32 C
Medan
Sunday, October 20, 2024
spot_img

Vaksin Booster Bakal Dimulai Tahun Depan, Tidak Gratis Bagi yang Mampu

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia berencana memberikan vaksin dosis ketiga mulai tahun 2022 untuk masyarakat. Hanya saja, vaksin booster tersebut diwacanakan tidak gratis untuk sebagian kalangan. Ada yang harus membayar.

VAKSIN: Seorang tenaga medis menunjukkan vaksin Covid-19 yang akan disuntikkan kepada masyarakat. Mulai tahun depan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memastikan akan memulai vaksinasi booster kepada masyarakat.istimewa/sumu tpos.

Dalam rapat bersama DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster tidak akan gratis bagi orang yang mampu. Pasalnya, vaksin booster gratis hanya diberikan kepada masyarakat yang sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Budi menjelaskan, vaksinasi dosis ketiga dilakukan jika 50 persen penduduk Indonesia telah mendapatkan vaksin Covid-19 lengkap. Sehingga dia meyakini pada Desember 2021 mendatang sebanyak 59 persen masyarakat Indonesia telah divaksin lengkap. “Jadi ini adalah saat yang lebih proper, lebih pas untuk kita bisa memberikan vaksin booster ke depannya,” katanya.

Menurutnya, vaksin dosis ketiga diprioritaskan kepada kelompok lanjut usia. Hal ini karena mereka rentan tertular Covid-19 dibandingkan dengan usia lainnya. “Jadi memang prioritasnya adalah lansia dulu, karena lansia itu tetap berisiko tinggi,” ungkapnya.

Budi membeberkan, pilihan vaksin Covid-19 yang akan tersedia untuk masyarakat Indonesia di antaranya adalah Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, dan Sinopharm. Jika memang nantinya harus membayar, berapa harga masing-masing vaksin? Dilansir dari The Guardian dan beberapa sumber, Kamis (18/11) dapat dibuat rentang harga harga vaksin.

Pfizer-BioNTech

Harga vaksin Pfizer beragam. Di Eropa pun beragam. Yaitu EUR 19,50 atau Rp 304 ribu per suntikan sebelumnya. Kini harganya naik dari EUR 15,50 atau Rp 240 ribu per suntikan dalam kesepakatan pengadaan pertama seperti laporan Financial Times. Inggris juga dilaporkan membayar lebih dari sebelumnya, sekitar GBP 22 atau Rp 418 ribu per suntikan.

Moderna

Moderna di AS harganya USD 16,50 per dosis atau Rp 224 ribu. Dan telah menjualnya seharga USD 22 atau setara Rp 308 ribu hingga USD 37 atau setara Rp 518 ribu di luar AS.

Pekan lalu perusahaan juga mengatakan bahwa penjualan di bawah inisiatif vaksin Covax ke negara-negara berpenghasilan rendah jauh lebih rendah daripada harga yang diberikan pemerintah AS. Perusahaan tersebut dilaporkan telah menaikkan harga yang dikenakannya kepada UE menjadi USD 25,50 atau Rp 350 ribu per dosis dari sekitar USD 19 atau setara Rp 266 ribu dalam kesepakatan pertamanya.

AstraZeneca

AstraZeneca adalah yang termurah dari vaksin Covid-19 dengan harga hanya USD 2,15 per dosis atau Rp 30 ribu dalam kontrak perusahaan dengan UE. Naik menjadi lebih dari USD 5 atau Rp 70 ribu per suntikan di tempat lain.

Novavax

Harganya sekitar USD 20,90 atau setara Rp 280 ribu per dosis sebagai bagian dari kesepakatan UE dengan perusahaan AS.

Sinovac

UNICEF melaporkan harga untuk Sinovac di Indonesia USD 13,6 atau Rp 193 ribu. Harga beragam di setiap negara antara USD 10 hingga USD 18 atau Rp 142 ribu hingga Rp 255 ribu.

Sinopharm

Harganya bervariasi di sejumlah negara. UNICEF melaporkan di Argentina USD 9 atau Rp 127 ribu. Sementara di Indonesia masuk Vaksin Gotong Royong yakni Rp 321.660 per suntikan.

