DELISERDANG, SUMUTPOS.CO — Bermedia sosial atau medsos boleh-boleh saja. Begitupun jangan terlalu memunculkan informasi atau data pribadi secara berlebihan. Soalnya, itu tergolong sebagai data yang bersifat spesifik.
“Data pribadi terdiri dari data yang bersifat umum dan data yang bersifat spesifik. Jika data pribadi terbuka untuk umum, maka orang lain dapat mengetahui nama, alamat, nomor telepon, e-Mail dan lainnya,” kata Setya Rahdiyatmi Kurnia Jatilinuar, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital yang digagas Kemenkominfo RI di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 23 Agustus 2021.
Data pribadi, ujarnya, merupakan suatu informasi yang berkaitan seseorang sehingga ia dapat digunakan untuk mengidentifikasikan seseorang, yaitu data pemilik.
Data pribadi yang bersifat umum, meliputi nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang. Data pribadi yang bersifat spesifik, mencakup data dan informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sehingga seorang hacker atau orang yang berniat jahat dapat mengakses akun seseorang dan menyalahgunakan data pribadinya. Tips lindungi data pribadi, antara lain gunakan kata sandi berbeda untuk setiap akun di medsos, tidak menampilkan informasi pribadi di medsos, tidak asal unduh aplikasi, atur privasi akun medsos, serta selalu perhatikan alamat URL dari situs yang dikunjungi,” pungkas seorang dosen, seniman, komposer, dan editor tersebut.
Menguatkan pernyataan Setya, Zul Ichwan menyampaikan ruang lingkup privasi yang harus dipahami meliputi informasi pribadi, dokumentasi pribadi, peruntukan informasi pribadi, dan persetujuan tentang informasi pribadi.
“Antisipasi dengan pendampingan, ikut terlibat, kumpulkan informasi, diskusikan jejak digital, serta berpikir sebelum mengunggah. Potensi bahaya jejak digital, meliputi doxing dan framing, akses data pribadi, serta pencurian data pribadi,” katanya.
Jejak digital atau digital footprint, jelas dia merupakan tapak data yang tertinggal setelah beraktivitas di internet. Kegiatan seperti mengirim e-Mail, mengunjungi sebuah website, hingga posting sesuatu di media sosial sudah cukup untuk meninggalkan digital footprint.
“Cara mengelola jejak digital meliputi hindari penyebaran data-data penting, buat password yang kuat untuk tiap akun medsos, jangan unggah sesuatu yang sifatnya terlalu personal, gunakan layanan pelindung data pada device kesayangan, serta cari nama sendiri di Google dan hapus semua informasi sensitif yang ditemukan,” kata Direktur Lembaga Pendidikan Terapan (LPT) Panghengar–Bandung itu.
Dilanjutkan Yordan Panggabean melalui materi ‘Internet Addiction: How Much is it Too Much’. Bahwa kecanduan internet merupakan ketidakmampuan untuk mengontrol penggunaan internet yang mengakibatkan kerusakan serius berbagai aspek kehidupan.
“Gejala-gejala kecanduan internet meliputi merasa ketakutan hidup tanpa internet akan membosankan dan hampa, menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain internet, perasaan yang tidak menyenangkan dan murung ketika tidak online, serta konflik yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dengan orang sekitar,” kata seorang trainer soft skill and life coach itu.
Tipe kecanduan internet, antara lain kecanduan internet yang melibatkan pornografi, aktivitas online yang sangat berbahaya seperti perjudian online, bermain game online secara obsesif dan kompulsif, melupakan dan mengabaikan orang sekitar, serta dorongan tidak terkendali untuk mengumpulkan dan mengatur data.
“Hal yang harus dilakukan untuk mencegah kecanduan internet, meliputi miliki cita-cita yang kuat hingga memiliki tujuan hidup yang jelas, sukses dengan mental yang sehat, buat jadwal berinternet, serta pilah pilih konten yang positif di internet,” pungkasnya.
Sementara Theo Candra Tarumta, seorang konten kreator di sesi Etika Digital, membahas konten merupakan riwayat hidup yang berhubungan dengan portofolio untuk masa depan. Sikap yang harus dilakukan di dunia digital, meliputi tidak menyebarkan data pribadi, lakukan hal dengan kualitas bukan kuantitas, tidak asal membagikan informasi, baca, cerna, dan cek kebenaran informasi, serta menjadi professional.
“Data pribadi yang tidak boleh disebarkan, meliputi nomor KTP, nomor telepon, e-Mail, dan berbagai data penting lainnya. Menghabiskan waktu dengan unggahan yang tidak perlu tidak hanya menghancurkan engagement rate, tetapi cenderung membahayakan privasi diri. Penyedia layanan untuk mengecek kebenaran informasi, melalui cekfakta.com atau turnbackhoax.id,” pungkasnya.
Webinar diakhiri oleh Sevir Elda, seorang konten kreator dan influencer yang menyimpulkan hasil webinar dari tema yang sudah diangkat oleh para narasumber.
Sebagai keynote speaker, Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi sebelumnya memberikan sambutan tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra putri daerah melalui digital platform.
Diketahui, kegiatan ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya SDM yang memiliki talenta digital. Berkenaan dengan itu, Kemkominfo melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyelenggarakan kegiatan Webinar Indonesia Makin Cakap Digital di Wilayah Sumatera pada 77 kabupaten/kota dari Aceh hingga Lampung.
Ditjen Aptika memiliki target hingga 2024 untuk menjangkau 50 juta masyarakat agar mendapatkan literasi di bidang digital, yakni secara spesifik dimulai pada 2021.
Target yang telah dicanangkan adalah 12,5 juta masyarakat dari berbagai kalangan untuk mendapatkan literasi di bidang digital.
Hal ini menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) serta internet yang semakin masif oleh masyarakat, sehingga implementasi program literasi digital di daerah perlu terus digalakkan. (rel/dek)