterangan tersebut. Joni mengaku bahwa Yakob selalu ikut dalam setiap rapat dan turut menandatangi progres pembangunan tersebut. Bahkan progres 91 persen tersebut juga ikut ditandangani Jacob. “Bahwa progres penarikan termin 91 persen, saksi selalu ikut menandatangani,” tandasnya.

Mengutip surat dakwaan, ketiga terdakwa terlibat dalam pembangunan gedung kuliah terpadu kampus II UINSU tahun anggaran 2018 dengan nilai kontrak Rp44.973.352.461 yang dikerjakan oleh kontraktor PT Multi Karya Bisnis Perkasa.

Namun, dalam proses pembangunan, gedung itu terlihat mangkrak dan berpotensi merugikan keuangan negara. Dikatakan Jaksa, sesuai hasil audit adapun kerugian negara yaitu sebesar Rp10.350.091.337.

Dalam perkara ini ketiga terdakwa dijerat dalam pasal 2 ayat (1) UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (man/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/