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menanggapi wacana vaksin booster berbayar tersebut. Menurutnya, ada lapisan masyarakat yang memang berhak mendapatkan gratis, dan ada juga yang harus berbayar. “Harus dibedakan menjadi kelompok. Vaksin booster itu ada yang tetap gratis, atau ditanggung pemerintah. Dan ada juga yang harus berbayar,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Menurutnya, kelompok yang masuk dalam tanggungan pemerintah yaitu kelompok berisiko tinggi atau pelayan publik. Mereka yang berisiko tinggi bisa karena dari sisi pekerjaan dan kondisi kesehatan tubuh. “Misalnya tenaga kesehatan, tenaga di perbatasan, itu harus ditanggung pemerintah, digratiskan. Dan kondisi tubuh di atas 60 tahun atau lansia. Kalau enggak, bahaya. Lalu yang komorbid, itu kan umumnya lansia, dan termasuk ada keterbatasan secara fisik, disabilitas, nah itu harus divaksinasi oleh pemerintah,” jelas Dicky.

Lalu ada juga yang harus difasilitasi pemerintah yaitu warga miskin tanpa memandang usia. Jika dia masuk kategori PBI atau Penerima Bantuan Iuran harus ditanggung BPJS. “Atau ada karyawan yang akan ditanggung institusinya, perusahaannya. Lalu ekspatriat, atau perseorangan yang ditanggung asuransi swasta, ini harus dibuat formatnya,” jelasnya.

Lalu ada kelompok yang mandiri atau berbayar. Yaitu sisa masyarakat yang tak termasuk dalam kelompok sebelumnya. Itu harus ada penentuan tarif yang layak. “Dalam hal ini juga tentu upayakan keringanan dari sisi fasilitas. Apakah difasilitasi Pemda, atau mungkin kantornya. Tetap ada upaya meminimalkan gap atau hambatan,” tegasnya.

Menurut Dicky, vaksin booster juga harus diberikan secara bertahap. Yaitu harus dilakukan misalnya ketika cakupan vaksinasi lengkap di atas 60 persen di wilayah tertentu dan secara nasional. Harus mempertimbangkan cakupan vaksinasi secara lokal juga. “Kemudian juga bahwa kelompok yang rawan itu harus dipertimbangkan. Dan tak mengurangi jatah yang 2 dosis ataupun yang kelompok rawan,” tutup Dicky. (jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia berencana memberikan vaksin dosis ketiga mulai tahun 2022 untuk masyarakat. Hanya saja, vaksin booster tersebut diwacanakan tidak gratis untuk sebagian kalangan. Ada yang harus membayar.

VAKSIN: Seorang tenaga medis menunjukkan vaksin Covid-19 yang akan disuntikkan kepada masyarakat. Mulai tahun depan, Menkes Budi Gunadi Sadikin memastikan akan memulai vaksinasi booster kepada masyarakat.istimewa/sumu tpos.

Dalam rapat bersama DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster tidak akan gratis bagi orang yang mampu. Pasalnya, vaksin booster gratis hanya diberikan kepada masyarakat yang sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan.

Budi menjelaskan, vaksinasi dosis ketiga dilakukan jika 50 persen penduduk Indonesia telah mendapatkan vaksin Covid-19 lengkap. Sehingga dia meyakini pada Desember 2021 mendatang sebanyak 59 persen masyarakat Indonesia telah divaksin lengkap. “Jadi ini adalah saat yang lebih proper, lebih pas untuk kita bisa memberikan vaksin booster ke depannya,” katanya.

Menurutnya, vaksin dosis ketiga diprioritaskan kepada kelompok lanjut usia. Hal ini karena mereka rentan tertular Covid-19 dibandingkan dengan usia lainnya. “Jadi memang prioritasnya adalah lansia dulu, karena lansia itu tetap berisiko tinggi,” ungkapnya.

Budi membeberkan, pilihan vaksin Covid-19 yang akan tersedia untuk masyarakat Indonesia di antaranya adalah Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, dan Sinopharm. Jika memang nantinya harus membayar, berapa harga masing-masing vaksin? Dilansir dari The Guardian dan beberapa sumber, Kamis (18/11) dapat dibuat rentang harga harga vaksin.

Pfizer-BioNTech

Harga vaksin Pfizer beragam. Di Eropa pun beragam. Yaitu EUR 19,50 atau Rp 304 ribu per suntikan sebelumnya. Kini harganya naik dari EUR 15,50 atau Rp 240 ribu per suntikan dalam kesepakatan pengadaan pertama seperti laporan Financial Times. Inggris juga dilaporkan membayar lebih dari sebelumnya, sekitar GBP 22 atau Rp 418 ribu per suntikan.

Moderna

Moderna di AS harganya USD 16,50 per dosis atau Rp 224 ribu. Dan telah menjualnya seharga USD 22 atau setara Rp 308 ribu hingga USD 37 atau setara Rp 518 ribu di luar AS.

Pekan lalu perusahaan juga mengatakan bahwa penjualan di bawah inisiatif vaksin Covax ke negara-negara berpenghasilan rendah jauh lebih rendah daripada harga yang diberikan pemerintah AS. Perusahaan tersebut dilaporkan telah menaikkan harga yang dikenakannya kepada UE menjadi USD 25,50 atau Rp 350 ribu per dosis dari sekitar USD 19 atau setara Rp 266 ribu dalam kesepakatan pertamanya.

AstraZeneca

AstraZeneca adalah yang termurah dari vaksin Covid-19 dengan harga hanya USD 2,15 per dosis atau Rp 30 ribu dalam kontrak perusahaan dengan UE. Naik menjadi lebih dari USD 5 atau Rp 70 ribu per suntikan di tempat lain.

Novavax

Harganya sekitar USD 20,90 atau setara Rp 280 ribu per dosis sebagai bagian dari kesepakatan UE dengan perusahaan AS.

Sinovac

UNICEF melaporkan harga untuk Sinovac di Indonesia USD 13,6 atau Rp 193 ribu. Harga beragam di setiap negara antara USD 10 hingga USD 18 atau Rp 142 ribu hingga Rp 255 ribu.

Sinopharm

Harganya bervariasi di sejumlah negara. UNICEF melaporkan di Argentina USD 9 atau Rp 127 ribu. Sementara di Indonesia masuk Vaksin Gotong Royong yakni Rp 321.660 per suntikan.

Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman menanggapi wacana vaksin booster berbayar tersebut. Menurutnya, ada lapisan masyarakat yang memang berhak mendapatkan gratis, dan ada juga yang harus berbayar. “Harus dibedakan menjadi kelompok. Vaksin booster itu ada yang tetap gratis, atau ditanggung pemerintah. Dan ada juga yang harus berbayar,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Kamis (18/11).

Menurutnya, kelompok yang masuk dalam tanggungan pemerintah yaitu kelompok berisiko tinggi atau pelayan publik. Mereka yang berisiko tinggi bisa karena dari sisi pekerjaan dan kondisi kesehatan tubuh. “Misalnya tenaga kesehatan, tenaga di perbatasan, itu harus ditanggung pemerintah, digratiskan. Dan kondisi tubuh di atas 60 tahun atau lansia. Kalau enggak, bahaya. Lalu yang komorbid, itu kan umumnya lansia, dan termasuk ada keterbatasan secara fisik, disabilitas, nah itu harus divaksinasi oleh pemerintah,” jelas Dicky.

Lalu ada juga yang harus difasilitasi pemerintah yaitu warga miskin tanpa memandang usia. Jika dia masuk kategori PBI atau Penerima Bantuan Iuran harus ditanggung BPJS. “Atau ada karyawan yang akan ditanggung institusinya, perusahaannya. Lalu ekspatriat, atau perseorangan yang ditanggung asuransi swasta, ini harus dibuat formatnya,” jelasnya.

Lalu ada kelompok yang mandiri atau berbayar. Yaitu sisa masyarakat yang tak termasuk dalam kelompok sebelumnya. Itu harus ada penentuan tarif yang layak. “Dalam hal ini juga tentu upayakan keringanan dari sisi fasilitas. Apakah difasilitasi Pemda, atau mungkin kantornya. Tetap ada upaya meminimalkan gap atau hambatan,” tegasnya.

Menurut Dicky, vaksin booster juga harus diberikan secara bertahap. Yaitu harus dilakukan misalnya ketika cakupan vaksinasi lengkap di atas 60 persen di wilayah tertentu dan secara nasional. Harus mempertimbangkan cakupan vaksinasi secara lokal juga. “Kemudian juga bahwa kelompok yang rawan itu harus dipertimbangkan. Dan tak mengurangi jatah yang 2 dosis ataupun yang kelompok rawan,” tutup Dicky. (jpc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/